Wednesday, February 20, 2013

PANTUN KARAKTER ENTERPRENEUR WIRAUSAHA





ABSTRAK
           Karekteristik yang dimiliki oleh seorang entrepreneur harus dipupuk, dipelihara, dikembangkan, dan memerlukan waktu karena tak dapat dikuasai dalam waktu singkat.Ia memberikan contoh, misalnya kreativitas dan keberanian mengambil risiko, kemampuan itu harus dikembangkan sedini mungkin. Demikian juga kemampuan bangkit dari kegagalan, yang tak mungkin bisa dimiliki dalam waktu cepat."Seseorang tidak akan memiliki kemampuan itu hanya karena ia masuk jurusan kuliah entrepreneur. Pada saat kuliah, yang diajari adalah konsep mengambil keputusan saja. Soal pengalaman dan jiwa entrepreneur itu sendiri harus tetap dipupuk sedini mungkin," ujarnya.
         Selain kegiatan untuk siswa, perlu  juga mengadakan talkshow tentang entrepreneur bagi orang tua, akademisi dan praktisi pendidikan. Pada talkshow ini, para ahli entrepreneur hadir sebagai pembicara, seperti profesional atau mantan Menteri BUMN, Tanri Abeng, dan Chairman dari Global Entrepreneurship Indonesia
.



ABSTRACT


             Parents and teachers, is punishable by imprisonment, if it hit their students, or other physical punishment. Therefore, this dissertation attempt to uncover the problems posed by physical punishment, as well as the causes of the need for physical punishment does not violate human rights (Human Rights). It is urgent to research, because so many victims, both from the students, as well as from the parents and teachers. This gap, took place in public schools, as well as in religious schools. The subject matter of this dissertation is a physical punishment, which is prohibited by the Act expressly, that teachers and anyone else at school is prohibited to give corporal punishment to children. Then amplified by the UN convention for the rights of children, that: "No child should be punished, that undermine human dignity.But Islamic law has other more detailed provisions (lex specialis).

          
           The author uses the method of analysis, which is the development of descriptive methods. Focus to describe, discuss, criticize from the formal and material to the Indonesian Republic Act, No. 23 of 2002, is inductive. The new finding is that the authors get psychological paradigms of law, linked with Gunnoe theory, which states that children age 6 years may be beaten lightly. Although Islamic law children do not pray, be struck after the age of ten years, but Gunneo in theory, if only indirectly, anything to do with the maqasid al-shari'ah ', about mafsadat and beneficiaries are hitting the child. Then as the reference study, also using doctrinal research (sociological) through library research that is comparative between the child Protection Act of Indonesia based on human rights and Islamic law is based on the Qur'an and hadith.
                                             


KATA PENGANTAR
         Semut : Ketekunan, Kerja keras
Kerbau : Kesucian, bisa juga kebodohan
Banteng : Kejantanan
Tikus : Koruptor
Kupu-kupu : Kecantikan, feminim
Buaya : Pengkhianatan
Anjing : Loyalitas, kesetiaan
Dolphin/ Lumba-lumba : Intelijen, Kecerdasan
Naga : Kecemerlangan, Kejayaan
Elang : Pandangan luas
Gajah : Kebijaksanaan dan kekuasaan
Katak : Sensitivitas
              Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Maman Suryaman,M.Pd dar Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Jakarta, serta Bapak Sulaiman Budiman, Store Manager PT. Gramedia, yang telah datang ke Pekanbaru Riau pada 20-24 Juni 2011, dan telah memotivasi penulis dan teman-teman menyekesaikan karya tulis seperti ini.
        
                                                                                  Pekanabaru 1 Juni 2012.
                                                                                                Penulis
                                                                                Drs.Muhammad Rakib, S.H.,M.Ag.
                                                                         Widyaiswara LPMP Riau di Pekanbaru





DAFTAR  ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................8

      A.Pendahuluan……………………………………………………………………9
        B.Kerangka teori…………………………….   ................................................
C.Metodologi Penelitian…………………………………………………………….35 
D.Hasil Penelitian……………………………………………………………………40
        E.Simpulan……………………………………………………………...…………...48
        F.Pustaka……………………………………………………………………………...
        Lampiran
        









MAKALAH DARI  HASIL PEMIKIRAN
DAN GAGASAN KREATIF
JUDUL
PENANAMAN PRINSIP INTREPRENEUR
MELALUI PANTUN JENIUS LOKAL
Oleh   Muhammad Rakib   
HP.0813 713 581 22
Widyaiswara LPMP Riau


A.Pendahuluan
1.Latarbelakang
            Isu-isu  terkini ialah, mendidikan sekarang membentuk karakter anak manja dan malas. Karena itu perlu mata pelajaran intrepreneur. Mengapa penanaman nilai interpreneur ini, penulis angkat ke permukaan, karena saat ini penulis lihat, semakin tumbuhnya generasi pemalas di Indonesia. Anak-anak cuma hobi main game dan menonton sinetron. Tidak ada lagi karaakater pekerja keras. Anak-anak manja dan cengeng, lemah , hedonisme sangat mencemaskan. Seperti apalah negara ini di masa datang, diurus oleh generasi yang tidak punya etos kerja, mtidak berminat menjadi intrepreneur. Seluruh dunia menganggap menghukuum anak-anak manja bullying sebagai tindakan yang tidak beradab, akan tetapi  di suatu tempat di pinggiran kota  , terjadi keajaiban. Bullying justeru menjadi alat pembentukan kepribadian. Kelihatannya agak bertentangan dengan apa yang terjadi belakangan ini kasus bullying, dan  hazing kekerasan di sekolah makin sering ditemui. Selain tawuran sebenarnya ada dua bentuk perilaku agresif atau kekerasan yang  mungkin sudah lama terjadi di sekolah-sekolah namun tidak mendapatkan  perhatian. Bahkan ada pihak-pihak yang tidak mengganggapnya sebagai suatu hal yang serius.
          Menjadi wirausahawan mandiri
Untuk menjadi seorang wirausahawan mandiri, berbagai jenis modal mesti dimiliki. Ada 3 jenis modal utama yang menjadi syarat :
  • Sumber daya internal
    Yang merupakan bagian dari pribadi calon wirausahawan misalnya kepintaran, ketrampilan, kemampuan menganalisa dan menghitung risiko, keberanian atau visi jauh ke depan.
  • Sumber daya eksternal
    Misalnya uang yang cukup untuk membiayai modal usaha dan modal kerja, social network dan jalur demand/supply, dan lain sebagainya.
  • Faktor X
    Misalnya kesempatan dan keberuntungan. Seorang calon usahawan harus menghitung dengan seksama apakah ke-3 sumber daya ini ia miliki sebagai modal. Jika faktor-faktor itu dimilikinya, maka ia akan merasa optimis dan keputusan untuk membuat mimpi itu menjadi tunas-tunas kenyataan sebagai wirausahawan mandiri boleh mulai dipertimbangkan.
       Pisang ditebang, pulut ditampi,
Dibuat lepat, oleh nelayan.
             Terbanglah bersama, mimpi-mimpi,
Suatu saat, jadi kenyataan.

      Mencari mitra dengan ?mimpi? serupa    
Jika 1 atau 2 jenis sumber daya tidak dimiliki, seorang calon wirausahawan bisa mencari partner/rekanan untuk membuat mimpi-mimpi itu jadi kenyataan. Rekanan yang ideal adalah rekanan yang memiliki sumber daya yang tidak dimilikinya sendiri sehingga ada keseimbangan ?modal/sumber daya? di antara mereka. Umumnya kerabat dan teman dekatlah yang dijadikan prospective partner yang utama sebelum mempertimbangkan pihak lainnya, seperti beberapa jenis institusi finansial diantaranya bank. Pilihan jenis mitra memiliki resiko tersendiri. Resiko terbesar yang harus dihadapi ketika berpartner dengan teman dekat adalah dipertaruhkannya persahabatan demi bisnis.
       Tidak sedikit keputusan bisnis mesti dibuat dengan profesionalisme tinggi dan menyebabkan persahabatan menjadi retak atau bahkan rusak. Jenis mitra bisnis lainnya adalah anggota keluarga, risiko yang dihadapi tidak banyak berbeda dengan teman dekat. Namun, bukan berarti bermitra dengan mereka tidak dapat dilakukan. Satu hal yang penting adalah memperhitungkan dan membicarakan semua risiko secara terbuka sebelum kerjasama bisnis dimulai sehingga jika konflik tidak dapat dihindarkan, maka sudah terbayang bagaimana cara menyelesaikannya sejak dini sebelum merusak bisnis itu sendiri.

        Mitra bisnis lain yang lebih netral adalah bank atau institusi keuangan lainnya terutama jika modal menjadi masalah utama. Pinjaman pada bank dinilai lebih aman karena bank bisa membantu kita melihat secara makro apakah bisnis kita itu akan mengalami hambatan. Bank yang baik wajib melakukan inspeksi dan memeriksa studi kelayakan (feasibility study) yang kita ajukan. Penolakan dari bank dengan alasan ?tidak feasible? bisa merupakan feedback yang baik, apalagi jika kita bisa mendiskusikan dengan bagian kredit bank mengenai elemen apa saja yang dinilai ?tidak feasible?. Bank juga bisa membantu kita untuk memantau kegiatan usaha setiap tahun dan jika memang ada kesulitan di dalam perusahaan, bank akan mempertimbangkan untuk tidak meneruskan pinjamannya.
       Ini merupakan ?warning? dan kontrol yang bisa menyadarkan kita untuk segera berbenah. Wirausahawan yang ?memaksakan? bank untuk memberi pinjaman tanpa studi kelayakan yang obyektif dan benar akhirnya sering mengalami masalah yang lebih parah. Agunan (jaminan) disita, perusahaan tidak jalan, dan hilanglah harapan untuk membuat mimpi indah menjadi kenyataan. Kejadian seperti ini sudah sangat sering terjadi, dalam skala kecil maupun skala nasional. Pinjaman seringkali melanggar perhitungan normal yang semestinya diterapkan oleh bank sehingga ketika situasi ekonomi tidak mendukung, sendi perekonomian mikro dan makro pun turut terbawa jatuh.

        Menjual mimpi itu kepada wirausahawan lain (pemilik modal)   
Jika teman atau kerabat yang bisa diajak bekerjasama tidak tersedia (entah karena kita lebih menghargai hubungan kekerabatan atau persahabatan atau karena memang mereka tidak dalam posisi untuk membantu) dan tidak ada agunan yang bisa dijadikan jaminan untuk memulai usaha anda, ada cara lain yang lebih drastis, yaitu menjual ide atau mimpi indah itu kepada pemilik modal. Kesepakatan mengenai bagaimana bentuk kerjasama bisa dilakukan antara si pemilik modal dan penjual ide. Bisa saja pemilik modal yang memodali dan penjual ide yang menjalankan usaha itu, bisa juga penjual ide hanya menjual idenya dan tidak lagi terlibat dalam usaha itu. Jalan ini biasanya diambil sesudah cara lainnya tidak lagi memungkinkan sedangkan ide yang kita miliki memang sangat layak diperhitungkan.

                Ketiga cara di atas selayaknya dipikirkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi wirausahawan. Tanpa pemikiran mendalam, pengalaman pahit akan menjadi makanan kita. Banyak usaha yang akhirnya gulung tikar sebelum berkembang. Contohnya, pada tahun 1998, penduduk Jakarta tentu masih ingat akan trend ?kafe tenda? sebagai reaksi atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang saat itu banyak terjadi. Tiba-tiba saja banyak mantan karyawan perusahaan beralih profesi menjadi wirausahawan. Bahkan usaha tersebut ramai-ramai diikuti oleh pula oleh para selebritis. Trend ini tidak mampu bertahan lama. Banyak ?usaha dadakan? ini terpaksa gulung tikar. Entah kemana para wirausahawan baru kita ini akhirnya menggantungkan nasibnya sekarang.
            Kekerasan yang dimaksud adalah bullying  atau sering disebut disebut peer victimization dan hazing. Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih ‘lemah’  oleh seseorang atau sekelompok orang yang  mempersepsikan dirinya lebih ‘kuat’. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti  ini terjadi di dalam sebuah kelompok misalnya  kelompok siswa satu sekolah, itulah sebabnya disebut sebagai peer victimization.
            Sedangkan hazing adalah  kegiatan yang biasanya dilakukan oleh   anggota kelompok yang lebih senior berupa keharusan bagi yunior untuk melakukan  tugas-tugas memalukan, melecehkan, bahkan juga menyiksa atau setidaknya   menimbulkan ketidaknyamanan fisik maupun psikis sebagai syarat penerimaan   anggota baru sebuah kelompok. Kegiatan semacam ini dikenal dengan MOS (Masa   Orientasi Studi) yang biasanya sudah merupakan tradisi dari tahun ke tahun  terutama di SMP dan SMU di Indonesia.  Walaupun tujuan hazing adalah sebagai inisiasi  penerimaan seseorang dalam sebuah kelompok, dan biasanya hanya berlangsung  beberapa hari, namun belakangan ini ada kecenderungan untuk memperpanjang masa  inisiasi secara informal. Misalnya saja setelah MOS sekolah, maka ada lagi inisiasi dari kelompok ekskulnya, yang biasanya berbulan-bulan.
             Di sebagian negara Barat, baik hazing  maupun bullying dianggap sebagai hal
yang serius, karena banyak penelitian yang menunjukkan dampak negatif dari  perilaku ini bagi perkembangan anak. Beberapa dampak   yang paling menonjol bagi siswa adalah keengganan/ketakutan untuk datang ke sekolah,  depresi dari ringan sampai berat, prestasi belajar yang menurun.
 Bentuk bullying di Indonesia, sejak 5 tahun terakhir, gejala bullying di sekolah mulai diperhatikan media massa, walau dengan  istilah yang beragam. Dalam bahasa pergaulan kita sering mendengar istilah gencet-gencetan atau juga senioritas. Masih  banyak bentuk bullying yang tidak terlihat langsung, padahal dampaknya sangat  serius. Misalnya, ketika ada siswa yang dikucilkan, difitnah, dipalak, dan masih banyak lagi kekerasan lain yang termasuk dalam perilaku bullying ini.

2.Perumusan Masalah
Penulis akan mengungkapkan inti permasalahannya  sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud dengan interpreneur atau wirausaha?
2.-Apakah terdapat  motivasi wirausaha dalam Islam dan bagaimana menamkannnya sejak masa anak-anak ..?
      3.-Bagaimana pantun dan syair dapat dijadikan alat memotivasi murid, agar mencintai dunia wirausaha?
Di samping pelacakan terhadap masalah ini, penulis juga ingin melacak nilai-nilai filosofis yang berada di balik  pantun Melayu,  yang diungkapkan, supaya hal-hal yang tersebunyi di balik fakta hukum dan pembentukan karakter interpreneur dapat diketahui  atatu maqashid al-syari'ah  yang terkandung di dalam ajaran Islam yang mewajibkan umatnya belerja  keras,  seoptimal mungkin, dengan memakai kaedah-kaedah ilmiah dan teori-teori serta analisis yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
3.Tujuan dan manfaat tulisan
3.1. Tujuan
Untuk melacak informasi tentang  jiwa dan roh inrepreneur di dalam pantun yang merupakan jenius lokal.
3.2.Manfaat penulisan.
Sebagai masukan bagi pemerintah dan lembaga pendidikan peduli terhadap anak-anak manja yang perlu dipakasa, meninggalkan kemalasan dan kemanjaan yang berlebihan.
           Tidak semua korban akan menjadi pendukung bullying, namun yang paling memprihatinkan adalah korban-korban yang kesulitan untuk keluar dari lingkaran kekerasan ini. Mereka mempersepsikan dirinya selalu sebagai pihak yang lemah, yang tidak berdaya, padahal mereka juga asset bangsa yang pasti memiliki kelebihan-kelebihan lain.  Upaya untuk menghentikan kekerasan bullying di sekolah ini memerlukan
kerjasama dari semua pihak. Sekolah harus menjadi tempat yang aman, menyenangkan, merangsang keinginan untuk belajar, bersosialisasi dan mengembangkan semua potensi siswa baik akademik, sosial ataupun emosinal.
Bagaimana tanda-tanda anak korban bullying? Bisa akibat kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga sering bolos, ketinggalan pelajaran, mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mengikuti  pelajaran, kesehatan mentan dan fisik (jangka pendek/jangkan panjang) akan terpengaruh.
Les memang banyak manfaatnya, sampai-sampai orangtua ingin mengikutkan
semua les agar anaknya mampu bersaing dengan teman sebayanya. Namun benarkah
demikian?
          Lain lagi bullying yang terjadi pada diri Nofi. Nofi terlihat sibuk sekali, bocah berusia 6 tahun ini sudah memiliki kegiatan yang sedemikian padatnya. Sepulang sekolah, Nofi harus mengikuti beragam les. Lihat saja jadwal Nofi. Hari Senin Nofi les bahasa Inggris, Selasa les piano, Rabu ikut Taekwondo, Kamis les matematika, Jum’at les melukis, dan  di hari Sabtu Nofi mengikuti les renang. Untuk usianya yang masih kecil, Nofi  menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah dan di tempat les. Waktu bebas
sepenuhnya bagi Nofi adalah hari Minggu, di hari inilah dia bebas bermain tanpa
ada agenda les.
           Keinginan orang tua untuk menjadikan anaknya sukses di masa depan
mendorong orang tua untuk memberikan fasilitas terbaik bagi anak-anaknya. Maka
keputusan untuk memasukkan anak ke berbagai tempat les acapkali menjadi pilihan
yang diambil orang tua. Melalui tempat-tempat les ini diharapkan segala sisi kecerdasan anak akan dapat terasah dengan maksimal sehingga anak-anak akan menjadi sosok yang multitalented (penuh dengan bakat). Anak tidak hanya akan pandai secara akademik tetapi juga  memiliki fisik yang sehat dan jiwa seni yang terasah.

B. Strategi konseptual
1. Hukuman fisik dilarang tapi diperlukan oleh guru
           Diam-diam, bullying yang nyata-nyata dilarang di sekolah, justru menjadi menjadi alat yang indah dan efektif bagi Pak Jabir (49 tahun), untuk mendisiplinkan muridnya. Ketika Pak Jabir masuk ke kelas, semua murid diam, walaupun rotan kecil miliknya, tidak dikeluarkan, namun murid-murid terpaku di tempat duduk. Inilah keunikan Pak Jabir yang bekerja keras untuk menanamkan nialai-nilai karakter bangsa, melalui bullying yang menurut beliau masih mengandung nilai-nilai edukasi yang tinggi.
            Bullying yang diterapkan Pak Jabir, sangat berbeda dengan bullying yang dikenal        di Negara Barat. Sebelum menjadi guru SD, Pak Jabir adalah guru mengaji di surau yang pernah dititipkan rotan oleh wali murid, untuk memukul anaknya, jika nakal. Di samping surau itu, ada SD baru yang belum ada penjaganya, makan Pak Jabir muda waktum itu, menjadi penjaganya, dan diikutkan kursus calon guru SD. Dari pengalaman itulah Pak Jabir mendapatkan cara-cara mendisiplinkan murid, yang masih berbau bullying. Lebih dari itu, menurut pengakuan murid-muridnya, apabila para murid sudah melampau batas, bukan hanya, diberi pukulan kecil, bahkan diiringi pula dengan kata-kata kotor berupa carutan, makian  kecil dalam bahasa daerah yang sangat dipahami oleh murid-murid beliau.

Pak Jabir tidak pernah lelah, menagajar pada sebuah SD di pinggiran kota panas Pekanbaru-Riau.Tindakan bullying versi lain yang dilakukannya dan dirasakan oleh  muridnya sebagai hal yang jorok dan kasar,tapi diimbangi dengan membawa murid-muridnya terbang bersama mimpi-mimpi indah menanamkan cita-cita untuk menggapai masa depan, menanamkan  nilai-nilai kehidupan dalam menegakkan disiplin pendidikan karakterbangsa. Lebih-lebih lagi SD tempat Pak Jabir mengajar itu, persis berhadapan dengan rumah ibadah.
 Memang di sisi lain ada yang mengatakan tidakan Pak Jabir perlu direformasi, khususnya yang berkaitan dengan hukuman fisik terhadap anak-anak , yang paling bertentangan dengan karakter pendidikan bangsa, tentu mengejutkan. Kenyataannya Bandit Supermen (12 tahun), bukan nama sebenarnya, mampu diubahnya  dari murid yang super nakal, mejadi super sopan.

 Bertolak belakang dengan kisah nyata,  di Riau Kepulauan, yaitu kasus  oknum guru yang memaksa muridnya, minum  air liur, sebagai hukuman fisik , karena tidak bisa membaca. Air liur  yang  sengaja dikumpulkannya di dalam  gelas bekas air mineral itu, berasal dari air liur teman sekelasnya dan air liur ibu guru. Akibat pemberian hukuman itu, oknum guru dipindahkan ke sekolah  lain yang lebih jauh letaknya.  Kemudian ada pula kasus pemukulan murid. Jika murid nakal, tidak dipukul, tingkahnya semakin nakal. Jika dipukul, gurunya  bisa masuk penjara, karena melanggar UU Perlindungan Anak(UUno.23 th 2002).Inilah kasus yang sangat dilematis.
Saat ini , para pembela hak asasi ,   berkoar dengan  teori psikologi  Barat dan  membuat konsep baru tentang  larangan  memukul anak. Hasilnya, mungkin  munculnya tawuran dan perkelahian pelajar. Menarik untuk diteliti, apakah  masih ada dendam bagi anak, jika teringat  saat jarinya diketuk dengan  penggaris, karena kuku panjang. Apakah sakit hati saat dipelintir telinganya, karena rambutnya gondrong dan apakah hanya karena itu berkurang hormat kepada ayah dan ibu, serta guru-gurunya. Di Francis ada juga kasus kekerasan di sekolah.murid dikenakan denda 500 Eurou sekitar tujuh juta rupiah, karena memukul muridnya. Hal itu dianggap melanggar  hak asasi manusia. Terjadi prokontra penggunaan kekerasan berupa hukuman  fisik.
Penulis ingin melacak alasan hukuman fisik,dibolehkan  atau dilarang. Informasi sementara, yang  penulis terima: Pertama, benarkah secara tidak sadar memberi pukulan mengajar anak untuk memukul kembali. Kedua, bila orang tua kehabisan akal, lalu dengan emosi dan kekerasan, ia memukul. Jadi disimpulkan bahwa hukuman tidak mendatangkan hasil. Keempat, memukul dapat melukai harga diri seorang anak, mengurangi kepercayaannya terhadap pendidik, bahkan menghindari dan membencinya. Apakah memang demikian?
Ada beberapa jenis hukuman fisik yang ingin penulis ketahui, antara lain Kalau hukuman fisik tidak dapat dihindari, bolehkah dilakukan pemukulan dengan kepala dingin dan jangan dalam keadaan marah. Terhadap anak usia 15-18 tahun, masih bolehkah dikenakan hukuman fisik yang ringan. Pilahlah alat yang digunakan dengan cermat, yang penting bukan dalam suasana marah sehingga memukul dengan keras, menjewer, atau menonjoknya. James C. Dobson menentang memukul anak dengan tangan, karena tangan adalah perantara kasih. Ia juga berpendapat bahwa hukuman fisik hanya sampai batas anak merasa sakit dan berteriak, baru ada hasilnya dan bukan memukulnya dengan kejam. Jangan menunggu bila ingin menggunakan  hukuman fisik, apakah perlu atau tidak dan bukan dengan mengatakan, “Nanti,  tunggu ayahmu pulang, baru kamu dipukul”.
Orang dewasa ada pula yang menggunakan pengasingan sebagai hukuman untuk anak. Anak diasingkan dari anak lain, tidak diizinkan bermain supaya dengan  tenang, anak dapat mengintrospeksi dirinya sendiri tetapi dalam jangka waktu tertentu, datang dan tanyakanlah kepada anak, apakah ia memerlukan bantuan dan menguraikan dengan jelas harapan orang tua atas perilaku mereka. Dalam menerapkan hukuman, perlu diperhatikan jangka waktunya karena bila waktunya terlalu panjang atau terlalu pendek, akan kehilangan fungsi hukumannya, karena setiap anak itu berbeda berbeda sifat, maka penerapan hukuman ini sebaiknya dilakukan dengan fleksibel. Waktunya jangan lebih dari 10-15 menit, tempat harus aman, dan jangan ada barang yang membuat anak senang melewati waktu itu.
Ada anak  yang sangat peka, yang tidak perlu menggunakan hukuman fisik atau bentuk lainnya, hanya dengan perkataan saja, ia sudah berubah. Hukuman dengan cara mendamprat itu termasuk kritikan, ajaran, teguran  yang keras, agar anak merasa bersalah dan malu. Bagi anak yang nakal, hukuman itu tidak berguna. Menggunakan hukuman ini juga harus hati-hati karena omelan yang berlebihan akan melukai harga diri anak itu, membuat jurang antara anak dan orang tua.

Dari beberapa buku literatur yang dapat penulis lacak bahwa, cara apapun yang digunakan harus masuk akal, baru mendapat hasil yang baik. Berikut  ini beberapa usulan dari orang tua, yaitu, penggunaan nasehat yang bijak, sebelum menggunakan hukuman fisik, perlu penggunaan nasehat terlebih dahulu. Mmperingatkan dengan tegas. Bagi yang pertama kali anak melakukan kesalahan, tidak langsung diberi hukuman, lebih baik mencari waktu yang baik untuk menjelaskan peraturan yang ada terlebih dahulu. Tidak  menghukum anak dalam keadaan  tidak tahu, tetapi setelah diingatkan dan diperingatkan masih berbuat salah, barulah dihukum. Tnetu saja dengan kasih sayang sebagai motivasi.
2.Memukul tapi tidak menganiaya
              Diharapkan hukuman tidak mengandung aniaya, hukuman harus dilakukan atas dasar kasih sayang dan perhatian, hukuman harus digunakan dalam keadaan yang sadar dan bukan dalam keadaan emosional dan marah. Pertahankan  hubungan yang baik. Hukuman hanya bisa dilaksanakan saat adanya hubungan yang baik antara anak dan yang menghukum; jika tidak, hasilnya tidak mungkin baik. Bisa pula berupa mengulur waktu.
Hukuman harus segera ditindaklanjuti. Pengalaman membuktikan makin panjang waktunya, semakin kurang hasilnya. Harus  dipilih  tingkat hukuman. Tingkat hukuman yang tepat, jangan terlalu keras atau terlalu ringan. Hukuman fisik yang terlalu ringan tidak ada faedahnya, tetapi bila terlalu keras akan meninggalkan bekas di dalam hati anak, akibatnya semuanya tidak akan mencapai hasil  yang diinginkan.
Penjelasan yang gamblang tentang hukuman yang  diberikan, menurut para ahli, sebaiknya orang tua atau guru memberikan penjelasan mengapa mereka dihukum dan dilarang melakukan sesuatu, sehingga hasilnya akan lebih baik, selain mendidik anak untuk mengatasi masalah.  Ada keharusan  aktif berkomunikasi, setelah menghukum anak, maksudnya kemunikasi yang baik dengan anak. Umumnya, setelah dihukum, seorang anak ingin kembali menjalin hubungan yang baik dengan orang tua atau guru. Jangan mundur, dan s ebaiknya manfaatkan kesempatan itu untuk menyatakan kasih sayang bahwa anak itu sangat berharga didalam hati anda, hukuman itu diberikan semata-mata  karena kasih.
3.Memukul yang diterima kultur

Sayang anak, dipukul-pukul,
Sayang kampung, ditinggal-tinggalkan,
Pepatah adat, mengatakan betul,
Karena hidup, penuh tantangan.

   Anak dipukul, maksudnya bertindak tegas, agar mau bekerja keras. Kampung ditnggalkan, artinya, rela berpisah sementara, demi suatu usaha. Kultur Timur, adat dan budaya Indonesia, dapat menerima, keberadaan paksaan kecil,bullying terbatas sejak ratusan, mungkin ribuan tahun yang lalu, demi untuk meninggalkan kemalasan. Orang tua dan guru menghadapi masalahnya, bukan manusianya, hanya saja memang ada yang melakukannya berlebihan. . Daftar kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa, kian hari kian bertambah panjang. Salah seorang guru olahraga SMPN 1 Karangmalang Sragen dilaporkan ke polisi dengan tuduhan telah menampar sembilan orang siswanya  yang kedapatan terlambat datang dalam kegiatan senam sehat (Joglosemar, Rabu, (13/1/2009). Ironisnya, perbuatan tersebut sebelum diekspos di media massa, disangkal oleh pihak sekolah yang menyatakan bahwa hal tersebut hanya tindakan spontan semata, tanpa ada maksud melakukan penganiayaan.

Pada dasarnya, berbagai tindak kekerasan yang terjadi, baik yang dilakukan secara individu maupun yang dilakukan secara massif, yang direncanakan ataupun yang dilakukan secara spontan, merupakan ironi dari pendidikan yang mestinya menjadi media pencerahan. Maraknya tindak kekerasan yang banyak dilakukan oleh oknum guru di lingkungan sekolah, tentu saja membuat masyarakat bertanya tentang proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Mengapa proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah, belum steril dari tindak kekerasan yang  dilakukan oleh guru terhadap para siswanya? Sulit untuk mengatakan sudah, karena proses pembelajaran yang selama ini berlangsung masih sarat dengan hal kekersan yang demikian.
Pendidikan dan pengajaran tentu saja tidak identik dengan kekerasan, baik di masa yang lalu apalagi masa sekarang. Namun, kekerasan sering kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya dalam dunia pendidikan. Istilah ketegasan dalam membina sikap disiplin pada siswa di sekolah, sudah lazim digantikan dengan kata kekerasan. Hal ini kemudian ditunjang dengan pengunaan kekerasan dalam membina sikap disiplin di dunia militer, khususnya pendidikan kemiliteran.
Ketika kemudian cara-cara pendidikan kemiliteran diadopsi oleh dunia pendidikan sipil, maka cara kekerasan juga ikut diambil alih. Berbagai tindakan kekerasan oleh guru seakan menjadi cara-cara biasa dalam membina kedisiplinan anak didik, khususnya di bidang pelajaran yang melatih fisik, seperti olahraga. Tidak ada maksud untuk mengatakan bahwa semua guru olahraga suka main pukul, tetapi sejarahnya sering kali mengidentikkan guru olahraga dengan guru yang suka menghukum push up atau lari keliling lapangan dan suka menampar, memukul  yang dianggap bandelDalam budaya pendidikan hukuman fisik masih dianggap sebagai sebuah kewajaran ketika siswa melakukan kesalahan. Pandangan yang dikemukakan Freud (2008) tentang kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswanya, akan terekam dalam alam bawah sadarnya yang sesekali bisa muncul dengan tindakan destruktif  yang jauh lebih hebat dari apa yang dialaminya.
Membaca berita tentang tindakan guru olahraga di Sragen tersebut, membuat sebagian orang tua siswa merasa ngeri dan khawatir, karena tindakan seorang guru yang menampar siswanya jelas memberikan dampak psikologis  yang tidak baik, yang dapat berujung pada traumatik siswa. Dampak yang lebih luas dari kekerasan guru akan melahirkan pesimisme dan apatisme dalam sebuah generasi. Selain itu, terjadi proses ketakutan dalam diri siswa untuk menciptakan ide-ide yang inovatif dan infentif. Kepincangan psikologis ini dapat dilihat pada gambaran siswa-siswa sekolah saat ini yang cenderung pasif dan takut berbicara dimuka kelas.

2.Penelitian terdahulu

Peneltian terdahulu, penulis lacak di perpustakaan, berupa disertasi 1. Maimunah Nuh, tentang kekersan terhadap anak di Malang, dipaksa menikah oleh orang tuanya. 2. Teguh Satya Budi,m tentang kekerasan, menjelang perjodohan, disertasi di Malang juga. 3. Anisah, disertasi tentang pandang agama tentang memaksa menikah anak di bawah umur.4.Faizin Anshori, tentang anak di bawah umur di pengadilan dan kekersan di sekolah. Perlu dipahami bahwa sekolah sejatinya merupakan sarana untuk membebaskan diri dari kebodohan, keterbelengguan, kemiskinan, penderitaan, penipuan serta penindasan. Sekolah yang menggunakan kekerasan dalam belajar mengajar, hanya akan merusak masa depan peserta didik secara psikologis. Sayangnya, banyak guru sering berpikir keliru soal masa depan anak. Para guru menganggap tindak kekerasan terhadap anak lazim dilakukan sebagai bentuk agak berlebihan sekolah dalam menjalankan hak mereka, guna mendisiplinkan anak-anak didiknya.
Tujuannya sederhana, semakin disiplin manusia, maka semakin mudah meraih kesuksesan. Padahal yang terjadi bisa kebalikan dari itu semua, sehingga perlu adanya semacam pendidikan pelatihan (diklat) guna menambah keahlian dan juga dalam rangka meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) guru, dengan menghilangkan unsur kekerasan dalam dunia pendidikan. Hanya saja, SDM yang baik dan mumpuni tidak cukup menunjang jika tidak didukung sistem pendidikan yang berpihak pada kemanusiaan.
Untuk itu, dalam rangka menanggulangi munculnya praktik kekerasan di sekolah, adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk di dalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri. Sungguh sesuatu yang mustahil siswa dapat mengembangkan kreativitas dan membuat inovasi baru, sementara mereka belajar dalam tekanan gurunya di sekolah. Dengan penegakan disiplin di semua unsur, tidak terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau menampar. Sebab bila terbukti melanggar, guru harus siap menerima sanksi dari tindakannya atas segala bentuk kekerasan sekecil apa pun dalam sekolah. Sebagai perbandingan, ada baiknya dilihat praktek hukuman fisik atau bullying di beberapa negara:

1.Hukuman fisik di  Asia
Dalam menuntut ilmu di sekolah-sekolah  Cina, Korea , Singapura dan Jepang, penanaman prinsip interpreneur sangat intens. Guru yang bertugas  di setiap kelas, mengingatkan dan memberikan motivasi, tentang pentingnya keterampilan dan intrepreneur.

2.Di Eropa
Di Eropa, anak-anak kecil, diajar tukar-tukaran benda mainan, dihitung dan penanaman jiwa bisnis. Setiap hari hal ini, terjadi di dunia pendidikan . Dalam  suatu kasus pembelaan  guru Jose mengatakan bahwa dirinya merasa seperti layaknya seorang ayah “Saya bertindak seperti ayah. Saya melihat dia sebagai anak yang menghina bapaknya.” Katanya guru senior yang sudah 29 tahun aktif di dunia pendidikan. Ini baru pertama kalinya ia menggunakan tangan, karena “baru pertama ini saya dihina oleh murid, " katanya dengan nada pilu.

3.Di  Amerika
Di Amerika, interpreneur sebagai lambang kemajuan bangsa .Berbeda dengan di Eropa, kalau di Amerika sudah bukan hal aneh lagi guru mukul murid. Di tahun ajaran 2006-2007, saja sudah lebih 200.000 siswa sekolah Amerika kena straf atau hukuman fisik. Itu laporan organisasi HAM, Human Rights Watch dan American Civil (Liberties Union yang terbit Rabu 20 Agustus 2008).
    Di Amerika sedang hangat-hangatnya diskusi soal manfaat dari straf fisik dalam dunia pendidikan. Di 21 negara bagian, masih memperbolehkan hukuman fisik di sekolah. Biasanya memukul bokong dengan sebilah kayu. Menariknya temuan di US itu, murid kulit hitam lebih sering dipukul dari pada siswa bule. Tidak disebutkan alasannya mengapa murid kulit hitam lebih sering dihukum.
2.Paradigma intrepreneur dalam Islam
Nabi Muhammad, seorang intrepreneur,
Mengembala kambing, berani berjemur,
Dilatih berdagang, sangat bersyukur,
Bekerja keras, tak pernah mundur.

Dorongan untuk menjadi wirausaha, sejak lama dikenal dalam Islam. Kini ada pembaharuan pemikiran hukum Islam pada masa kontemporer, umumnya berbentuk tawaran-tawaran metodologi baru yang berbeda dengan metodologi klasik. Paradigma yang digunakan lebih cenderung menekankan basarnya adalah  wahyu dari sisi konteksnya. Hubungan antara teks wahyu dengan perubahan sosial tidak hanya disusun dan difahami melalui interpretasi literal tetapi melalui interpretasi terhadap pesan universal yang dikandung oleh teks wahyu. Walaupun tawaran metodologi hukum Islam tersebut memiliki model yang berbeda-beda antara satu tokoh dengan yang lainnya, namun menurut penulis secara umum memiliki kecenderungan rasional-filosofis atau dengan kata lain menggunakan paradigma nalar burhani sebagai pijakan pemikiran mereka. Menurut Wael B. Hallaq, A. History of Islamic Legal Theories: An Introduction to Sunni Ushul Fiqh (Cambridge: Cambridge University Press, 1997: 231).

Disiplin ilmu hukum Islam baik ushul fikih maupun fikih bersama-sama dengan ilmu Bahasa Arab dan ilmu Kalam, pada dasarnya berpijak pada nalar bayani karena berlandaskan pada otoritas teks. Mayoritas ahli hukum Islam sepanjang sejarahnya memang telah menggunakan nalar bayani ini sebagai landasan berfikirnya. Al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi sumber hukum Islam merupakan teks yang berbahasa Arab, sehingga pada dasarnya pemikiran hukum Islam seliberal apapun tidak akan bisa mengelak atau lepas sama sekali dari teks. Oleh karena itu pemikiran hukum Islam yang memiliki kecendrungan rasional-filosofis sebagaimana diatas, pada dasarnya hanya “meminjam” nalar burhani sebagai dasar pijakan untuk menganalisa maksud teks Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam. Karenanya Al-Jabiri menyebut kecenderungan pemikiran rasional-filosofis dalam hukum Islam semacam ini dengan istilah ta’ sis al-bayan ‘ala al-burhan, yaitu membangun disiplin ilmu bayani (dalam hal ini hukum Islam) dengan dasar pijakan kerangka berfikir burhani. Muhammad ‘Abid al-Jabiri, Bun-yah al- Aql al-‘Arabi: Dirasah Tahliliyyah Naqdiyyah li Nuzum al-Ma ‘rifah fi as-Sagafah al-‘Arabiyyah (Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdah al-‘Arabiyyah, 1990 : 514) ,Lihat juga al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, terj. Ahmad Baso (Yogyakarta:LKiS, 2000: 118-132 dan 162-171
     Dalam tradisi berfikir literalisme ini dikenal dua  cara mendapatkan pengetahuan dari teks yaitu pertama, berpegang pada teks zahir. Kecenderungan ini berakar pada tradisi sebelum Ibn Rusyd (Andalusia) dan memuncak pada masa Ibn Hazam (azh-Zahiri). Kecenderungan tekstualisme ini sebenarnya mulai diperlihatkan oleh asy-Syafi’i bahkan mungkin bisa dikatakan beliau adalah peletak dasar paradigma literalisme. Sarana yang dipakai adalah kaedah bahasa Arab sedangkan yang menjadi sasarannya adalah teks al-Qur’an, Hadits dan Ijma’. Kedua, berpegang pada maksud teks bukan teks zahir. Kecendrungan ini berlaku pada tradisi setelah Ibn Rusyd terutama pada prakarsa asy-Syatibi. Berpegang pada maksud teks ini baru digunakan bila teks zahir ternyata tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang relatif baru. .Muhammad Abed al-Jabiri, Takwin al Aql al- ‘Arabi (Beirut al-Markaz as-Saqafi al-‘Arabi, 1993 : 96). Lihat juga kutipan Muhyar Fanani terhadap pemikiran al-Jabiri ini dalam Muhyar Fanani, Menelusuri Epistemologi, hlm 29.

       Bukti lain digunakannya paradigma literalisme dalam kajian hukum Islam klasik adalah begitu banyaknya pembahasan tentang kaidah kebahasaan dalam ilmu ushul fiqih, tentang kewajiban berjihad dan ijtihad dalam bidang wirausaha. Anehnya selama ini, ijtihad yang dipopulerkan, hanya di bidang fiqih ibadah, maka yang ditekuni cuma kajian usul fiqih. Al-Juwayni telah membuktikan hal tersebut dengan mengatakan sesungguhnya mayoritas pembahasan dalam ushul fiqih berkaitan dengan kata-kata (al. fazh) dan makna terkait dengan kata-kata haruslah disadari bahwa syariat itu berbahasa Arab. Seseorang tidak akan sempurna (dalam menguak) kandungan syariat selama ia belum menguasai Nahwu dan Bahasa Arab. Al-Juwayni, al-Burhan fi Ushul al-Fiqh, cet. 4, Editor, Abdul Adzim Mahmud ad-Dib (Manshurah, Mesir: al-Wafa, 1418,I, h, 130).
     Asy-Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Mukhyar Fanani juga menjelaskan bahwa al-Qur’an turun dengan bahasa Arab, bukan yang lain. Oleh karena itu seseorang yang tidak mengetahui keluasan bahasa Arab, aspek-aspeknya, kepadatan, dan keragaman maknanya, maka ia tidak akan mengetahui kejelasan semua pengetahuan dalam alkitab itu., Muhyar Fanani, Pemikiran Muhammad Syahrur,2007 dalam Ilmu Ushul Fikih: Teori Hudud sebagai Alternatif Pengembangan Ilmu Ushul Fikih,( Disertasi, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007: 438).
    Rasionalitas yang dibangun oleh ulama ushul fiqih tradisional sebenarnya ingin melakukan penalaran yang sesuai dengan tuntunan Allah yang ujungnya adalah tercapainya kemaslahatan manusia pada umumnya di dunia dan akhirat dan ini pada akhirnya terwadahi dalam metode berfikir yang baku yakni qiyas, istihsan, istislah, istishab, sadd al-zari’ah dan urf. Muhyar Fanani, Pemikiran Muhammad Syahrur dalam Ilmu Ushul Fikih: Teori Hudud sebagai Alternatif Pengembangan Ilmu Ushul Fikih, Disertasi, IAIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta,2009: 438).
     Paradigma di atas sebenarnya bisa difahami karena ahli hukum Islam (ushul fiqih) klasik memaknai hukum itu berasal dan titah ilahi sehingga hanya melalui teks-teks suci yang didengar Rasulullah sajalah pemanifestasian hukum itu dapat diketahui.. Syamsul Anwar, Epistemologi Hukum Islam dalam al-Musytasyfa min `Ilm al-Ushul Karya al-Ghazali (Tahun 450-505.H/1058-1111.M), Disertasi, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 163. Dalam hal ini, mayoritas ahli hukum Islam menganut faham optimisme bahasa yang dipengaruhi oleh teologi kekuasaan Ilahi, suatu faham yang menganggap bahwa bahasa adalah sarana memadai untuk melakukan komunikasi, suatu sunnah yang baku dan karena itu menjadi milik publik. Akibatnya pendekatan yang digunakan pun adalah pendekatan bayan atau tekstualis. Pandangan optimisme bahasa ini kemudian mengarah pada berkembangnya logika deduktif sehingga model pendekatan yang digunakanpun adalah teologis normative deduktif. Syamsul Anwar, Epistemologi Hukum Islam dalam al-Musytasyfa min `Ilm al-Ushul Karya al-Ghazali (450-505/1058-1111), Disertasi, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 163.
Paradigma literalistik dengan menggunakan model pendekatan yang teologis normatif-deduktif cendrung didominasi Aristotalian logic yang bercirikan dichotomous logic. Akibatnya, studi hukum Islam dipandang cendrung mendekati masalah secara hitam-putih, benar-salah, halal-haram, Islam-kafir, sunnah-bid’ah dan yang semacamnya walaupun sesungguhnya tujuan pokok agama diturunkan itu adalah mengajarkan tentang aturan-aturan hidup yang bersifat pasti (nilai, norma dan aturan), dan begitu pula hukum agama (Islam) di mana salah satu ciri pokok berfikir hukum adalah menuntut adanya kepastian dan bukan ketidak pastian. Pengertian seperti ini jelas tidak tepat. Selain terdiri atas kategori penilaian seperti halal atau haram, hukum Islam juga terdiri atas kategori-kategori relasional. Lebih penting lagi adalah bahwa hukum Islam sesungguhnya terdiri atas norma-norma berjenjang (berlapis),diarahkan kepada penggalian asas-asas dengan mempertimbangkan pendekatan pertingkatan norma sehingga lebih mudah merespons berbagai perkembangan masyarakat dari sudut hukum syari’ah. Paradigma ini berlangsung selama kurang lebih lima abad (dari abad ke-2 H sampai 7 H) dan mengalami perbaikan dengan munculnya asy-Syatibi pada abad ke 8 H yang menambahkan teori magashid asy-syari ‘ah yang mengacu pada maksud Allah sehingga tidak lagi terpaku pada literalisme teks.

            Kekerasan  bullying atau sering disebut disebut peer victimization dan hazing. Bullying adalah bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau  usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih ‘lemah’  oleh seseorang atau sekelompok orang yang  mempersepsikan dirinya lebih ‘kuat’. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti  ini terjadi di dalam sebuah kelompok misalnya  kelompok siswa satu sekolah, itulah sebabnya disebut sebagai peer victimization.
            Sedangkan hazing adalah kegiatanyang biasanya dilakukan oleh  anggota kelompok yang lebih senior berupa keharusan bagi yunior untuk melakukan  tugas-tugas memalukan, melecehkan, bahkan juga menyiksa atau setidaknya  menimbulkan ketidaknyamanan fisik maupun psikis sebagai syarat penerimaan  anggota baru sebuah kelompok. Kegiatan semacam ini dikenal dengan MOS (Masa  Orientasi Studi) yang biasanya sudah merupakan tradisi dari tahun ke tahun  terutama di SMP dan SMU di Indonesia.
           Walaupun tujuan hazing adalah sebagai inisiasi  penerimaan seseorang dalam sebuah kelompok, dan biasanya hanya berlangsung  beberapa hari, namun belakangan ini ada kecenderungan untuk memperpanjang masa  inisiasi secara informal. Misalnya saja setelah MOS sekolah, maka ada lagi inisiasi  dari kelompok ekskulnya, yang biasanya berbulan-bulan.  Di sebagian negara Barat, baik hazing  maupun bullying dianggap sebagai hal  yang serius, karena banyak penelitian yang menunjukkan dampak negatif dari  perilaku ini bagi perkembangan anak. Beberapa dampak  yang paling menonjol bagi siswa adalah  keengganan /ketakutan untuk datang ke sekolah,  depresi dari ringan sampai berat, prestasi belajar yang menurun.
            Di internet, penulis menemukan hukuman pukulan dengan rotan, bagi anak-anak Barat, yang mereka kutip dari kitab Taurat dan Injil, tantang prinsip hukuman fisik sebagai berikut:
           Hukuman bagi perilaku anak yang salah dan bukan menghukum orangnya. Sewaktu menghukum anak, tidak melihat pribadinya, supaya tidak merusak hubungan  dengan mereka. Apabila mereka gagal dalam belajar,  harus dibantu , bukan menganggap mereka anak yang bodoh:
1.      Allah menciptakan satu bagian tubuh yang banyak dagingnya yang terhindar dari luka-luka karena pukulan yaitu pantat.dan betis “.Padanya terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal budi” (Amsal 10:13).
2.      “Hukuman bagi sipencemooh tersedia '' pukulan'' bagi punggung orang bebal” (Amsal 19:29).
3.       “Cemeti adalah untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk punggung orang bebal” (Amsal 26:3). Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “punggung”                    
             Kasus  kekerasan  pada anak adalah kasus yang sangat pelik. Di mana jenis kasusnya yang beragam, interprestasi mengenai kekerasan pun masih penuh dengan perdebatan. Sebagian orang menganggap bahwa kasus kekerasan digunakan sebagai hak otonominya, dan bersifat pribadi, dan orang lain tidak boleh mengetahuinya karena termasuk aib yang harus ditutupi. Dengan alasan ini, sehingga banyak kasus-kasus kekerasan tidak bisa diungkap. Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi: Kekerasan pada anak juga dipengaruhi oleh tayangan televisi yang marak akhir-akhir ini, namun semua itu harus disikapi bijaksana oleh para orangtua, seperti mengingatkan agar anak tidak banyak nonton sinetron televisi yang menayangkan kekerasan.
           Ada dengar pendapat tentang kekerasan yang ditayangkan televisi, namun semua itu adalah nafas dan siaran televisi. Jadi, kita tidak bisa berkutik. Karena itu, orang tua harus mengalah jangan menonton televisi sepanjang hari. Jika tidak begitu, maka anak akan ikut-ikutan menonton televisi sampai larut dan mengabaikan tugas utamanya, yaitu belajar, “kata Seto. Ditambahkannya, orang tua harus mampu menjadi contoh anak-anaknya untuk bertingkah laku positif di rumah.
           Kekerasan terhadap anak dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan karena diabaikan dan kekerasan emosi. Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan terdapat cedera yang terlihat pada badan anak akibat adanya kekerasan itu. Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak. Kekerasan seksual adalah apabila anak disiksa diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks di mana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.

Hukuman  fisik yang berkaitan dengan pendidikan menurut hukum Islam disebutkan di dalam Al-Qur’an dan hadits yaitu kata-kata teguran keras,biasanya bila menegur dengan keras anak yang berbuat salah, dia akan berhenti berbuat kesalahan dan duduk kembali dengan penuh adab. Metode ini diterapkan pula oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat melihat seseorang yang menggiring unta hadyu (hewan kurban bagi jamaah haji) dalam perjalanannya berhaji dan tidak mau menungganginya. Beliau mengatakan, “Tunggangi hewan itu!” Orang itu menyangka bahwa hewan hadyu tidak boleh ditunggangi, hingga ia pun menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini hewan hadyu!” Setelah dua atau  tiga kali, akhirnya beliau menghardiknya, “Tunggangi hewan itu! Celaka kamu!” Menghentikan perbuatan anak
Jika anak ribut berbicara dalam pelajaran, bisa menghentikannya dengan suara keras. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada seseorang yang bersendawa di hadapan beliau:
Untitled-4.jpg
“Hentikan sendawamu di hadapan kami!” HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi

          Memalingkan wajah ,ketika anak berbohong, memaksa minta sesuatu yang tak layak, atau berbuat kesalahan yang lain, boleh kita palingkan wajah darinya, agar si anak tahu kemarahan kita dan menghentikan perbuatannya.

Mendiamkan itu  boleh,  (tidak berbicara dengan) anak yang melakukan kesalahan seperti meninggalkan shalat, menonton film, atau perbuatan-perbuatan yang tidak beradab lain. Paling lama waktunya tiga hari, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Untitled-4.jpg
“Tidak halal bagi seorang muslim jika ia mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.”

Cercaan , gunanya jika anak melakukan dosa besar, boleh mencercanya bila nasihat dan bimbingan tidak lagi berpengaruh.

Hukuman berupa keharusan duduk Qurfusha-adalah duduk dengan  menekuk kedua kaki, telapak kaki menempel di tanah dan paha menempel ke perut.
          Anak yang malas atau bandel bisa dihukum dengan menyuruhnya duduk qurfusha’ sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. Posisi seperti ini akan membuatnya capai dan menjadi hukuman baginya. Ini jauh lebih baik dari pada  memukulnya dengan tangan atau tongkat. Hukuman orang tua dan guru. Bila murid terus-menerus mengulang kesalahannya setelah diberi nasihat, bisa menulis surat untuk walinya dan menyerahkan kepada wali untuk menghukumnya. Dengan cara ini, akan sempurna kerjasama antara sekolah dengan keluarga dalam mendidik anak. Ada praktek menggantungkan cambuk. Bisa pula digantungkan cambuk di dinding, sehingga anak mudah melihatnya dan merasa takut mendapatkan hukuman. Rasulullah  pernah bersabda:
Untitled-5.jpg
“Gantungkanlah cambuk di tempat yang mudah dilihat anggota keluarga, karena demikian ini merupakan pendidikan bagi mereka.”HR. Ath-Thabarani, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah No. 1447
Namun bukanlah yang diinginkan di sini untuk memukul, karena beliau tidak memerintahkan demikian. Hukuman Pukulan ringan. Bila metode lain tidak membuahkan hasil, boleh memukul dengan pukulan ringan, terutama ketika memerintahkan mereka menunaikan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Untitled-5.jpg
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.”
           Inilah catatan , dalam memberikan hukuman dan penghargaan pada anak. Diiringi do’a dan permohonan kepada pencipta semesta alam, semoga terwujud keinginan , agar anak-anak menjadi penyejuk mata. Secara filosofis, orang tua merasa bertanggung jawab untuk mendisiplinkan dan menghukum anak demi kebaikan si anak  kelak. Bahkan, secara tradisional pun, hukuman badan telah diterima sebagai salah  satu metode yang sangat efektif untuk mengendalikan dan mendisiplinkan anak.  Hal ini didukung oleh masyarakat yang percaya bahwa hukuman badan penting untuk mencegah degradasi moral, baik dalam kalangan rumah tangga maupun masyarakat. Hadits Riwayat Ahmad ini, menurut Al-Bani adalah shahih al-jami'I al-Shaghir, no.5744, dikatakan lagi bahwa hadits ini hasan.
Di sekolah, hukuman badan masih sering digunakan. Banyak guru atau para pendidik berpendapat, ketakutan murid pada hukuman fisik akan menambah kekuatan atau kewibawaan guru. Dengan demikian sang murid akan lebih mudah dikendalikan. Namun, ini bukanlah satu-satunya cara untuk mengendalikan murid atau anak. Ada banyak metode yang bisa dipilih untuk menumbuhkan kepatuhan atau kedisiplinan. Namun, jika semua metode tersebut sudah tidak mempan, hukuman badan bisa dijadikan jalan terakhir untuk menumbuhkan kepatuhan.
Bisa berakibat buruk terhadap hukuman yang diterima, si anak bakal memberikan reaksi aktif atau pasif. Reaksi aktif dapat dilihat saat hukuman berlangsung. Umpamanya, berteriak, mengentak-entakkan kaki,  Sedangkan reaksi pasif pada umumnya tidak ditunjukkan di depan orang tuanya. Contohnya, menyalurkan kemarahan kepada adiknya atau pembantu rumah tangganya,terjadi hampir di seluruh daerah.
            Bahan hukum tertier pada penelitian ini adalah kamus hukum, kamus agama dan ensiklopedi yang menerangkan tentang pengertian hukuman fisik, serta hukum-hukum yang terkait, atau istilah-istilah lain yang selama ini kurang dikenal. Kemudian artikel-artikel yang terpilih dari surat kabar dan majalah Tempo, Forum Keadilan, Gatra dan Sabili. Di samping media cetak itu, penulis juga menggunakan media elektronik yaitu radio dan televisi, terutama internet. Fokus tulisan ini, sesuai dengan disiplin ilmu hukum (PKN) dan Pendidikan Agama Islam yang berkaitan dengan dasar-dasar hukum  penggunaan hukuman fisik di dalam. Al-Qur’an untuk mendapatkan ayat-ayat yang tepat yang memberikan informasi tentang hukuman fisik. Karena itu penulis terlebih dahulu merancang beberapa hal, antara lain :

1.      Tujuan ayatnya yang jelas
2.      Adanya keterkaitannya dengan pembahasan
3.      Adanya metode pengambilan ayat yang tepat

         Karena tulisan  ini berupa studi lapangan yang dikuatkan dengan studi teks atau normatif. ketersediaannya buku- buku teks berupa tafsir ayat-ayat Al-Qur’an yang benar-benar dapat dikaitkan dengan hukuman fisik bagi anak-anak.

3.Karakter dalam pandangan jenius lokal

Kalau tuan, mencari kutu,
Jangan disuruh, orang buta.
Jika ingin, pendidikan bermutu,
Tanamkan prinsip, wiraswasta.

Nyiur dan batu, di tepi guha,
       Tempat nelayan, membakar ikan.
Entrepreneur itu, wirausaha,
       Ditanamkan, melalui pendidikan.

     1. Dewandaru, “Pohon kekayaan” di Gunung Kawi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnjsfc7uTljFemEjs6nMTUM-u0Xjzt5DYEK3aNwgr1kqoz6_JyqbVpl__fgj5h_TZUyQbTsftQqOOfgnzPW2J3BdV9KZKJnG0yS3XXo0gYLE8nIIstBjEZ2X8-mgY-ylF1EWcKcfM-jaM/s320/Gapura+Gunung+Kawi.jpg

POHON ANTI  KERJA  KERAS

      Gunung Kawi, terletak di ketinggian 500 sampai dengan 3000 meter di atas permukaan laut (dpl), persis berada di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang. Menuju tempat ini harus melalui jalanan yang berliku dan menanjak naik.
Namun, jalanan seperti seolah bukan halangan bagi beberapa mobil yang melaju pelan. Mobil-mobil itu menuju ke sebuah pesarean yang berada di Gunung Kawi yang terletak di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang.

      Mulai dari warga keturunan tionghoa, hingga masyarakat biasa bercampur baur menjadi satu. Tujuannya mereka sama, berziarah di makam Raden Mas Kyai Zakaria II alias Mbah Jugo, dan Raden Mas Imam Sujono, alias Mbah Sujo.
Dari tempat parkir, berjalan menyusuri penginapan dan hotel yang berjajar menyambut tamu. Sementara berbagai jenis toko makanan hingga toko perlengkapan ziarah juga berjajar rapi. Berjalan mendekati kompleks makam, terlihat beberapa warga melihat bangunan Kelenteng Kwan Im yang ludes terbakar api  beberapa hari sebelumnya.


     Beberapa warga keturunan Tionghoa, secara bergantian menuju ciamsi, atau ruang untuk ajang meramal nasib ala Tionghoa. Sementara bagi warga biasa, sebelum masuk menuju kompleks makam, menyempatkan diri untuk membeli bunga seharga Rp 2.000 sebagai syarat ziarah.
Jarum jam baru menujukkan sekitar pukul 16.00 sore, diareal pemakaman sudah terliat belasan orang duduk di bangku panjang, mirip bangku di halte bis. Sementara beberapa orang terlihat duduk bergerombol di dekat sebuah pohon yang berusia sekitar 2 abad.
Dengan mimik muka serius, seolah gerimis hujan yang turun sore itu tidak ada artinya. Beberapa diantaranya mendongakkan kepala, melihat diatas pohon itu. Sementara lainnya, berjalan mengitari pohon sambil mata tajam mengawasi lantai di bawah pohon yang kokoh berdiri.
Begitu sehelai daun terlihat jatuh, beberapa orang yang bergerombol itu berebut untuk memungutnya. Tawa cekikikan diantara mereka seolah baru menemukan bongkahan emas dan berlian
.
2. Pohon dewandaru, atau ceremai Belanda,

 begitu disebut pohon yang ditunggui jatuhnya daun atau buahnya oleh orang-orang itu. Berharap ada berkah yang didapat saat mendapatkan daun atau buah dewandaru yang buahnya memang mirip buah ceremai ini.
Ada mitos yang diyakini oleh peziarah di kompleks pemakaman Gunung Kawi ini, yakni siapa saja yang mendapat buah atau daun dari pohon dewandaru ini akan lancar rezekinya. Tidak boleh memetik sendiri, harus menunggu daun atau buahnya jatuh sendiri.
Pohon yang oleh sebagian orang diyakini adalah tongkat dari Raden Mas Imam Sujono, alias Mbah Sujo yang ditancapkan dan berubah menjadi pohon. Ada pula yang meyakini pohon ini ditanam oleh kedua tokoh sebagai penanda bila daerah Gunung Kawi subur, tentram dan wilayah yang aman
.
      Karena itulah banyak masyarakat baik keturunan tionghoa atau masyarakat biasa yang datang dari berbagai pelosok daerah untuk menunggu kejatuhan daun atau buahnya. Mengharap ada berkah kelancaran rezeki yang didapat.
Misti, warga Tawangmangu yang kini tinggal di Jakarta misalnya. Dia pernah mendapat 3 buah dewandaru saat berziarah pada 2001 silam. Diyakininya, setelah mendapat buah itu usaha konveksi kaos dan jual batik di jakarta lancar.
Bahkan dengan lancarnya rezeki yang diyakini berkah dari buah dewandaru, Misti bisa membangun rumahnya di Tawangmangu hingga menjadi bangunan 3 tingkat hingga mampu membeli mobil.
Namun, bisnisnya merosot tajam dan dikatakannya hancur pada 2008 silam. Untuk itu dia kembali ke Gunung Kawi untuk ngalap berkah dari pohon dewandaru.

     Berangkat dari Jakarta secara estafet dengan naik bus sejak Selasa (6/4), dia menyempatkan untuk berziarah di Kediri sebelum tiba di Gunung Kawi, Kabupaten Malang pada Kamis (8/4) siang dan pada Jumat (9/4) pagi dia kembali langsung ke Jakarta.
“Memang semua itu dari tuhan, tapi kalau kita tidak berusaha maka saya yakin tidak akan membuahkan hasil,” tutur Misti janda beranak satu. Matanya tajam memandang ke atas pohon, sesekali melihat di lantai bawah disekitar pohon. Berharap ada daun atau buah yang jatuh dan bisa diambilnya.
Dia sendiri mengaku sudah sering berziarah ke tempat yang dianggap keramat. Bahkan pernah semalam di sebuah kuburan yang dianggap keramat, yakni makam mbah joko lelono di sekitar Tawangmangujuga.
     
       Kali ini misti kembali lagi ke Gunung Kawi untuk berdoa dan meminta berkah dari buah atau daun dewandaru ini. “Saya kembali untuk berusaha lagi, saya merasa cocok dengan Gunung Kawi,” tuturnya sambil menunjukkan buah dewandaru miliknya yang sudah hancur dan berwarna kecoklatan. Buah itu dibungkus dengan menggunakan uang dua puluh ribuan yang uangnya juga terlihat sudah lecek karena disimpan didompet.
Meskidemikian, dia tetap memberi minyak wangi pada bungkusan buah dewandaru miliknya itu setiap jumat. “walau hanya dapat daun, simpan saja di dompet dan bungkus dengan uang kertas sebagai pancingan. Tapi harus diyakini akan membuahkan hasil,” katanya.
 
      Menjelang magrib, hujan yang turun dengan lebat membuat beberapa orang meninggalkan pohon itu. Saat malam, atau menjelang dibukanya pintu masuk ke dalam makam, area pohon itu kembali didatangi oleh beberapa orang.
Sambil menunggu ritual berdoa di dalam makam, baik pria atau wanita, pribumi atau keturunan tionghoa juga berharap kejatuhan buah dewandaru. Sekitar pukul 20. 00, sesaat gerombolan orang yang menunggu pohon masuk ke dalam makam yang persis berada disamping pohon dewandaru. Berbaur dengan peziarah yang baru saja datang dengan membawa bunga ziarah.

3. Semerbak aroma kemenyan,
      Bau  kemenyan memenuhi komplek areal pemakaman itu. Dengan dipimpin oleh seorang petugas dengan membawa perlengkapan ritual. Peziarah menyerahkan bunga kepada sang petugas yang lantas membaca doa dengan bahasa jawa. Hanya beberapa menit ritual itu, selesai doa, beberapa kembali menunggu pohon, sementara sebagian besar lagi memilih untuk turun keluar kompleks.

      Pohon dewandaru sendiri terletak dikomplek makam Kyai Imam Sudjono dan Raden Mas Zakaria II. Dari satu induk pohon, terdapat beberapa anak pohon yang menjuntai tinggi. Pohon ini dikelilingi pagar yang terbuat dari teralis besi. Pagar yang mengelilingi pohon hanya berukuran lebar 2x0,5 meter dengan ketinggian sekitar 0,5 meter. Hanya terlihat beberapa buah saja yang muncul di pohon, tidak lebih dari sepuluh buah.

Batang pohonnya berwarna putih abu-abu dengan buahnya mirip seperti buah ceremai.
    Tidak banyak memang buah yang dihasilkan dari pohon ini, namun dipastikan selalu berbuah. Usia pohon sendiri sudah teramat tua. Diperkirakan ditanam sekitar tahun 1871 M oleh Kyai Imam Sudjono.
Meski hujan deras, daun yang jatuh hanya beberapa lembar saja. Sementara buahnya, kokoh menempel di dahan. Seolah-olah pohon tua itu masih cukup kuat menghadapi angin dan hujan yang menghantam.
    
      Cahyono, salah seorang petugas Pusat Informasi Komplek Gunung Kawi mengatakan, pohon ini sendiri adalah tanaman dari Belanda. Tanaman jenis ini di Indonesia hanya ada di Gunung Kawi saja, karena dibawa oleh Kyai Imam Sudjono dari Batavia.
“Entah bagaimana kronologisnya, tapi yang jelas bukan dari tongkat Kyai Imam Sudjono atau tongkat milik Kyai Imam Zakaria yang ditancapkan dan berubah menjadi pohon dewandaru yang kini usianya lebih dari 200 tahun,” jelas Cahyono.
    
      Menurutnya, pohon dewandaru selalu berbuah meski tidak banyak. Namun saat September, pohon ini bisa berbuah sedikit lebih banyak dibanding dengan bulan-bulan biasa. Cahyono menambahkan, dibutuhkan waktu sekitar satu bulan buah dewandaru bisa matang. Yakni proses dari masih bunga, menjadi buah kecil berwarna hijau, kemudian kuning, dan menjadi kuning kemerahan hingga merah kehitaman sebagai pertanda buah sudah masak.
“Kalau soal buah atau daun dianggap bisa mendatangakn rezeki, itu menurut keyakinan masing-masing,” tutur Cahyono.

Dewandaru, Tanaman Berumur Panjang
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlpUYuaqys2m0Cib2phAahpoPD8AGsvBl3Mt5GJQ3Dyghpemc8JHW4bVIC2plLCO37mb-LcSS8Tar08yEOh-mbxJbe8hkaTkYOu02EKzIyRVS3WGX1TjjMxIcAhDBmXAVWcIgI2ccC-7g/s320/Dewandaru......jpg

       Dewandaru atau nama latinnya Eugenia uniflora, termasuk tanaman dikotil berakar tunggang.  Tanaman ini secara genetical cukup tahan lama atau berumur panjang. Apalagi berada di daerah yang suhu udaranya menunjang seperti di Gunung Kawi, Kabupaten Malang. Demikian dikatakan Ir. Sitawati, MS dari jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.
“Tanaman ini berasal dari wilayah Amrika Selatan, terutama dari Brazil, Argentina dan Uruguay. Pohon Dewandaru cukup tahan lama dan tidak mengenal musim, makanya selalu berbuah kapan saja,” urai Sita.
      
       Menurutnya, tanaman jenis perdu ini memang tidak mengenal musim. Dengan kata lain, setiap saat bisa berbuah. Untuk pohon yang yang berada di Gunung Kawi, kata Sita, suhu udara yang sejuk mempengaruhi usia pohon bisa sampai tua dan tetap berbuah.
Daunnya yang kecil, membuat pohon ini cukup efisien untuk proses berfotosintesis sehingga tahan lama. Sehingga bisa memperlambat untuk proses gugur daun atau pun buahnya. Karena gas ettilen untuk fotosintesis di dalam ranting atau dahan pohon bisa ditahan lebih lama lagi.
“Di tempat yang panas, daun atau buah pohon ini mudah sekali jatuh. Sementara di gunung Kawi, suhu udara yang sejuk atau rendah membuat tanaman ini tidak mudah jatuh daun dan buahnya,” tutur Sita.
    
     Kalau saja pohon ini masih muda, sambung dia, bisa jadi berbuah cukup lebat seperti pohon umumnya. Namun karena usianya yang tergolong tua, ditambah lagi suhu udara yang mendukung, setidaknya setiap bulan bisa menghasilkan 10 buah saja sudah bagus, jelas Sita.
“Apakah benar buah yang jatuh dari pohon bisa membawa peruntungan bagi yang menemukannya, itu saya tidak tahu,” kata Sita.
    
     Buah dan daun dewandaru yang dalam bahasa latin disebut eugenia uniflora sendiri diperayai mempunyai khasiat untuk kesehatan. Yaitu bisa mengurangi tekanan darah tinggi dan untuk menurunkan kolesterol. Tanaman perdu ini tumbuh secara tahunan dengan tinggi lebih dari 5 meter. Habitat dan penyebaran di negara-negara Amerika Selatan terutama di Brasil, Argentina, Uruguay, dan Paraguay. Tanaman ini menyebar di Indonesia hingga di daerah Sumatera dan Jawa. Di Indonesia di kenal dengan sebutan ceremai asam, belimbing londo, dewandaru. http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif

Sungai Rokan ,kampung Rokan,
Kupu-kupu , di papan keranda.
Sesuku bukan , samarga  bukan.,
Setanah air, saling membela..

    Padi perak,  berdaun suasa,
         Buahnya bagai,  emas merah;
                Punya etos kerja,  lagi berbahasa,
           Itulah tanda, generasi bertuah.


Menanam selasih, di bumi Riau,
Selasih ditanam,  di ujung serambi,
Bagailah mana hati , tidak risau,
Jika  sarjana , kehilangan budi.


             Air pasang,  membawa gurita,
         Pasang tidak,  waktu libur,
       Budi tuan,  lekat di mata,
                 Tapi  jangan, jadi penganggur.


Pasang kelambu,  tepi jendela,
Supaya senang,  pintu dikunci;
Biar beribu dara,  dan janda,
Saya memilih , yang religi.

                                                 

               Penat sudah, ke gunung Daik,
             Tidak sampai,  ke Pulau Bali.
             Penat sudah,  guru mendidik,
      Para murid , tidak peduli.


Pilih-pilih,  buah kedondong,
Cari yang manis,  tiada bijinya;
Terpilih pasangan, orang penodong,
Seminggu hilang, bertemu di penjara.


     Pipit ampat dibilang anam,
                  Terbang tinggi,  tinggalkan sarang;
Sakit diubat mati ditanam,
         Wajah penipu, dikenang orang.


Pisang emas,  bawa belayar,
Diletak budak,  di atas peti;
Para koruptor, semakin ganas,
Mengapa tidak,  dihukum mati.




Pokok keladi,  di tepi paya,
         Bunga teratai,  kembang bertaut;
        Kalau berbudi,  pada yang kaya,
               Sama mencurahkan,  garam ke laut.


Pohon pauh,  tepi permatang,
Pokok pandan , tepi perigi.
Ada manusia, berperangai binatang,
Suka selingkuh, hobi korupsi..


Puas sudah,  menanam ubi,
   Nanas datang , dari seberang;
          Puas sudah memberantas korupsi,
    Kolusi juga, dilakukan orang.





Danau  Maninjau , seperti kuali,
Ada  selasih, di dekat   tangga.
Hati risau, melihat  istri,
Memadu   kasih,  dengan  tetangga..





            Pucuk manis,  pucuk padi,
              Daun pulut,  dimakan  rusa;
                          Kelingking berkait,  merusak  budi,
              Hilang malu, hilang perisa.


Pucuk palas,  si daun palas,
Tetak mari,  beranti-ranti;
Bukan malas ,sembarang  malas,
Tidur pagi, sampai tengah hari..


Pulau Daik , banyak kelapa,
       Pulau Karimon,  banyak pegaga;
        Kelingking berkait,  payah dilupa,
  Beribu tahun,  disumpahi juga.


Pulau Pandan,  jauh ke tengah,
Gunung Daik,  bercabang dua;
Gatal badan,  kudis  bernanah,
berteman  hantu, dilakukan  juga.


     Pulau Pisang,  Pulau Pauh,
            Sampai ketiga,  Pulau Kemudi;
Kami datang,  dari jauh,
  Ditipu orang, tidak  budi.


Rumah buruk , serambi tak baik,
Serai seulas , di dalam dulang;
Rupa buruk,  budi pun tak baik,
Tetap  dihargai, kalau  banyak uang.



Sapu tangan,  bersiring hijau,
Oleh membeli,  kedai Yahudi;
Luka di tangan,  kerana pisau,
Luka di hati , kerana budi.



Sapu tangan , jatuh ke laut,
Jatuh ke laut,  dengan alasnya;
Amboi berat,  dosa disebut,
Bermanin jin,  dengan tumbalnya.


Sayang muara,  tidak berbukit,
Banyak bukit , tumbuh ilalang;
              Menderita berteman ,  orang yang pelit,
Apa  dipinjam, langsung  hilang.


Sayang Pak Pandir,  me
mancing di parit,
Ditabrak  motor, sampai pingsan.
Telunjuk lurus, kelingking berkait,
Berbicara kotor, humor menggelikan.



          Perompak belayar , membawa  besi,
            Singgah sebentar,  mengambil  sapu.
     Jangan dibiar, pencopet berdasi,
Setiap bicara , pasti menipu..



Semenjak kentang , selalu  dijerang,
Ketela  tidak ,  lagi berisi.
Semenjak duit,  disembah orang,
Beragama seksedar, berbasa-basi..






Sudah   di reka,  buah kuini,
Ikan di laut,  ibarat bakorang;
Dari dahulu,  sampai kini,,
Wanita cantik, hatinya curang..
 




Sungguh indah,  Tanjung Lumpur,
Tempat lalu , kapal dagang;
Hati gundah,  rasa terhibur,
Budi yang baik,  punca kenang.


Tabir-tabir,  kayu dilintang,
Katak makan,  si daun ubi;
Perlahan-lahan,  apa dirunding,
Banyak pencuri, pura-pura berbudi.



Tanam ubi,  digali ubi,
Gali ubi,  tepi telaga;
Kalau  Cina, menabur budi,
Budi itu, hanya  taktiknya.


   Tebang kayu,  buatkan sampan,
Sampan dibuat,  siap kemudi;
           Penjual wanita, ialah orang tampan.
        Wanitanya kehilangan, harga diri..


Tebing Tinggi , kampung ternama,
Nampak dari , Kuala Segamat;
Bila wanita,  budinya  lemah,
Hilanglah malu,  dekatnya kiamat.


Tenang-tenang, air di laut,
          Sampan kolek,  hanyut  ke Cina.
                 Kelingking berkait, selalu tersebut,
      Pelit dan licik, tiada taranya.


Burung gereja, ditangkap elang,
Jatuh ke parit, dekat jambangan.
Etos kerja, manakan hilang,
Rajin kreatif, jadi kenangan.
   

  Habis lilin, sabut  kelapa,
           Dibakar pula, batang jerami,
          Gadis miskin tidak mengapa,
                   Suadagar kaya bisa,  berpoligami.


Ubi bukan, sembarang ubi,
Ubi ketela,  dalam dulang;
Mencuri bukan, sembarang  mencuri,
Mencuri dalam, genggaman orang?


                                                        Pohon  bunga,  di dalam kendi,
                                                        Dua kendi,  milik kelana.
                                                        Koruptor bisa,  mengenal budi,
                                                        Dalam budi, korban terlena.


Pasang kecil,  air di laut,
Sampan kolek , di Pariaman.
Anak kecil, hobi mencarut,
Setelah besar, menjadi preman.

C. Pembahasan
1. Data kepustakaan
           Di samping hasil pemikiran sendiri, penulis juga mencari informasi di perpustakaan, berupa buku jurnal dan internert.
“Membangkitkan Mental Wirausaha”


             Setiap orang pada umumnya pasti akan selalu dibingungkan ketika ditanya, usaha apa yang ingin anda bangun ? Ide usaha memang menjadi kekayaan pertama ketika orang ingin membangun usaha dari nol. Perlu diketahui bahwa negara China, Jepang kenapa lebih maju dari pada Indonesia, karena mereka banyak yang membuat inovasi dari hasil karya di negara-negara barat, sebagai contoh : industri mainan anak-anak produksi negara barat selalu dipatok dengan harga mahal karena memang kualitas bahan lebih bagus, namun negara China mampu membuatnya dengan produksi yang lebih murah dan kualitas tidak begitu lebih baik.

           Namun mereka lebih melihat pangsa pasar dan kemampuan daya beli masyarakat di dunia. Karena hampir separuh lebih penduduk di dunia pasti orang kalangan menengah kebawah. Untuk itu kalo kita ciptakan produk barang pasti yang harus kita lihat adalah siapa penggunanya/konsumennya. Bisa saya simpulkan bahwa kalau kemampuan kita belum mampu membuat sesuatu yang baru, cukup kita bisa menirunya saja dari yang ada kemudian buatlah inovasinya dan kemudian akan menjdi sesuatu yang berharga dan punya nilai jual yang lebih.
Wahai saudaraku, marilah kita bangkit dari keterpurukan krisis ini, sampai kapan ekonomi akan lebih baik ? semuanya tidak ada yang tahu, yang tahu hanya diri kita sendiri, seberapa besar kemampuan kita menjadi lebih baik dan memberikan manfaat kepada orang lain. Marilah kita bantu mereka yang belum pernah mengenyam pendidikan dengan sedikit ilmu yang kita peroleh. Berikan motivasi diri agar mereka yakin bahwa mereka mampu. Kami yakin dengan keyakinan yang timbul pada diri mereka sendiri, maka akan membangkitkan gairah usaha yang berlebih dan akhirnya memotivasi kita untuk menjadi lebih baik dalam kualitas hidup.
        
          Marilah kita fokus terhadap perbaikan mental pribadi masing-masing. Janganlah terlalu berlebih-lebihan menilai kelebihan kita sendiri, jangan terlalu melihat keburukan orang lain, jangan mau diadu domba untuk saling bertentangan apalagi masalah agama, budaya dan kesukuan. Ingatlah bahwa Tuhan telah menciptkan kita sudah berbeda-beda, kenapa kita selalu merisaukannya. Marilah introspeksi untuk diri kita sendiri, bahwasanya kita saudara. Biarkanlah Israel bagaikan manusia kesurupan yang haus akan darah manusia, karena yang mereka pikirkan hanya perang dan perang lagi. Damai itu sebuah keindahan dan tentunya akan memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Jangan tunggu lama-lama lagi GALILAH Ide anda saat ini, tirulah sesuatu yang ada dan Modifikasilah menjadi sesuatu yang lebih

             Semua penelitian memerlukan studi pustaka. Walaupun orang sering membedakan antara riset kepustakaan dan riset lapangan, keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaan utamanya hanyalah terletak pada fungsi, tujuan  dan atau kedudukan studi pustaka dalam masing-masing riset tersebut. Dalam riset pustaka, penelusuran pustaka penulis lebih daripada sekedar melayani fungsi-fungsi  persiapan kerangka penelitian, mempertajam metodelogi  atau memperdalam kajian teoretis. Riset ini diharapkan  dapat sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya tanpa melakukan riset lapangan.

            Idealnya sebuah riset profesional menggunakan kombinasi riset pustaka dan lapangan dengan penekanan pada salah satu  di antaranya. Namun ada kalanya mereka membatasi penelitian pada studi pustaka saja. Paling tidak ada tiga alasan kenapa mereka melakukan hal ini. Pertama: karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian pustaka dan mungkin tidak bisa mengharapkan datanya dari riset lapangan. Kedua: studi pustaka diperlukan sebagai satu tahap tersendiri  yaitu studi pendahuluan untuk memahami gejala baru yang terjadi dalam masyarakat. Ketiga: data  pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan penelitiannya.   Sewaktu menghukum anak, tidak melihat pribadinya, supaya tidak merusak hubungan  dengan mereka. Apabila mereka gagal dalam belajar,  harus dibantu , bukan menganggap mereka anak yang bodoh:
1.      Allah menciptakan satu bagian tubuh yang banyak dagingnya yang terhindar dari luka-luka karena pukulan yaitu pantat.dan betis “.Padanya terdapat hikmat, tetapi pentung tersedia bagi punggung orang yang tidak berakal budi” (Amsal 10:13).
2.      “Hukuman bagi sipencemooh tersedia '' pukulan'' bagi punggung orang bebal” (Amsal 19:29).
3.       “Cemeti adalah untuk kuda, kekang untuk keledai, dan pentung untuk punggung orang bebal” (Amsal 26:3). Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “punggung” orang yang bebal.                   
             Kasus  kekerasan  pada anak adalah kasus yang sangat pelik. Di mana jenis kasusnya yang beragam, interprestasi mengenai kekerasan pun masih penuh dengan perdebatan. Sebagian orang menganggap bahwa kasus kekerasan digunakan sebagai hak otonominya, dan bersifat pribadi, dan orang lain tidak boleh mengetahuinya karena termasuk aib yang harus ditutupi. Dengan alasan ini, sehingga banyak kasus-kasus kekerasan tidak bisa diungkap. Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi: Kekerasan pada anak juga dipengaruhi oleh tayangan televisi yang marak akhir-akhir ini, namun semua itu harus disikapi bijaksana oleh para orangtua, seperti mengingatkan agar anak tidak banyak nonton sinetron televisi yang menayangkan kekerasan.
Ada beberapa pendapat tentang kekerasan yang ditayangkan televisi, namun semua itu adalah nafas dan siaran televisi. Jadi, tidak bisa berkutik. Karena itu, orang tua harus mengalah jangan menonton televisi sepanjang hari. Jika tidak begitu, maka anak akan ikut-ikutan menonton televisi sampai larut dan mengabaikan tugas utamanya, yaitu belajar, “kata Seto. Ditambahkannya, orang tua harus mampu menjadi contoh anak-anaknya untuk bertingkah laku positif di rumah.
Kekerasan terhadap anak dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan karena diabaikan dan kekerasan emosi. Kekerasan fisik adalah apabila anak-anak disiksa secara fisik dan terdapat cedera yang terlihat pada badan anak akibat adanya kekerasan itu. Kekerasan ini dilakukan dengan sengaja terhadap badan anak. Kekerasan seksual adalah apabila anak disiksa diperlakukan secara seksual dan juga terlibat atau ambil bagian atau melihat aktivitas yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu yang bertujuan mengeksploitasi seks di mana seseorang memuaskan nafsu seksnya kepada orang lain.

2. Pertentangan antara hukum Islam dan hukum perlindungan anak, tentang sanksi hukuman fisik terhadap anak-anak ..?
Tidak benar, terjadi pertentangan antara Huukum Islam dan Hukum positif, tentang larangan hukuman fifsik.Untuk lebih jelasnya dan lebih menarik lagi keterangan di dalam Hadits Riwayat Bukhari no. 6160  dan Muslim  no.1322 , bahwa hukuman  fisik  berkaitan dengan pendidikan menurut hukum Islam, awalnya dengan kata-kata:

1.Teguran
Biasanya bila menegur dengan keras anak yang berbuat salah, dia akan berhenti berbuat kesalahan dan duduk kembali dengan penuh adab. Metode ini diterapkan pula oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat melihat seseorang yang menggiring unta hadyu (hewan kurban bagi jamaah haji) dalam perjalanannya berhaji dan tidak mau menungganginya. Beliau mengatakan, “Tunggangi hewan itu!” Orang itu menyangka bahwa hewan hadyu tidak boleh ditunggangi, hingga ia pun menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini hewan hadyu!” Setelah dua atau  tiga kali, akhirnya beliau menghardiknya, “Tunggangi hewan itu! Celaka kamu!” Menghentikan perbuatan anak
Jika anak ribut berbicara dalam pelajaran, bisa menghentikannya dengan suara keras. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada seseorang yang bersendawa di hadapan beliau:
Untitled-4.jpg
“Hentikan sendawamu di hadapan kami!” HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi Hadits Riwayat al-Tirmizi  no.2478
.
2.Memalingkan wajah
Ketika anak berbohong, memaksa minta sesuatu yang tak layak, atau berbuat kesalahan yang lain, boleh kita palingkan wajah darinya, agar si anak tahu kemarahan kita dan menghentikan perbuatannya. Khaled Abou el-Fadl sendiri mengungkapkan bahwa “Islam mendefenisikan dirinya dengan merujuk kepada sebuah kitab, dengan demikian, mendefenisikan diri dengan merujuk kepada suatu teks... karena itu, kerangka rujukan paling dasar dalam Islam adalah teks. Teks itu dengan sendirinya memiliki tingkat otoritas dan reabilitas yang jelas. Oleh karena itu peradaban Islam ditandai dengan produksi literer yang bersifat massif terutama dibidang al-Shari’ah (hukum Islam). Ada banyak faktor yang turut mendukung proses produksi ini, tetapi sudah pasti bahwa teks memainkan peran penting dalam penyusunan kerangka dasar referensi keagamaan dan otoritas hukum dalam Islam”. Khaled M. Abou el-Fadl, Melawan “Tentara Tuhan”; yang berwenang dan sewenang-wenang dalam wacana Islam, terj. Kurniawan Abdullah (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003:54)
3.Mendiamkan
Boleh pula kita mendiamkan (tidak berbicara dengan) anak yang melakukan kesalahan seperti meninggalkan shalat, menonton film, atau perbuatan-perbuatan yang tidak beradab lain. Paling lama waktunya tiga hari, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Untitled-4.jpg
“Tidak halal bagi seorang muslim jika ia mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Hadits Riwayat Bukhari no.6064 dan Hadits Muslim no.2559, dalam Ensiklopedi  Islam.        
4.Cercaan
Jika anak melakukan dosa besar, boleh mencercanya bila nasihat dan bimbingan tidak lagi berpengaruh.
5.Duduk Qurfusha.
Duduk dengan  menekuk kedua kaki, telapak kaki menempel di tanah dan paha menempel ke perut.Anak yang malas atau bandel bisa dihukum dengan menyuruhnya duduk qurfusha’ sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. Posisi seperti ini akan membuatnya capai dan menjadi hukuman baginya. Ini jauh lebih baik dari pada  memukulnya dengan tangan atau tongkat.

6.Dimarahi orang tua dan guru
Bila murid terus-menerus mengulang kesalahannya setelah diberi nasihat, kita bisa menulis surat untuk walinya dan menyerahkan kepada wali untuk menghukumnya. Dengan cara ini, akan sempurna kerjasama antara sekolah dengan keluarga dalam mendidik anak.

7.Menggantungkan cambuk   
Bisa pula digantungkan cambuk di dinding, sehingga anak mudah melihatnya dan merasa takut mendapatkan hukuman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
Untitled-5.jpg
“Gantungkanlah cambuk di tempat yang mudah dilihat anggota keluarga, karena demikian ini merupakan pendidikan bagi mereka.”HR. Ath-Thabarani, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah No. 1447.
Namun bukanlah yang diinginkan di sini untuk memukul, karena beliau tidak memerintahkan demikian.
8.Pukulan ringan
Bila metode lain tidak membuahkan hasil, boleh memukul dengan pukulan ringan, terutama ketika memerintahkan mereka menunaikan shalat jika telah berumur sepuluh tahun. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Untitled-5.jpg
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” Hadits Riwayat Ahmad ini, menurut Al-Bani adalah shahih al-jami'I al-Shaghir, no.5744, dikatakan lagi bahwa hadits ini hasan.
3.Pelarangan hukuman fisik terhadap anak-anak menurut hukum         Islam dan  Undang-Undang perlindungan anak (UU RI No. 23 Tahun 2002).
 Pasal 54 UU Perlidungan anak menyatakan:
“Guru atau siapapun tidak boleh melakukan kekersan terhadap anak.” Physical abuse, terjadi ketika si ibu memukul anak (ketika  anak sebenarnya membutuhkan perhatian). Memukul anak dengan tangan atau  kayu, kulit atau logam akan diingat anak itu. Sexual abuse, biasanya tidak  terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak. Walaupun  ada beberapa kasus ketika anak perempuan menderita kekerasan seksual dalam  usia enam bulan. Center for Tourism Research & Development Universitas Gadjah  Mada, mengekspos penelitiam tentang child abusen yang terjadi dari tahun 1992–2002 di 7 kota besar yaitu, Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, UjungPandang dan Kupang.
           
             Penelitian yang relatif sama, dikemukakan oleh Sejiwa, yang menyatakan bahwa yang disebut  bullying adalah situasi di mana seseorang yang kuat (bisa secara fisik maupun mental) menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang, terhadap murid bahkan kadang-kadang terhadap anak kandungnya sendiri. Anak tak pernah meminta untuk dilahirkan sebagaimana juga anak tak dapat memilih dari rahim ibu mana ia harus dilahirkan. Anak tak dapat menentukan orang tua seperti apa yang akan ia miliki.
               
E.Simpulan
Pertma, berdasarkan pengolahan dan analisis data, yang dimaksud dengan
              Pertama, penulis menentang teori              Kedua,terjadinya              Ketiga,
 Saran-saran
             Agar implementasi hasil penelitian dalam bidang hukum ini, dapat dilaksanakan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1.Kepada pihak sekolah, yang memberikan hukuman disiplin, kepada murid-muridnya, harus mempertimbangkan perlunya dibuat perjanjian khusus  yang tertulis antara para guru dan wali murid, tentang apa saja hukuman fisik yang akan diberikan, jika si murid, melakukan pelanggaran disiplin?.
2.Kepada para hakim  di pengadilan, yang akan memutuskan perkara antara guru dan murid tentang hukuman fisik, agar dapat mempertimbangkan ketentuan hukum adat yang hidup di tengah masyarakat, dan ketentuan Hukum Islam, yang dianut secara luas di Indonesia.

3.Kepada Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama RI yang mengelola pendidikan, agar membuat aturan yang melindungi guru, karena belum ada UU khusus tentang perlindungan guru dan dosen di Indonesia, di saat penelitian ini dilakukan.




DAFTAR PUSTAKA

Ampuni, S.,  Hubungan antara Ekspresi afek Ibu dengan Kompetensi Sosial Anak Prasekolah. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Psikologi Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2002

Agus M.Najib,2003, Nalar Burhani Dalam Hukum Islam ,Journal Hermenia vol 2 No.2 Juli-Desember 2003.

Bandura, Albert., Dorothea Ross and Sheila Ross (1961). Transmission of aggression through imitation of aggressive models. http://psychclassics. yorku.ca/Bandura/bobo.htm. Diakses pada hari Kamis, 6 Desember 2007

Berkowitz, L. (2003). Emosional Behavior: Mengenali perilaku dan tindakan kekerasan di      lingkungan sekitar kita dan cara penanggulangannya. Penerjemah: Hartatni Woro Susiatni.   Jakarta: CV. Teruna Grafica.

Bohnert, Amy M., Keith A. Crnic, Karen G. Lim. Feb, 2003. Emotional competence and    aggressive behavior in school-age children – 1. Journal of Abnormal Child Psychology. http://findarticles.com/p/articles/mi_m0902/ is_1_31/ai_97891764. Diakses pada hari Kamis, 20 Desember 2007

Cole, Kelly. Mendampingi Anak Menghadapi Perceraian Orang Tua. Jakarta: Prestasi Putakaraya.2004

Elfia Desi & Vivik Shofiah..Hubungan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak (Child Abuse) dengan Konsep Diri. Fakultas Psikologi UIN Suska Riau: Jurnal Psikologi, Vol.3 No. 2.Th 2007
Hurlock, Elizabeth. B.:  Developmental Psychology "A Life span approach", fifth Ed, Mc. Graw-Hill. Inc, 2000.
Armstrong, Thomas: Setiap anak cerdas. "Panduan membantu anak belajar dengan memanfaatkan Multiple Intelligencenya", PT. Gramedia, Jakarta, 2003

Haditono, S.R., dkk, Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.1994

Hurlock, B. Elizabeth. “Perkembangan Psikologi Anak”. Jakarta: Erlangga,1998

Kasmini Kassim,  Penderitaan Emosi Kanak-Kanak (Trauma Terselindung). Universitas Kebangsaan Malaysia.1998

Liputan 6.com, (2004). Pelajar SLTP Perkosa Tiga Anak. Online.Internet. Available http://www.liputan6.com/fullnews/76 721. Html

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak .


 
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Defenisi Kekerasan (Bullying) menurut KPA (Komisi Nasional Perlindungan Anak)

Ainurrafiq (ed. ), Mathab Jogja; Menggagas Paradigma Ushul Fiqih Kontemporer, Yogyakarta: Ar-Ruzz 2002.

al-‘Alwani, Thaha Jabir, Ushul al-Fiqih al-Islami, Virginia: International Institute of Islamic Thought, 1990.

Amal, Taufik Adnan, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung: Mizan, 1993.

Anwar, Syamsul, Epistemologi Hukum Islam dalam al-Musytasyfa min ‘ilm al-Ushul Karya al-Ghazali (450-505/1058-1111), Disertasi, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

____________, Membangun Good Govemance dalam Penyelenggaraan Birokrasi Publik di Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Syari’ah dengan Pendekatan Ushul Fiqih, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Usul Fiqih, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005.

____________, Pelaksanaan Syari’ah dalam Konteks Indonesia dan Kontribusi Pendidikan: Saudi Peran Lembaga Pendidikan Tinggi Syari’ah, Makalah diterbitkan oleh Lembaga Kajian. Hukum Islam (LKHI) Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan, Palembang bekerja sama dengan Penerbit Gama Media, Yogyakarta, 2004.

____________, “Pengembangan Metode Penelitian Hukum Islam”, dalam Ainurrafiq (ed.), Mazhab Jogja;Menggagas Paradigma Ushul Fiqih Kontemporer, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2002.

Assyaukanie, A. Lutfi, “Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab Kontemporer” dalam jurnal Paramadina, Vol. 1, No.1, Juli-Desember, 1998.

Coulson, N.J, A. History of Islamic Law, ttp: Edinburgh University Press, 1991.


Fanani, Muhyar, “Menelusuri Epistemologi Ilmu Ushul Fiqih”, dalam Jurnal Mukaddimah, No. 9 Th.VI/2000.


 
_____________, Pemikiran Muhammad Syahrur dalam Ilmu Ushul Fiqih: Teori Hudud sebagai Alternatif Pengembangan Ilmu Ushul Fiqih, Disertasi, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
_____________, ”Pergeseran Paradigma Semu dalam Ilmu-Ilmu KeIslaman (Memahami Penyebab Mundurnya Ilmu-Ilmu KeIslaman dengan Cara Pandang Kuhn)”, dalam Jurnal Alamah, Vol.1, No. 1, September 2002.

Hallaq, Wael B, A.History of Islamic Legal Theories: An Introduction to Sunni Ushul Fiqih, Cambridge: Cambridge University Press, 1997.

al-Jabiri, Muhammad ‘Abid, Bunyah al- ‘Aql al- ‘Arabi: Dirasah Tahliliyah Nagdiyyah li Nuzum al-Ma’rifah, fi as-Sagafah al-‘rabiyy’ah, Beirut: Markaz Dirasat al-Wandah al-‘Arabiyyah, 1990.

_____________, Takwin al-Aql al-‘Arabi, Beirut: al-Markaz as-Saqafi al-‘Arabi, 1993.

_____________,Post Tradisionalisme Islam, terj. Ahmad Baso,Yogyakarta:LKiS, 2000.

Al-Juwayni, al-Burhan fi Ushul al-Fiqih, cet. 4, Editor, Abdul Adzim Mahmud ad-Dib, Manshurah, Mesir: al-Wafa, 1418.

Minhaji, Akh, “Reorientasi Kajian Ushul Fikih”, dalam Jurnal al-Jami’ah No, 63/VI/1999.

_____________, Hukum Islam Antara Sakralitas dan Profanitas (Perspektif Sejarah Sosial), Pidato Pengukuhan Guru Besar Sejarah Sosial Pemikiran Hukum Islam, UN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004.

_____________, Otoritas, Kontinyuitas, dan Perubahan dalam Sejarah Pemikiran Ushul al-Fiqih” dalam kata pengantar Amir Mu’allim dan Yusdani, Ijtihad dan Legislasi Muslim Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2004.

_____________, Mencari Rumusan ushul Fiqih untuk Masa Kini, al-Jami’ah, No. 65/XII/2000.

 
 

_____________, Kontroversi Pembentukan Hukum Islam: Kontribusi Joseph Schacht, Yogyakarta: UII Press, 2001.

Najib, Agus Moh, “Nalar Burhani dalam Hukum Islam (Sebuah Penelusuran Awal)”, dalam Jurnal Hermenia, Vol.2 No.2 Juli-Desember 2003.

M.Abid al-Jabiry,1990, Bun-yah  al-aql al-Arabi, dirasah tahliliyah, naqdiyah lim Nuzum al-Makrifah al-Saqafah al-Arabiyah,(Beirut Markaz Dirasah al-Wahdah al-Arabiyah.

M.Syahrur,2007, Ilmu Dalam Ushul Fiqih: Teori Hudud Sebagai Alternatif Pengembangan Ushul Fiqih, Disertasi IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007
.
Muhyar Fanani,2000, Menelusuri Epistimologi Ilmu Ushul Fiqih, Jurnal Mikaddimah No.9 tahun 2000.

Syamsudin M. Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo, Jakarta.2007

sy-Syatibi, Abu Ishaq, al-Muwafagat fi Ushul al-Ahkam, edisi Abdullah Darraz, Mesir: tnp., t.t..

Pearce, John.. Mengatasi Perilaku Buruk & Menanamkan Disiplin pada Anak. Jakarta: Arcan, 2000

Purwakania Hasan, Aliah B.  Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.2006

Purwandari, E. Kristi. . Mengungkap selubung kekerasan. Bandung Kepustakaan Eja Insani.,2004

Sarwono, Sarlito Wirawan..Psikologi Sosial (Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial).Jakarta: Balai Pustaka,2005

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Rahman, Jamal Abdur. 2005. Tahapan Mendidik Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam


 
Santrock, John W.Life-Span Development .Jilid 1.Jakarta:Erlangga.
Shomad, M. Idris A. 2002. Pendidikan Anak Dalam Rumah Tangga Islam. Jakarta: Pustaka Tarbiatuna,2002

Wael B.Hallaq, 2007, A.History of Islamic Legal Theories: An Introduction To Sunn
         Ushul Fiqhi, Cambridge: University Press.

Wilson. 2000. Pengujian Hipotesis dalam Gaya Pengasuhan Orang Tua (Tesis). Univeritas Padjajaran Bandung.

Zulmansyah Sekedang, dkk.. Selamatkan Anak-Anak Riau. Riau: KPAID Riau,2008
           Komisi Perlindungan Anak Indonesia.http://www.kpai.go. 12 1

Kasmini Kassim. .Penderaaan Emosi Kanak-Kanak (Trauma Terselindung). Universitas Kebangsaan Malaysia. 1998

Majalah Tarbawi. Edisi ke-200, 2 April 2009







Lampiran 1
Rounded Rectangle: RIWAYAT HIDUP PENULIS


                       Drs. Mhd. Rakib,  S.H., M.Ag

                      31 Agustus 1959 Masehi dibilang
                                                     Lahirlah aku,  diri seorang
           Waktu itu , masih ada perang
           Banyak susah, dari pada senang.



Penulis lahir 52 tahun yang lalu, di KualaKampar,Kabupaten Kampar, sekarang menjadi  Kabupaten Pelalawan Riau daaratan. Tamat  SD, dan Ibtida'iyah, di Penyalai, Kuala Kampar 1973 .Kemudian hijrah ke Airtiris Kampar yang jaraknya dari tempat lahir penulis , lebih kurang 500 Km, untuk masuk Tsanawwiyah di Airtiris, Kampar, Propinsi Riau, 1977 Dan juga Aliyah swasta di Airtiris, Kec. Kampar, 1980  Melanjutkan ke program Sarjana Lengkap “Drs” IAIN di Pekanbaru, 1988, menambah ilmu lagi sampai dapat  gelar Sarjana Hukum, “S.H” UIR di Pekanbaru, 1997, dilanjutkan ke program Magister Agama “M.Ag” S2 IAIN Pekanbaru, 2003
Pernah mengajar di SMA Negeri 4 Pekanbaru, Riau, 1985-1995 Dan Fakultas Ekonomi UIR, Marpoyan, 1995-1997  Juga di ASM (Akademi Sekretaris, Manajemen) 1996-1993  SMU Negeri 2 Pekanbaru, Riau, 1995-1998 SMU Negeri 12 Simpang Baru, Pekanbaru, 1997-1998  SMU Plus / Unggulan Provinsi Riau, 1998-2000
Menjadi dosen ilmu hukum dan perbandingan agama, pada Perguruan Tinggi Persada Bunda, Pekanbaru-Riau, semenjak tahun 1995, sampai sekarang. Menjadi widyaiswara tetap pada Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Prop. Riau, sejak tahun 2000, sampai-sekarang Ada sedikit prestasi, yaitu Juara Pidato Pemuda Nasional di Jakarta, 1983  Juara I Juga juara umum  pidato Idelogi Bung karno, se Riau ,tahun 2004 Karya Tulis Lingkungan, Depdikbud, 1995 Juara I Karya Tulis Keberhasilan Guru, Jakarta, 1996
Tahun (2005) Penulis pernah kuliah di S3  Ilmu-ilmu Sosial Universitas Riau kerjasama dengan UGM, tapi gagal. Kuliah lagi S3 UI Depog Jakarta, tidak selesai, Kuliah lagi  S3di University Malaya.Kuala Lumpur, Juga tidak selesai. Kuliah lagi S3 UNISEL, Selangor, tidak selesai. Akhirnya kulaih S3 lagi di  UIN Suska Riau di Pekanbaru, sejak 2008, masih berlangsung sampai saat ini. Alamat :  Jl. Bintara 13 D Labuhbaru Pekanbaru  0816 375 763 dan 0813 713  581  22.



Lampiran 2
PANTUN BULLYING AND VIOLENCE

1.Pelanggaran hak asasi

Yang dikatakan, sebuah gasing,
Bulat pendek, seperti bakul.
Yang dikatakan , tindakan bullying,
Prilaku orang , suka memukul.

                                       Bakul besar, diinjak kerbau,
                                       Bakul berisi, pisau tajam.
                                       Memukul manusia, seperti kerbau,
                                       Itulah bullying, yang kejam.

Asal mulanya, datang kepinding,
Dari kelilawar, yang mengepak.
Asal mulanya, istilah bullying,
Dari pekerjaan, gembala ternak.

                                     Tengku berjualan, ke Tanjung Bilah,
                                     Paritnya runtuh, setiap bulan.
                                     Perilaku penggembala, sampai ke sekolah,
                                     Murid dan guru, pukul-pukulan.


              Perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah jika tidak segera ditangani, di samping dapat menggangu proses pembelajaran, juga akan menyebabkan siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk tersebut. Situasi demikian akan membentuk siswa untuk meniru dan berperilaku agresif pula, sehingga perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas. Dalam pandangan yang optimis, perilaku agesif bukan suatu perilaku yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia (not innately given), tetapi merupakan perilaku yang terbentuk melalui pengalaman dan pendidikan.

           Dengan demikian, siswa yang mempunyai perilaku agresif, melalui pengalaman dan pendidikan perilakunya dapat diubah menjadi perilaku yang lebih positif. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa munculnya perilaku agresif terkait dengan rendahnya keterampilan sosial anak, di samping itu juga terkait dengan rendahnya kemampuan anak dalam mengatur/ mengelola emosinya. Dengan demikian, melalui pembelajaran keterampilan sosial dan emosional, perilaku agresif siswa di sekolah diharapkan dapat direduksi.

            Sekolah, seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, tempat yang aman dan sehat, tempat di mana para siswa dapat mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki dengan sepenuhnya. Namun, masuk ke dalam lingkungan sekolah bagi seorang siswa ternyata tidak selalu menyenangkan, mungkin malah sebaliknya bisa membuat mereka stress, cemas dan takut. Bayangan akan terjadinya tindak kekerasan saat memasuki lingkungan sekolah sering menghantui siswa.

              Perilaku agresif siswa di sekolah sudah menjadi masalah yang universal (Neto, 2005), dan akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat. Berita tentang terlibatnya para siswa dalam berbagai bentuk kerusuhan, tawuran, perkelahian, dan tindak kekerasan lainnya semakin sering terdengar. Perilaku agresif siswa di sekolah sangat beragam dan kompleks. Persoalan perilaku agresif siswa semakin kompleks manakala perilaku agresif akhir-akhir ini juga dipertontonkan oleh guru, ada guru yang memukul siswanya, bahkan ada yang sampai membunuh siswanya.
2.Masalah yang sangat serius
            Menurut Todd, Joana, dkk. (dalam Nataliani, 2006), kekerasan dalam bentuk fisik maupun verbal di kalangan siswa telah menjadi sebuah masalah serius yang ada di berbagai negara di seluruh dunia. Perilaku agresif siswa telah menimbulkan dampak negatif, baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi orang lain. Anak yang mengalami kekerasan akan mengalami masalah di kemudian hari baik dalam hal kesehatan maupun kesejahteraan hidupnya.Sehubungan dengan perilaku agresif siswa di sekolah, Wilson, et al. (2003: 136) menyatakan:
“These behaviors, even when not overtly violent, may inhibit learning and create interpersonal problems for those involved”. Selanjutnya, dengan mengutip pendapat Goldstein, Harootunian, & Conoley, (1994), Wilson, et al. (2003) menyatakan:
“In addition, minor forms of aggressive behavior can escalate, and schools that do not effectively counteract this progression may create an environment in which violence is normatively acceptable”.

            Dengan demikian, jika perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah tidak segera ditangani, di samping dapat menggangu proses pembelajaran, juga akan menyebabkan siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk tersebut. Semakin sering siswa dihadapkan pada perilaku agresif, siswa akan semakin terbiasa dengan situasi buruk tersebut, kemampuan siswa untuk beradaptasi dengan perilaku agresif akan semakin tinggi, dan akan berkembang pada persepsi siswa bahwa perbuatan agresif merupakan perbuatan biasa-biasa saja, apalagi jika keadaan ini diperkuat dengan perilaku sejumlah guru yang cenderung agresif pula ketika menghadapi murid-muridnya. Situasi demikian akan membentuk siswa untuk meniru dan berperilaku agresif pula, sehingga perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas.

              Apakah yang dimaksud dengan perilaku agresif (aggressive behavior)?, mengapa perilaku agresif bisa muncul? dan bagaimanakah upaya penanganannya, khususnya di setting sekolah?. Tulisan ini mencoba menguraikan tentang perilaku agresif dan wujudnya di sekolah, teori tentang penyebab timbulnya perilaku agresif, serta beberapa alternatif upaya penanganannya.

3.Jika keadaan memaksa

Duku lisut, terkena petasan,
Walaupun masak, tak punya rasa.
Perilaku Agresif, melakukan kekerasan,
Dalam keadaan, sangat memaksa.


                                           Sebakul pulut, di dekat bara,
                                           Asap mengepul, api menjalar.
                                           Memukul murid, masuk penjara,
                                           Tidak dipukul, muridnya kurang ajar.


Ketam darat, dapat dilembing,
Ketam lautnya, ditusuk besi.
HAM Barat, melarang bullying,
HAM Timur hanya, membatasi.


                                                Semua kucing, pandai memanjat,
                                                Kalau sahat, mudah melirik.
                                                Tidak semua bullying, jelek dan jahat,
                                                 Kalau penggunaannya, teratur dan baik.


Menggunakan piring, harus perlahan,
Kalau pecah, tangan terluka.
Penggunaan bullying, berlebihan,
Itulah pembawa, malapetaka.



             Sebelum membicarakan tentang definisi perilaku agresif (aggressive behavior), perlu dikemukakan bahwa ada beberapa konsep yang maknanya masih diperdebatkan mempunyai perbedaan, atau persamaan, dengan perilaku agresif, konsep tersebut adalah bullying dan violence. Ada pendapat yang menyatakan bahwa perilaku agresif sinonim dengan bullying dan violence, sementara yang lain berpendapat bahwa bullying dan violence merupakan sub bagian (subset) dari perilaku agresif. Perdebatan konsep tersebut ditegaskan oleh O’moore (t.t.: 1) sebagai berikut:

There is a tendency, at present, towards viewing aggression, bullying and violence as being synonymous. While few will disagree that bullying and violence are sub-sets of aggressive behaviour, disagreements are encountered, especially in respect of what constitutes bullying and violence.

           Dalam tulisan ini, tidak diperdebatkan apakah ketigabuah konsep di atas berbeda ataukah sinomin, tetapi yang ditekankan adalah bentuk-bentuk yang tampak dari suatu perilaku yang digolongkan sebagai perilaku agresif.

                Di dalam kajian psikologi, perilaku agresif mengacu kepada beberapa jenis perilaku baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan dengan tujuan menyakiti seseorang (Berkowitz, 2003). Jenis perilaku yang tergolong perilaku agresif diantaranya berkelahi (fighting), mengata-ngatai (name-calling), bullying, mempelonco (hazing), mengancam (making threats), dan berbagai perilaku intimidasi lainnya (Wilson, 2003). Sebagian tidak jelas hubungannya antara perilaku yang satu dengan perilaku yang lain, sehingga istilah perilaku agresif sulit untuk didefinisikan secara ringkas.

             Loeber and Stouthamer-Loeber, dalam Tremblay (2000: 131) mendefinisikan perilaku agresif sebagai berikut: “aggression is defined as those acts that inflict bodily or mental harm on others”. Definisi ini lebih menekankan pengertian agresif pada tindakannya, yang selanjutnya mempunyai pengaruh negatif sebagai konsekuensi dari sebuah tindakan agresif terhadap korban, yaitu kerugian jasmani dan mental orang lain, tanpa memandang tujuan dilakukannya tindakan agresif itu sendiri.

                Sedikit berbeda dengan definisi di atas, Coie and Dodge, dalam Tremblay (2000: 131) mendefinisikan perilaku agresif sebagai berikut: “behaviour that is aimed at harming or injuring another person or persons”. Definisi ini tidak menekankan pada kemungkinan konsekuensi negatif yang ditimbulkan oleh perilaku agresif, tetapi lebih menekankan pada tujuan dilakukannya perilaku agresif, yaitu kerugian atau terlukanya orang lain.

             Sekarang, rumusan perilaku agresif tidak hanya dilihat dari bentuk perilakunya, melainkan juga dilihat dari aspek tujuan atau maksud dilakukannya suatu perbuatan agresif tersebut. Rumusan demikian sesuai dengan yang dikemukakan oleh Persson (2005: 81) sebagai berikut:

In the present study, the definition of aggression was broadly formulated to encompass not only acts specifically intended to hurt another person, but also acts that result in negative consequences for a peer, although their primary aim is to attain a personal goal, rather than to hurt a peer.

           Berdasarkan pendapat di atas, sebuah perbuatan dapat digolongkan sebagai perilaku agresif jika perbuatan tersebut sengaja dilakukan dengan menyakiti atau merugikan orang lain. Dengan demikian, seorang siswa yang karena perbuatannya tidak dengan sengaja menyakiti temannya, tidak digolongkan berperilaku agresif, berbeda dengan perilaku siswa yang dengan sengaja menyerang temannya dengan tujuan menyakiti.
             Bentuk-Bentuk Perilaku Agresif, masing-masing ahli berbeda-beda dalam menggolongkan bentuk-bentuk perilaku agresif, ada yang menggolongkan bentuk perilaku agresif ke dalam bentuk fisik dan bentuk mental (misalnya Berkowitz, 2003), ada yang membaginya ke dalam bentuk perilaku agresif langsung dan perilaku agresif tidak langsung (misalnya Wilson, 2003). Sementara itu, Persson menggolongkan perilaku agresif ke dalam empat bentuk sebagaimana yang ia nyatakan sebagai berikut: “The form of the aggressive behaviour could be (1) physical; (2) verbal; (3) social/relational; or (4) manifested as grabbing or destruction of peers’ objects” (Persson 2005: 84).

Dalam tulisan ini, perilaku agresif digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu fisik dan mental, dengan masing-masing.

4.Prilaku agresif

- Perilaku agresif secara fisik, contohnya:
Mendorong, Menarik, Memukul, Menendang, Mengguncang, Melempar, Mencubit, Mencakar, Mencekik , Menarik rambut, dll.

- Perilaku agresif secara mental, conyohnya:
Mengancaman, Melotot, Mengolok-olok, Mengejek, Mengata-ngatai, Membentak, Meneriaki, Mengasingkan, Menyebarkan rumor.
             Penyebab Perilaku agresif.Topik-topik di dalam kajian bidang psikologi dapat ditinjau melalui berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Perbedaan sudut pandang tersebut tergantung pada teori masing-masing yang mendasarinya. Khusus mengenai perilaku agresif, misalnya, mereka yang menggunakan perspektif biologi (biological perspective) akan memperhatikan bagaimana hormon, temperamen, otak dan nervous system berdampak pada perilaku agresif. Sementara mereka yang menekankan perspektif tingkah laku (behavioral perspective) akan memperhatikan bagaimana variabel-variabel lingkungan dapat menguatkan tindakan-tindakan agresif. Adapun menurut pandangan psikoanalisa, perilaku agresif manusia sebagian besar didorong oleh sifat bawaan manusia yang destruktif, yang oleh Freud dinamakan thanatos, atau insting kematian.

              Dari sudut pandang ethologi (ilmu tentang perilaku hewan), agresi adalah insting berkelahi dalam rangka mempertahankan hidup dari ancaman spesies lain. Sementara itu, teori frustrasi berpandangan bahwa setiap perilaku manusia memiliki tujuan tertentu, jika seseorang gagal dalam mencapai tujuannya maka akan timbul perasaan frustrasi, selanjutnya, keadaan frustrasi akan dapat menimbulkan agresi, dan intensitas frustrasi yang ter-gantung pada besarnya ambisi individu dalam mencapai tujuan, banyaknya penghalang, dan berapa banyak frustrasi yang pernah dialami sebelumnya.

              Teori-teori perilaku agresif yang telah dikemukakan di atas sebagian besar merupakan “pandangan yang pesimis” terhadap kemungkinan dapat diubahnya perilaku agresif menjadi perilaku yang positif. Sebagai seorang yang bergelut di dunia pendidikan, penulis lebih tertarik dengan “pandangan yang lebih optimis” terhadap kemungkinan dapat diubahnya perilaku agresif.

             Para ahli teori belajar sosial (Social Learning Theory) memberikan sumbangan yang lebih optimis mengenai kejadian perilaku agresif. Dalam pandangannya Bandura, Dorothea Ross dan Sheila Ross (1961), perilaku agresif merupakan perilaku yang dipelajari, baik melalui observasi maupun melalui pengalaman langsung, bukan sesuatu yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia (not innately given). Bandura berpendapat bahwa perilaku agresif timbul karena adanya pengalaman observasi terhadap model yang terjadi tanpa disadari (modelling atau imitasi). Perilaku akan ditiru bila; 1) orang yang ditiru dikagumi dan 2) meniru menimbulkan perasaan bangga (me-nimbulkan penguatan emosional). Oleh karena itu, untuk memahami sumber-sumber perilaku agresif dapat dimulai dengan mempelajari kondisi-kondisi di luar diri individu ketimbang memperhatikan faktor individu itu sendiri.

              Pendekatan Bandura adalah suatu perluasan dari behaviorisme yang pada dasarnya memandang perilaku manusia dibentuk oleh pengalaman-pengalaman hidup mereka, perilaku manusia terbentuk oleh ganjaran dan hukuman-hukuman yang dialaminya setiap hari. Bandura mencoba mengembangkan konsep-konsep yang digunakan pada operant dan classical cond-tioning untuk menjelaskan perilaku sosial manusia yang kompleks. Konsep utamanya adalah penguatan dan imitasi. Dalam memandang perilaku agresif, Bandura menyatakan bahwa jika anak-anak menjadi saksi yang pasif pada sebuah tayangan yang agresif, mereka akan meniru perilaku agresif tersebut jika ketika diberi kesempatan (Bandura, Dorothea Ross dan Sheila Ross, 1961).
5.Transfer nilai
                  Proses sosialisasi, yaitu transfer nilai dan norma dari orangtua ke anak, berpengaruh secara langsung pada perilaku anak. Tujuan utama dari proses sosialisasi orangtua dan anak adalah menumbuhkan kepatuhan atau kesediaan mengikuti keinginan atau peraturan tertentu. Anak akan melakukan keinginan orangtua bila ada kelekatan yang aman di antara mereka. Tujuan kedua proses sosialisasi adalah menumbuhkan self regulation (pengaturan diri), yaitu kemampuan mengatur perilakunya sendiri tanpa perlu diingatkan dan diawasi oleh orangtua. Dengan adanya self regulation ini, anak akan mengetahui dan memahami perilaku seperti apa yang dapat diterima oleh orangtua dan lingkungannya (Hetherington & Parke, 1999).

              Faktor lain yang tidak kalah pentingnya mempengaruhi perilaku anak adalah pola asuh orangtua. Menurut Baumrind, Maccoby dan Martin (dalam Hetherington & Parke, 1999). Pola asuh orangtua yang permisif dan tidak mau terlibat berhubungan dengan karakteristik anak yang impulsif, agresif dan memiliki keterampilan sosial yang rendah. Sedangkan anak yang orangtuanya otoriter cenderung menunjukkan dua kemungkinan, berperilaku agresif atau menarik diri. Hal ini sejalan dengan penelitian Chamberlain, dkk (dalam Yanti, 2005) yang menyebutkan bahwa pola asuh orangtua yang berhubungan dengan gangguan perilaku pada anak adalah penerapan disiplin yang keras dan tidak konsisten, pengawasan yang lemah, ketidakterlibatan orangtua, dan penerapan disiplin yang kaku.

               Di sisi lain, lingkungan di luar keluarga yang cukup berperan bagi perkembangan perilaku anak adalah teman sebaya, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Anak-anak yang ditolak dan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan teman sebaya cenderung menjadikan agresivitas sebagai strategi berinteraksi (Dishion, French & Patterson, 1995 dalam Yanti, 2005). Sementara, anak-anak yang agresif dan memiliki perilaku antisosial akan ditolak oleh teman sebaya dan lingkungannya sehingga mereka memilih bergabung dengan teman sebaya yang memiliki perilaku sama seperti mereka, yang justru akan memperparah perilaku mereka (Jimerson, dkk., 2002).

              Sehubungan dengan pandangan-pandangan di atas yang menyiratkan bahwa perilaku agresif bukan sesuatu yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia, tetapi merupakan perilaku yang terbentuk melalui pengalaman dan pendidikan, maka tulisan berikut lebih berorientasi pada pandangan-pandangan tersebut, di mana aplikasinya dapat digunakan dalam dunia pendidikan yang juga berpendapat bahwa pendidikan dan pengalaman akan dapat membentuk perilaku seseorang.

          Intervensi terhadap Perilaku Agresif. Akhir-akhir, banyak dikemukakan teori tentang keterkaitan antara kemampuan emosional dan munculnya psychopathology, utamanya perilaku agresif (eg., Cole, Michel, & Teti, 1994; Cole & Zahn-Waxler, 1990; Dodge & Garber, 1991, dalam Bohnert, et al., 2003: 1). Kemampuan mengatur emosi mempegaruhi keterampilan sosial anak. Penelitian yang dilakukan oleh Rubin, Coplan, Fox & Calkins (dalam Rubin, Bukowski & Parker, 1998) menyimpulkan bahwa pengaturan emosi sangat membantu, baik bagi anak yang mampu bersosialisai dengan lancar maupun yang tidak. Anak yang mampu bersosialisasi dan mengatur emosi akan memiliki keterampilan sosial yang baik sehingga kompetensi sosialnya juga tinggi. Anak yang kurang mampu bersosialisasi namun mampu mengatur emosi, maka walau jaringan sosialnya tidak luas tetapi ia tetap mampu bermain secara konstruktif dan berani bereksplorasi saat bermain sendiri. Sedangkan anak-anak yang mampu bersosialisasi namun kurang dapat mengontrol emosi, cenderung akan berperilaku agresif dan merusak. Adapun anak-anak yang tidak mampu bersosialisasi dan mengontrol emosi, cenderung lebih pencemas dan kurang berani bereksplorasi.

             Munculnya perilaku agresif juga terkait dengan keterampilan sosial anak, yaitu kemampuan anak mengatur emosi dan perilakunya untuk menjalin interaksi yang efektif dengan orang lain atau lingkungannya (Cartledge & Milburn, 1995). Mereka cenderung menunjukkan prasangka permusuhan saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu mereka sering mengartikannya sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif (Crick & Dodge dalam Yanti, 2005). Mereka juga kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain, dan kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial (Lochman, dkk. dalam Yanti, 2005). Rendahnya keterampilan sosial ini membuat anak kurang mampu menjalin interaksi secara efektif dengan lingkungannya dan memilih tindakan agresif sebagai strategi coping. Mereka cenderung menganggap tindakan agresif sebagai cara yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan sosial dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Akibatnya, mereka sering ditolak oleh orangtua, teman sebaya, dan lingkungannya.

              Penolakan oleh orangtua, teman sebaya, dan lingkungannya justru semakin berdampak buruk bagi anak. Jaringan sosial dan kualitas hubungan mereka dengan lingkungan menjadi rendah, padahal kedua kondisi ini merupakan media yang paling dibutuhkan anak untuk mengembangkan keterampilan sosialnya. Anak juga menjadi lebih suka bergaul dengan temannya yang memiliki karakteristik yang sama dengan mereka. Seolah-olah seperti “lingkaran setan”. Hal ini akan membuat keterampilan sosial anak tetap rendah dan gangguan perilaku mereka semakin parah yang pada akhirnya akan membuat mereka semakin dijauhi oleh lingkungan.

              Keterampilan sosial bukanlah suatu kemampuan yang dibawa individu sejak lahir (not innately given), tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orangtua sebagai figur yang paling dekat dengan anak maupun belajar dari teman sebaya dan lingkungan masyarakat. Michelson, dkk (dalam Yanti 2005) menyebutkan bahwa keterampilan sosial merupakan suatu keterampilan yang diperoleh individu melalui proses belajar, mengenai cara-cara mengatasi dan melakukan hubungan sosial dengan tepat dan baik. Senada dengan pendapat tersebut, Kelly dkk. (dalam Yanti 2005) mengatakan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku yang dipelajari, yang digunakan individu dalam situasi interpersonal untuk memperoleh atau memelihara pengukuh dari lingkungannya.

                Goleman (1996) menyatakan bahwa dari beberapa hasil penelitian dalam menangani perilaku agresif siswa di sekolah, program pembelajaran keterampilan sosial dan emosional ternyata menunjukkan hasil yang positif. Siswa yang terlibat dalam program tersebut semakin berkurang sikap agresifnya. Goleman (1996: 274) menyatakan: “…and the longer they had been in the program, the less aggressive they were as teenagers”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, perilaku agresif siswa dapat direduksi melalui program pembelajaran keterampilan sosial dan emosional

             Sulit untuk menyusun daftar yang lengkap tentang keterampilan sosial apa yang harus dimiliki anak agar selalu berhasil dalam interaksi sosialnya, karena sebagaimana kehidupan sosial itu sendiri, kesempatan untuk berhasil secara sosial juga dapat berubah sesuai waktu, konteks, dan budaya. Namun demikian, menurut Schneider dkk (dalam Rubin, Bukowski & Parker, 1998), agar seseorang berhasil dalam interaksi sosial, maka secara umum dibutuhkan beberapa keterampilan sosial yang terdiri dari pengaturan emosi, dan perilaku yang tampak yaitu:
a. Memahami pikiran, emosi, dan apa yag dimaksudkan oleh orang lain.
b. Menangkap dan mengolah informasi mengenai partner sosial dan lingkungan pergaulan yang berpotensi menimbulkan interaksi.
c. Menggunakan berbagai cara yang dapat digunakan untuk memulai komunikasi atau interaksi dengan orang lain, memeliharanya, dan mengakhiri-nya dengan cara yang positif.
d. Memahami konsekuensi dari sebuah tindakan sosial, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain atau tujuan tindakan tersebut.
e. Membuat penilaian moral yang matang yang dapat mengarahkan tindakan sosial.
f. Bersikap sungguh-sungguh dan memperhatikan kepentingan orang lain.
g. Mengekspresikan emosi positif dan menghambat emosi negatif secara tepat.
h. Menekan perilaku negatif yang disebabkan adanya pikiran dan perasaan yang negatif mengenai partner sosial.
i. Berkomunikasi secara verbal dan non verbal agar partner sosial dapat memahaminya.
j. Memperhatikan usaha komunikasi orang lain dan memiliki kemauan untuk memenuhi kemauan partner sosial.

Beberapa contoh program pembelajaran keterampilan sosial dan emosional yang dapat dilakukan untuk mereduksi perilaku agresif siswa di sekolah, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Siswa diberikan pembelajaran dan pelatihan untuk melihat bagaimana sejumlah isyarat sosial yang mereka tafsirkan sebagai permusuhan itu sesungguhnya netral atau bersahabat.
Pembelajaran dan pelatihan di atas penting diberikan, sebab perilaku agresif sering kali muncul karena adanya penafsiran yang salah terhadap sejumlah isyarat sosial dari orang lain yang cenderungan selalu dianggap sebagai isyarat permusuhan. “… children with aggressive behavior more often make errors interpreting intent in ambiguous social situations and attend selectively to hostile social cues than do their nonaggressive peers” (e.g., Crick & Dodge, 1994, dalam Bohnert, et al., 2003: 2).
b. Siswa diberikan pembelajaran dan pelatihan untuk meninjau dari sudut pandang anak lain, untuk memperoleh perasaan bagaimana mereka dilihat oleh orang lain dan merasakan apa yang barangkali dipikirkan dan dirasa-kan oleh orang lain dalam perselisihan-perselisihan yang telah membuat mereka begitu marah.
c. Siswa dilibatkan secara langsung untuk mengendalikan amarah melalui skenario-skenario peragaan, misalnya diejek, yang dapat membuat mereka marah dan dituntun untuk mengendalikannya.
d. Melatih skill berbicara dan belajar meminta maaf. Latihan ini penting didasarkan pada asumsi bahwa perilaku agresif terjadi karena orang tidak bisa atau kurang dapat berkomunikasi dengan baik, sebagaimana dikatakan oleh Shields & Cicchetti (dalam Bohnert, et al., 2003: 2): “Aggressive symptoms were associated with decreased ability to verbally express negative feelings, exhibit empathy towards others, and display a range of emotion”

             Perilaku agresif siswa akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan, baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi orang lain. Anak yang mengalami kekerasan akan mengalami masalah di kemudian hari baik dalam hal kesehatan maupun kesejahteraan hidupnya. Dalam pandangan yang optimis, perilaku agesif bukan suatu perilaku yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia, tetapi merupakan perilaku yang terbentuk melalui pengalaman dan pendidikan yang diperoleh seseorang dalam kehidupannya. Dengan demikian, siswa yang mempunyai agresif, melalui pengalaman dan pendidikan perilakunya dapat diubah menjadi perilaku yang lebih positif.

              Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa munculnya perilaku agresif terkait dengan rendahnya keterampilan sosial anak, di samping itu juga terkait dengan rendahnya kemampuan anak dalam mengatur mengelola emosinya. Dengan demikian, melalui pembelajaran keterampilan sosial dan emosional, perilaku agresif siswa di sekolah diharapkan dapat direduksi.

Lampiran    4
KIAT MENGHINDARI BULLYING DAN HAZING
           Untuk menghindari bullying dan hazing, selain dari orang tua dan guru, harus punya strategi yang cerdik, ikhlas dan bijak. Khusus untuk di sekolah, agar beragam les yang dijalani anak tidak hanya sekedar keinginan orang tua, ada beberapa tips yang perlu diperhatikan:
1.Sesuaikan  dengan bakat dan minat anak
Mencarikan les yang tepat untuk anak, orang tua perlu
menyesuaikan dengan bakat dan minat anak.Tanyakan pada anak les apa yang diinginkannya.
2.Pilih tempat les yang menyenangkan
            Karena anak akan belajar dalam waktu yang tidak
sebentar maka orang tua perlu mencarikan tempat les yang tepat untuk anak. Anak
butuh tempat les yang aman dan nyaman dan memahami dunia anak, dengan konsep melakukan pembelajaran yang menyenangkan.
3.Berimotivasi pada Anak
             Ketika anak sudah memilih les yang diinginkan, berikan dukungan padanya. Sampaikan bahwa les ini tepat untuknya dan memberikan bekal untuk jadi orang hebat di masa yang akan datang.
4.Berikan waktu istirahat
Ada kalanya anak mengalami kejenuhan ataupun kebosanan.
Ketika masa itu tiba, tidak ada salahnya memberikan sedikit kelonggaran untuk
istirahat, tidak masuk les. Tetapi motivasi tetap diberikan orang tua agar
semangatnya muncul kembali.
5.Bantu  anak merasakan manfaatnya
Anak butuh mengetahui dan merasakan manfaat dari les
yang diikutinya. Jika les bisa menambah
ketrampilannya, membuatnya semakin pintar (mahir) dari hari ke hari, tentu anak
akan semakin semangat mengikuti les tersebut. Peran orang tua untuk membantu
anak mampu melihat manfaat yang didapat dan perubahan yang terjadi pada dirinya
sekecil apapun perubahan itu.
6.Stop..! Jika membebani anak
Bila les yang dilakukan terasa membebani anak dan tidak lagi “fun” bagi mereka, maka ada baiknya dihentikan saja. Jika segala cara yang dilakukan untuk memompa semangatnya tidak jua membangun motivasinya,
dan mengikuti les justru membuat anak menjadi “stress” ada baiknya berikan
penawaran ke anak apakah di mau dilanjutkan atau berhenti saja.
             Pelajarilah hal yang berkaitan dengan GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas) sering kali tidak disadari orang tua, dan baru tampak nyata setelah anak masuk sekolah. Guru harus menditeksi dan menanganinya sejak dini akan menentukan masa depan si anak. Semua tentu berawal dari rumah.  Setelah deteksi masalah anak secara dini, orang tua perlu mencari informasi tentang penanganan GPPH. Menjalin hubungan dengan sesama orang tua yang punya masalah sama sangat membantu mendapatkan info tentang penanganan yang tepat, rujukan tempat terapi, dan sekolah yang sesuai untuk anak. Karena anak GPPH biasanya memerlukan dokter anak, psikolog, psikiater, guru, dan terapis, orang tua punya peranan memilih tim yang dirasa paling pas untuk anaknya.
Juga yang terpenting, dari rumahlah anak dibekali pemahaman tentang kondisinya agar ia tak menilai dirinya sebagai anak bodoh, selalu gagal, atau merasa tak disayang oleh keluarga.
             Memang tak mudah menangani anak GPPH di rumah. Orang tua tak hanya dituntut belajar berbagai strategi mengatur tingkah laku, juga perlu kerja keras, konsistensi, dan kesabaran. Sebab, terkadang cara disiplin yang sukses untuk anak lain tak bisa diberlakukan pada anak istimewa ini. Strategi apa yang secara umum terbukti berhasil?

7.Rutinitas, struktur, dan konsistensi

Buatlah jadwal harian dalam bentuk visual dan tempelkan di tempat yang mudah dilihat. Bila ada perubahan, beritahu sebelumnya. Tetapkan peraturan di rumah secara jelas beserta konsekuensinya bila anak melanggar peraturan tersebut. Konsistensi dalam penerapan disiplin, pemberian reward bagi tingkah laku positif, dan penerapan konsekuensi atau hukuman haruslah konsisten.
Agar anak tidak bingung,biasanya dilakukan tindakan  sebagai berikut:

1.Fokuskan pada hal-hal positif

Untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, beri perhatian lebih pada keunggulan anak dan saat-saat ia melakukan tingkah laku positif. Berikan penghargaan atas usaha yang dilakukan meski hasilnya belum memuaskan. Temukan aktivitas yang disukainya dan kembangkan kemampuannya agar dapat dibanggakan.

2.Penjelasan yang sederhana dan singkat

Berikan penjelasan dengan kata-kata sederhana, singkat, dan dalam situasi tenang. Tariklah perhatiannya sebelum mulai menjelaskan. Pastikan ia mendengarkan orang tua dan tidak sedang melamun atau asik beraktivitas. Gunakan nada suara datar, monoton, dan tegas saat bicara dengan anak GPPH.

3.Hindari argumentasi

Beri perintah dan larangan dengan singkat dan tegas. Abaikan saja protes atau komentarnya, jangan terlalu banyak menjelaskan ini dan itu karena akan dibalas dengan bantahannya. Yang penting katakan konsekuensi bila anak tidak menurut. “Kalau Dika mandi sekarang, Dika boleh main sepeda. Tapi kalau Dika tidak mau mandi, Dika harus tetap di rumah.” Kalau perlu katakan berulang dengan nada suara tanpa emosi meski anak terus protes.

4.Abaikan hal-hal yang tidak penting

Orang tua perlu menyadari anak GPPH tidak mungkin dituntut berperilaku teratur dan taat terhadap norma sosial. Buatlah daftar tingkah laku yang diinginkan dari si anak dan menjadi prioritas misalnya anak mampu menghindarkan diri dari bahaya, tidak bertindak agresif, mengerjakan tugas sebaik mungkin. Hal-hal lain yang tidak menjadi prioritas sebaiknya tidak dijadikan masalah hingga anak tidak frustasi.
"If a child cannot learn the way we teach we must teach him the way he can learn." Tugas para guru adalah menyesuaikan cara mengajar dengan kebutuhan anak.
"I always knew there was something wrong, but no one would take any notice." Tujuh persen orang tua merasa bahwa anak mengalami dyslexia, tetapi mereka tidak tahu harus berbuat apa.
There is little doubt that the three R’s — reading, ’riting and ’rithmetic — are crucial elements in the education of any child. When a child is unable to master the three R’s they become three D’s — dyslexia, dysgraphia or dyscalculia.
         Anak sulit belajar? Hal tersebut sangat menjadi momok bagi orang tua di jaman sekarang. Anak terpaksa les macam-macam, tidak ada waktu bermain, semua jadi sibuk mengajar anak. Eh… tidak tahunya anak mengalami dyslexia. Mau les sampai berjam-jam juga sia-sia.  Kesulitan belajar merupakan istilah yang digunakan bila prestasi anak tidak sesuai dengan intelegensinya. Anaknya pintar, kok raportnya jeblok? Penyebabnya banyak. Yang paling sering dan sudah banyak diketahui misalnya ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dengan ciri sulit berkonsentrasi, impulsif atau berbuat dan berbicara tanpa pikir panjang, dan hiperaktif tidak bisa diam. ADHD bukan termasuk kesulitan belajar, tetapi merupakan masalah gangguan perilaku.
             Penyebab kesulitan belajar lain yang relatif masih jarang diketahui adalah kesulitan belajar spesifik, misalnya gangguan membaca (dyslexia), gangguan matematika (dyscalculia), dan gangguan mengekspresikan suatu hal dalam bentuk tulisan (dysgraphia). Dyslexia jarang ditemukan? Tidak juga. Di negara barat dyslexia terjadi pada 5-10% di antara anak sekolah. Anak laki-laki mungkin sedikit lebih banyak.  Di antara ketiganya, yang paling banyak adalah gangguan membaca atau dyslexia. Istilah dyslexia sebenarnya merupakan suatu tipe dari gangguan membaca, tetapi sering dijadikan satu saja. Kali inipun kita gunakan istilah dyslexia yang lebih populer. Dyslexia adalah ketidak mampuan membaca sesuai umurnya, padahal intelegensinya normal. Kalau penyebabnya retardasi mental, tidak diajar membaca, tidak mendapat kesempatan belajar, atau ada penyakit fisik tidak termasuk dalam dyslexia.
               Mengapa dapat terjadi dyslexia? Dahulu dianggap bahwa dyslexia terjadi karena gangguan gerakan bola mata untuk membaca. Akibatnya banyak terapi ditujukan kepada fungsi mata, misalnya vison therapy. Pendapat ini ternyata tidak benar dan terapi seperti ini tidak dianjurkan lagi. Sudah diketahui bahwa ada beberapa perbedaan otak anak dyslexia dengan anak lain. Perbedaan pertama adalah bahwa otak anak dyslexia tidak menunjukkan asimetri pada pusat berbahasa di otak, di daerah temporal. Pada anak biasa, daerah temporal di otak kiri lebih besar dibandingkan kanan. Pada anak dyslexia, kiri dan kanan sama saja. Perbedaan kedua adalah bahwa pada anak dyslexia terdapat gangguan sel saraf di beberapa daerah otak yang berhubungan dengan kemampuan membaca, misalnya di daerah parietal dan temporal. Gangguan sel saraf ini sudah terjadi sejak anak masih dalam kandungan. Ada faktor keturunan? Ya pada sebagian kasus. Ada riwayat kesulitan membaca pada orang tua, paman atau nenek.

Keluhan fisik

Kadang-kadang anak mengeluh sakit namun orangtua tidak dapat menemukan apa penyakitnya. Mungkin inilah yang disebut sebagai gejala psikosomatis (somatoform disorder), yang akan memunculkan berbagai gangguan fisik.—salah satunya seperti contoh di atas.
Penyebab Somatoform disorder bermacam-macam, yang pasti itu terjadi sebagai refleksi stres dalam menghadapi suasana baru, tuntutan sekolah, berpisah dari orangtua (meski hanya saat bersekolah). Stres dapat menyebabkan gangguan baik langsung berefek pada tubuh maupun pikiran, memunculkan berbagai gangguan sehingga anak menjadi sakit.

Apa gejala Somatoform Disorder?

  1. Sakit kepala
  2. Sakit perut (abdominal distress)
  3. Hilang keseimbangan, juling.
  4. Sakit punggung
  5. Kelelahan (fatique)
  6. Sakit otot
  7. Masalah dalam pelajaran, menolak bersekolah, menarik diri dari pergaulan, kecemasan dan masalah dalam berperilaku kadang-kadang menyertai Somatoform disorder.
Somatoform disorder harus dibedakan menjadi dua; Malingering disorder dan Factitious disorder, yang mana keduanya dibedakan atas sengaja atau tidak disengaja.

Apa yang dapat dilakukan orang tua?

  1. Terlebih dahulu orangtua instropeksi diri, apakah selama ini mereka sudah mampu mengelola stres mereka dengan baik. Penelitian menunjukkan orangtua yang memiliki pengalaman traumatik seperti gempa atau perang, akan menularkan stresnya kepada anak.
  2. Begitu juga dalam kehidupan perkawinan, bagaimana hubungan dan komunikasi anda dan pasangan, apakah berjalan baik?
  3. Menjaga berkomunikasi dengan baik. Buka keran komunikasi sebesar-besarnya dengan anak. Anak-anak merasa nyaman jika orangtua mau mendengarkan mereka.
  4. Jangan paksakan anak dengan berbagai kegiatan. Buatlah jadwal agar mereka dapat tidur cukup, bermain, dan melakukan aktivitas lain yang menyenangkan.
  5. Anak membutuhkan bantuan, antara lain terapi perilaku kognitif, relaksasi, dan teknik biofeedback, bahkan jika perlu obat-obatan.
  6. Bagaimanapun, gangguan yang dialami anak yang membuatnya begitu ‘tersiksa’ saat bersekolah memerlukan pertolongan, dan sebagai orangtua anda mesti mewaspadainya. Agar tidak berlanjut, konsultasikan dengan ahli.



Defenisi anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002; Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Defenisi undang-undang ini mencakup janin, bayi, anak-anak sampai berumur 18 tahun. Undang-undang ini juga mengatur tanggung jawab sosial anak dan tanggung jawab anak dimuka hukum.

     Kekerasan (Bullying) menurut Komisi Perlindungan Anak (KPAI) adalah kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma/depresi dan tidak berdaya. 
  e-Bina Anak, 2009: 215, menyatakan bahwa mendisiplinkan dengan pemberian hukuman, sebaiknya cara terakhir yang digunakan dalam mendisiplinkan anak. Dewasa ini, hampir semua pendidik barat menentang pemberian hukuman secara fisik sebab tindakan itu hanya menyelesaikan masalah sementara waktu saja dan member akibat sampingan yang tidak baik. Tidak semua penggunaan hukuman atau hukuman fisik itu tidak berfaedah. Alkitab mengajarkan,
1.“Siapa tidak menggunakan tonngkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya menghajar dia pada waktunya” (Amsal 13:24),
2. “Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati” (Amsal 23:13).
 Tetapi bukan berarti bahwa orang tua atau guru boleh dengan semena-mena menggunakan haknya untuk memukul anak.   
Syamsul Anwar, Membangun Good Governance dalam Penyelenggaraan Birokrasi Publik di Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Syari'ah dengan Pendekatan Ushul Fiqih, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Usul Fikih, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005, hlm. 4-5. Mengenai teori pertingkatan norma, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa teori pertingkatan norma adalah teori yang mencoba menemukan hukum lewat tiga penjenjangan norma, yaitu:
     Pertama, norma-norma dasar atau nilai-nilai filosofis (al-giyam al-asasiyyah) seperti kemaslahatan, keadilan, kesetaraan. Norma-norma tersebut sebahagian sudah ada berdasarkan fakta-fakta dan sudah diakui. Kedua, norma-norma tengah berupa doktrin-doktrin umum hukum Islam yaitu an-nazariyyah al fiqhiyyah dan al-qawa ‘id al-fiqhiyyah.
Ketiga, peraturan-peraturan hukum kongkret (al-ahkam al far ‘iyyah). Ketiga lapisan norma ini tersusun secara hierarkis dimana norma yang paling abstrak dikongkritisasi menjadi norma yang lebih kongkret. Contoh; nilai dasar kemaslahatan dikonkretisasi dalam norma tengah (doktrin umum) berupa kaidah fiqhiyyah yaitu “kesukaran memberi kemudahan”. Norma tengah ini dikonkretisasi lagi dalam bentuk peraturan hukum konkret misalnya hukum boleh berbuka puasa bagi musafir. Teori ini mungkin bisa dijadikan sebagai salah satu pendekatan dalam pengembangan paradigma hukum Islam yaitu paradigma historis ilmiah yang nanti akan penulis jadikan sebagai paradigma alternatif dengan mengkombinasikannya dengan metode holistik ( teori induktif/integratit) Fazlur Rahman sebagai salah satujalan dalam mengoperasionalkan paradigma tersebut. Mengenai teori pertingkatan norma lihat Syamsul Anwar, “Pengembangan Metode Penelitian Hukum Islam”, dalam Ainurrafiq (ed.), Mazhab Jogja;Menggagas Paradigma Ushul Fiqih Kontemporer (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2002 : 147-162).
              Asy Syatibi sendiri mengungkapkan bahwa ia memang berupaya menjadikan ushul fiqih sebagai ilmu burhani yang qat’i sehingga dapat mendatangkan dan menghasilkan pengetahuan hukum Islam yang valid secara ilmiah. Abu Ishaq asy-Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, edisi Abdullah Darraz (Mesir: tnp., t.t), I, hlm. 29-34.
    Isteri yang nusyuz menurut at-Qur'an boleh diberikan sanksi. Sanksi yang dikenakan terhadap isteri yang nusyuz, menurut makna tekstual ayat di atas adalah dinasehati, dibiarkan sendirian di tempat tidurnya dan dipukul. Tiga cara ini dilakukan secara bertahap sesuai urutannya. Berdasarkan ayat al-Qur’an di atas, para ahli tafsir kemudian mengemukakan pandangan yang beragam. Pernyataan paling menggelisahkan perempuan tentang soal ini dikemukakan oleh ahli tafsir terkemuka; Abu Hayyan at Andalusi dalam tafsirnya Al Bahr at Muhith. Ia mengatakan: “(Dalam menghadapi isteri yang nusyuz) suami pertama kali menasehatinya dengan lembut, jika tidak efektif boleh dengan kata-kata yang kasar, dan (jika tidak efektif) membiarkannya sendirian tanpa digauli, kemudian (jika tidak juga efektif) memukulnya dengan ringan atau dengan cara lain yang membuatnya merasa tidak berharga, bisa juga dengan cambuk atau sejenisnya yang membuatnya jera akibat sakit, asal tidak mematahkan tulang dan berdarah. Dan jika cara-cara tersebut masih juga tidak efektif menghentikan ketidaktaatannya, maka suami boleh mengikat tangan isteri dan memaksanya berhubungan seksual, karena itu hak suami.(Abu Hayyan al Andalusi, Tafsir at Bahr at Muhith. Dar al Kutub al Ilmiyyah, Beirut, Juz III,  252).


Lampiran  6
PANTUN INTISARI PENDIDIKAN  KARAKTER BANGSA
Peti  ikan, diikat suasa,
Dibeli oleh, orang asing.
Intisari pendidikan, karakter bangsa,
Memicu kemampuan, daya saing.

Derum hanyut,  Teluk meranti,
Gelombang Bono ,  terus meluncur.
Kurikulum boleh, beganti-ganti,
Tanpa dayasaing, pendidikan hancur.

              Bagaimana Putri, dan pengeran asing,
              Indahnya duduk, di singgasana.
              Bagaimana memiliki, dayasaing,
              Lihatlah kegigihan, keturunan Cina.

              Saat ini tengah gencar-gencarnya membahas tentang pendidikan karakter bangsa. Sehingga dalam pembelajaran sehari-hari para guru dituntut untuk memasukkan muatan pendidikan karakter bangsa.  Masalahnya bagi guru-guru penggerak roda pendidikan yang ada di bawah alias para praktisi ini kurang mendapat sosialisasi. Sehingga banyak diantara mereka yang tidak tahu muatan dari pendidikan karakter bangsa itu meliputi apa saja sih?

Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Kaarakter Bangsa

1. Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

5. Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6. Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

8. Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain

9. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

11. Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai : Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

17. Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung-jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
 masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

19. Punya daya saing : Sikap ingin selalu unggul, mengantisipasi segala kemungkinan kalah.

20. Tidak bisa ditipu  :  Kini para penjahat punya serbu satu daya tipu, baik di dalam maupun di luar negeri.

Semoga dapat bermanfaat dalam penerapan pendidikan karakter bangsa. Sehingga cita-cita untuk menjadi bangsa yang berkarakter mampu berdaya saing segera terwujud.

Dokter serius, menginjeksi.
               Agar virus, cepat tersingkir.
               Karakter religius, bertoleransi,
               Seiman jangan, dituduh kafir.

Menangkap tekukur, kucing kurus,
Buaya ditangkap,  di dalam parit.
Orang jujur,telunjuknya lurus,
Orang khianat, kelingking berkait.

                  Mudik ke hulu, di  sisi batu,
                  Hanyut buaya, di dua sisi.
                  Berbeda suku, saling membantu,
                  Berbeda agama, bertoleransi.

Nanas dijual, di pasar niaga,
Tidak lagi, tampak berduri,
Emas perak, perhiasan dunia,
Sikap disiplin, perhiasan diri.

                  Ombak di laut meniti buih,
                  Ombak datang dari seberang;
                   Bekerja keras, pertanda kasih,
                   Sepanjang zaman, dikenang orang?

Mengintip dara, memasang pita.
Selendang dipakai, nampak jarang;
Kreatif itu punya, dayacipta,
Sumbangan untuk, semua orang.

                     Kalau berdiri,  dekat periuk,
                     Tentu saja, terkena arang;
                     Sikap mandiri, kelakuan elok,
                     Ke mana pergi, disayang orang.

Orang Jawa, jadi artis,
Jeketnya dibuat, dari benang;
Pejabat berjiwa, demokratis,
Pemimpin hebat, tetap dikenang.

                    Orang di hulu, menebang jati,
                    Orang di darat,  membuat titian.
                    Karakter ingin tahu,disebut curiosity,
                    Membuat berbagai, penelitian.

Rebus lokan, panggang lokan,
Lokan terdapat,  di  pulau putri.
 Adapun semangat, kebangsaan,
Mementingkan masyarakat,dibandingkan diri..

                      Padi perak ,dalam ember,
                      Buahnya merah,dekat kuali.
                      Karakter cinta, tanah air,
                      Selalu setia, dan sangat peduli.

Pagi-pagi menanam selasih,
Selasih ditanam di hujung serambi;
Bagailah mana hati tak kasih,
Kerana tuan baik budi.

                      Yang dikatakan, pandai besi,
                      Membuat parang, cepat siap.
                      Yang dikatakan, menghargai prestasi,
                       Memanfaatkan dengan, cara beradab.

Pasang kelambu, jangan terlambat,
Nyamuk jangan, hinggap di muka.
Yang dikatakan karakter, bersahabat,
Berbagi dalam, suka dan duka.

                        Orang Dumai, masak menega,
                        Orang Duri, menuai padi.
                        Cinta damai, tanpa curiga,
                        Licin dan licik, tidak terjadi.

Memar pecah, buah kedondong,
Cari yang manis tiada bijinya;
Gemar membaca, pasti beruntung,
Seagala ilmu, itulah kuncinya.

                       Istri empat, pembantunya enam,
                      Raja  industri, dari seberang.
                       Peduli lingkungan, harus ditanam,
                       Hutan lestari, hiduppun tenang.

Naik kapal, membawa kain,
Kain kasa, dekat sumur.
Peduli sosial, membantu simiskin,
Tandanya bangsa, akan makmur..

                      Teroris  tiarap, memakai  sorban,
                      Helykopter, sudah menanti.
                      Bertanggung jawab, rela berkorban,
                      Itulah karakter, pahlawan sejati.

Helikopter,  negara asing,
Memasukkan candu, puluhan ton.
Memilki karakter, daya saing,
Jangan hanya, jadi penonton.

                      Jam beker tidak, di pintu,
                      Pindahkan saja,dekat peti. 
                      Karakter yang tidak, mudah ditipu.
                      Selalu curiga, dan harus teliti.

Puas sudah, menanam ubi,
Nanas juga, dari seberang;
Puas sudah,  hidup teliti,
Sempat juga, ditipu orang.

          
       Anak  Riau, asal Kepri,
                     Terpaut hatinya, di Payakumbuh.
                     Hatiku risau,  tidak terperi,
                     Pendidikan Indonesia, ketinggalan jauh.
 
Pucuk manis, sambal terasi,
Tukang arit, makan meraba.
Yang manis, bernama prestasi,
Yang pahit, bernama narkoba.

                          Pucuk palas, si daun palas,
                         Letakkan saja, di atas lemari. 
                         Bukan malas, sembarang malas.
                         Orang malas, tak akan mandiri.

Pulau Daik, banyak penyengat.
Pulau Karimun, banyak pegaga;
Kelingking berkait, tetap diingat,
Beribu tahun, dikenang juga.

                        Pulau Pandan, jauh ke tengah,
                        Nampak dari, pantai Andalas.
                        Penipuan terbesar, tentang tanah,
                        Suratnya berlapis, tiga belas.

Pulau pisang, pulau pauh,
Pasirnya seperti, bintang di langit.
Penipuan yang  datang, dari jauh,
Masuk ke kamar, lewat internet.

                        Rumah jelek, serambi tak baik,
                        Ikan tenggiri, di dalam dulang;
                        Wajah jelek, prestasi baik,
                        Intelektual tinggi, dipuja orang.

Sapu tangan,  berbunga hijau,
Paduka membeli, pada  Yahudi;
Luka di tangan, karena pisau,
Luka bangsa, karena korupsi.

                       Sapu tangan, jatuh ke laut,
                       Dimakan oleh, ikan buntal.
                       Amboi berat, dosa disebut,
                       Menyembah Setan, demi jabatan.

Pinggiran muara, tidak berbukit,
Banyak bukit, di Tanjung Karang;
Korupsimu tuan, bukan sedikit,
Bisa dimakan, milyaran orang.

                 Si hidung bengkok, licin dan licik.
                 Si gigi jarang, suka berkorban.
                 Kalau ada , penemuan yang baik,
                Harus segera, anda patenkan.

Pesawat terbang,mesinnya besi,
Melayang-layang, di atas laut.
Semua sekolah,punya prestasi,
Masyarakat harus, ikut menyambut.

                Semenjak Cina, mengexport keladi,
                Talas dan ubi, jadi merana.
                Semenjak Palestina, dijajah Yahudi,
                Teroris tumbuh, di mana-mana.

Ulat bulu , baru menyerang,
Pohon mangga, di banyak negeri.
Dari dahulu, sampai sekarang,
Indonesia kaya, energi mentari.

               Di Jawa, Lapindo berlumpur,
               Di Aceh, gempa bergetar.
               Hati gundah, rasa terhibur,
               Indonesia banyak, orang pintar.

Ada penjahat, memanjat dinding,
Tikus dan cecak, terus berbunyi.
Perlahan-lahan, dalam berunding,
Bisa berdebat, pandai melobi.

               Kesenangan sultan, rebus keladi,
               Keladi tumbuh,  tepi telaga;
               Jutaan penipuan, sudah terjadi,
                Orang yang bodoh, tertipu juga.

Ikat pedati, di dekat sampan,
Sampan dibuat , banyak ruang.
Pejabat mati, karena perempuan,
Pengusaha mati, karena uang.

                   Sarang penyengat, jatuh ke motor,
                   Nampak seperti, bunga melati;
                   Bila teringat, bertebarnya koruptor,
                   Elok diterapkan, hukuman mati.

Tenang-tenang, air di laut,
Sampan nelayan, berisi terasi,
Pornografi, dan suka mencarut,
Jadi hiburan, preman berdasi.

                 Daerah palas, gilang-gumilang,
                 Banyak lilin,  di pinggir tebat.
                 Karakter pemalas, manakan hilang,
                 Tanpa disiplin, yang sangat ketat..

Ikan patin, gulai kelapa,
Hendak dijual, ketika menugal.
Tuan miskin, tidak mengapa,
Asalkan ibadah, jangan tinggal.

                 Ubi banyak, bermacam ubi,
                 Ubi ketela, sedang terjerang.
                 Lobi banyak, bermacam lobi.
                 Lobi Yang licik, ditakuti orang






 
 



MOTTO
Prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam dokumen HAM internasional tersebut secara jelas disebutkan dalam pasal 18: "Setiap orang berhak atas kemerdekaan berfikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dimuka umum atau secara pribadi.“




KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini sesuai dengan waktu yang diharapkan.

Pembuatan buku ini adalah  suatu  intisari disertasi S 3 ketika dahulu penulis menyelesaikan tugas akhir di Universitas Islam Negeri. Sultan Syarif Kasim.

Dalam penyusunan buku ini telah banyak pihak yang turut membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1.     …..yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga dengan bantuan, arahan dan nasehatnya penulis menjadi lebih mengerti.

2.     ………, segenap para dosen dan seluruh staf yang turut membantu proses penyelesaian skripsi ini.

3.      ………para staf yang telah membantu memberi informasi senagai data pembuatan skripsi ini.

4.      Ayahanda dan ibunda yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun material.

5.      Sahabat-sahabat dan teman-temanku yang juga telah turut membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

           Akhirnya semua penulis kembalikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya penulis dapat membuat skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sesuatu karya yang memberi dampak positif.



Pekanbaru, 1 Juli 2013
                                                                                       Penulis








PENDAHULUAN

        Latar belakang masalah penelitian (research background) adalah bagian pertama dan sangat penting dalam menyusun tulisan ilmiah, baik dalam bentuk paper atau tesis. Latar belakang masalah penelitian menjelaskan secara lengkap topik (subject area) penelitian, masalah penelitian yang kita pilih dan mengapa melakukan penelitian pada topik dan masalah tersebut (Berndtsson et al., 2008). Sayangnya, tidak banyak mahasiswa yang berhasil membuat latar belakang masalah penelitian dengan baik, sebagian karena masalah penelitiannya memang tidak jelas dan mengada-ada, sebagian lagi karena copy-paste sana sini sehingga alur paragrafnya menjadi kacau, dan sebagian lagi karena gagal melandasi alasan melakukan penelitian itu (males baca literatur). Saya coba membuat tulisan ini, khususnya untuk mempermudah mahasiswa bimbingan saya di bidang komputer (computing), yang sering galau  dalam membuat latar belakang masalah pada tesis mereka :).
KIAT 1:. PAHAMI DUA GAYA RESEARCH DI BIDANG COMPUTING
Sebelumnya perlu dipahami bahwa gaya penelitian di bidang komputer (computing) secara umum terbagi dua yaitu gaya Computer Science (CS) dan gaya Information Systems (IS) (Berndtsson et al., 2008). CS memiliki karakteristik penelitian dan isu berhubungan dengan core technology dan perbaikan metode (method improvement). Sedangkan penelitian IS lebih cenderung ke arah isu tentang interaksi teknologi dan sosial, termasuk diantaranya mengukur dan menganalisa kesuksesan penerapan teknologi dan sistem informasi. Tulisan kali ini akan lebih cenderung ke alur latar belakang masalah penelitian bergaya CS, meskipun tetap bisa digunakan untuk penelitian IS.
KIAT 2: MENJAWAB SEMUA PERTANYAAN WHY DI JUDUL
Latar belakang masalah penelitian akan menjawab semua pertanyaan MENGAPA (WHY) dari judul penelitian kita. Untuk mempermudah penjelasan, saya akan gunakan, terjemahkan dan revisi paper penelitian (Fei et al, 2008) untuk contoh paper yang kita bahas. Karena judul penelitiannya adalah Prediksi Produksi Padi dengan menggunakan Support Vector Machine berbasis Particle Swarm Optimization, maka latar belakang masalah harus bisa menjawab pertanyaan:
1.      mengapa padi?
2.      mengapa prediksi produksi padi?
3.      mengapa support vector machine?
4.      mengapa particle swarm optimization?
Bagaimana cara menguraikan jawaban dari pertanyaan 1-4, akan disajikan dalam contoh latar belakang masalah di bawah.
KIAT 3: POLA ALUR DAN POKOK PIKIRAN PARAGRAF
Kunci dari keberhasilan menyusun latar belakang masalah penelitian seberapa komprehensif kita merangkumkan penelitian kita. Tulisan yang baik adalah bahwa dengan hanya membaca latar belakang masalah, orang langsung bisa memahami, apa yang kita lakukan pada penelitian kita. Untuk bisa mencapai itu, pokok pikiran seluruh paragraf pada latar belakang masalah penelitian harus memuat dan mengikuti 6 pola alur berikut. Untuk mempermudah mengingat, saya biasanya menggunakan singkatan OMKKMASASOLTU.
  1. obyek penelitian (O)
  2. metode-metode yang ada (M)
  3. kelebihan dan kelemahan metode yang ada (KK)
  4. masalah pada metode yang dipilih (MASA)
  5. solusi perbaikan metode (SOL)
  6. rangkuman tujuan penelitian (TU)
Contoh penerapan pola OMKKMASASOLTU ini, akan cepat dipahami melalui contoh latar belakang masalah yang saya uraikan di bawah.
KIAT 4:  BELAJAR MENULIS DENGAN ATM
Cara paling cepat dan manjur supaya kita mahir menulis paper ilmiah dan tesis adalah dengan melakukan ATM (Amati-Tiru-Modifikasi). Banyak baca paper, lihat bagaimana para peneliti menuliskan hasil penelitian mereka, tiru alurnya tapi tidak nyontek kalimatnya, dan modifikasi pelan-pelan di tulisan yang kita buat. Jangan lupa memilih paper yang dipublikasikan di journal yang berkualitas, karena sudah menjadi rule-of-thumb dalam dunia penelitian bahwa 80-90% paper ilmiah di dunia ini disajikan dengan buruk. Paling tidak supaya tidak tersesat dalam studi literatur, patokan paper yang berkualitas adalah masuk di journal yang terindeks oleh ISI atau SCOPUS, dan memiliki nilai skor yang tinggi untuk penghitungan Journal Impact Factor, Eigenfactor Score, Scimago Journal Rank, atau Source Normalized Impact per Paper. Journal ilmiah di Indonesia untuk bidang computing yang masuk kriteria ini,  hanya Telkomnika yang diasuh mas Tole Sutikno cs dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, karena sudah mulai terindeks oleh SCOPUS.
Sebagai contoh, perhatikan latar belakang masalah pada tulisan berikut ini. Untuk mempermudah memahami penjelasan, (warna biru) saya berikan untuk memberi petunjuk bahwa paper tersebut menjawab pertanyaan why di judul sesuai dengan KIAT 2, dan [warna merah] saya berikan untuk memberi penjelasan bagaimana paragraf mengikuti alur dan pokok pikiran paragraf yang ada di KIAT 3. Perhatikan juga bahwa setiap kalimat yang mengandung jawaban dari pertanyaan why atau berupa klaim dan definisi, harus merujuk atau melakukan sitasi (citation) ke literatur sebagai landasan dari klaim yang dilakukan. Daftar referensi dari paper (Fei et al., 2009) tidak saya tampilkan, karena poin penting yang ingin saya sampaikan adalah masalah bagaimana alur kalimat dan paragrafnya.
Prediksi Produksi Padi dengan menggunakan Support Vector Machine berbasis Particle Swarm Optimization




BAB       I

HAK ANAK UNTUK MURTAD

            Hak Anak dalam Keluarga (Memiliki Keyakinan Berbeda dengan Orang Tua)  Saya (18) berniat untuk memiliki keyakinan (agama) yang berbeda dengan garis keturunan saya. Untuk merealisasikannya, saya harus keluar dari rumah karena tidak disetujui oleh orang tua. Orang tua memaksa untuk tetap memiliki keyakinan yang sama. Apa keputusan saya untuk keluar dari rumah demi mempertahankan keyakinan dapat dilindungi oleh hukum? Apa yang masih menjadi wewenang orang tua saya?
khlaraprianto
Jawaban:  Shanti Rachmadsyah
           Untuk dapat pindah keyakinan dan dinyatakan sah secara hukum, tidak diperlukan syarat – syarat tertentu. Selama Anda telah meyakini keputusan tersebut, maka Anda dapat melakukannya. Hak setiap orang untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.
Pasal 28 E UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Selanjutnya, dalam Pasal 28 I UUD 1945 dinyatakan bahwa hak beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable human rights). Jadi, kebebasan Anda untuk beragama adalah hak asasi Anda, termasuk untuk memilih agama yang Anda yakini.
Kebebasan beragama juga ditegaskan dalam pasal 22 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU 39/1999”) yang menyatakan, Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Menurut penjelasan pasal 22 ayat (1) UU 39/1999, yang dimaksud dengan ”hak untuk bebas memeluk agamanya dan kepercayaannya” adalah hak setiap orang untuk beragama menurut keyakinannya sendiri, tanpa adanya paksaan dari siapapun juga.
Mengenai wewenang orangtua, memang benar bahwa seorang anak berada di bawah kekuasaan orang tuanya. Akan tetapi dalam konteks kekuasaan orang tua, perlu diingat bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) membatasi usia anak dalam pasal 47 ayat (1), yaitu anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Anak yang demikian berada di bawah kekuasaan orang tuanya, dan orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan (lihat pasal 47 ayat [2] UU Perkawinan).
Dalam kasus ini, Anda sudah berusia 18 tahun. Ini artinya Anda sudah tidak lagi berada dalam kekuasaan orangtua. Dengan demikian secara hukum Anda sudah dianggap dewasa dan karena itu sudah cakap untuk melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa perlu izin dari orang tua, KECUALI untuk melangsungkan perkawinan.
Dalam pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan diatur bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Jika orang tua Anda tidak menyetujui  perkawinan tersebut, maka Anda dapat meminta izin dari Pengadilan dalam daerah tempat tinggal Anda. Pengadilan dapat memberikan izin menikah setelah mendengar pendapat dari orang tua Anda (lihat pasal 6 ayat [2] UU Perkawinan).

Demikian hemat kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.      Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
3.      Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
                                                                         
HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN BERAGAMA[1]

Siti Musdah Mulia[2]


Pendahuluan
HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu konsep etika politik modem dengan gagasan pokok penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntutan moral tentang bagaimana seharusnya manusia memperlakukan sesamanya manusia. Tuntutan moral tersebut sejatinya merupakan ajaran inti dari semua agama. Sebab, semua agama mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap manusia, tanpa ada pembedaan dan diskriminasi. Tuntutan moral itu diperlukan, terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah atau “dilemahkan” (al-mustad'afin) dari tindakan dzalim dan semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang kuat dan berkuasa. Karena itu, esensi dari konsep hak asasi manusia adalah penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa ada diskriminasi berdasarkan apapun dan demi alasan apapun; serta pengakuan terhadap martabat manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi.
Kesadaran akan pentingnya HAM dalam wacana global muncul bersamaan dengan kesadaran akan pentingnya menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan (human centred development). Konsep HAM berakar pada penghargaan terhadap manusia sebagai makhluk berharga dan bermartabat. Konsep HAM menempatkan manusia sebagai subyek, bukan obyek dan memandang manusia sebagai makhluk yang dihargai dan dihormati tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, jenis gender, suku bangsa, bahasa, maupun agamanya.
Sebagai makhluk bermartabat, manusia memiliki sejumlah hak dasar yang wajib dilindungi, seperti hak hidup, hak beropini, hak berkumpul, serta hak beragama dan hak berkepercayaan. Nilai-nilai HAM mengajarkan agar hak-hak dasar yang asasi tersebut dilindungi dan dimuliakan. HAM mengajarkan prinsip persamaan dan kebebasan manusia sehingga tidak boleh ada diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap manusia dalam bentuk apa pun dan juga tidak boleh ada pembatasan dan pengekangan apa pun terhadap kebebasan dasar manusia, termasuk di dalamnya hak kebebasan beragama.

Isu Kebebasan Beragama Dalam Dokumen HAM
Isu kebebasan beragama selain tercantum di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (disingkat DUHAM),[3] ditemukan juga di dalam berbagai dokumen historis tentang HAM,[4] seperti dokumen Rights of Man France (1789), Bill of Rights of USA (1791) dan International Bill of Rights (1966). Pasal 2 DUHAM menyatakan: “setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran, ataupun kedudukan lain.”
Secara umum DUHAM yang diumumkan PBB tahun 1948 mengandung empat hak pokok. Pertama,  hak individual atau hak-hak yang dimiliki setiap orang. Kedua, hak kolektif atau hak masyarakat yang hanya dapat dinikmati bersama orang lain, seperti hak akan perdamaian, hak akan pembangunan dan hak akan lingkungan hidup yang bersih. Ketiga, hak sipil dan politik, antara lain mernuat hak-hak yang telah ada dalam perundangan Indonesia seperti: hak atas penentuan nasib sendiri, hak memperoleh ganti rugi bagi mereka yang kebebasannya dilanggar; hak atas kehidupan, hak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama, hak yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk menikmati hak sipil dan politik, hak seorang untuk diberi tahu alasan-alasan pada saat penangkapan, persamaan hak dan tanggung jawab antara suami-istri, hak atas kebebasan berekspresi. Keempat, hak ekonomi, sosial dan budaya, antara lain mernuat hak untuk menikmati kebebasan dari rasa ketakutan dan kemiskinan; larangan atas diskriminasi ras, wama kulit, jenis kelamin, gender, dan agama, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ekonomi, sosial dan budaya; hak untuk mendapat pekerjaan; hak untuk memperoleh upah yang adil bagi buruh laki-laki dan perempuan; hak untuk membentuk serikat buruh; hak untuk mogok; hak atas pendidikan: hak untuk bebas dari kelaparan.
Prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam dokumen HAM internasional tersebut secara jelas disebutkan dalam pasal 18: "Setiap orang berhak atas kemerdekaan berfikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dimuka umum atau secara pribadi.“
Hak kebebasan beragama dinyatakan pula secara lebih rinci dalam Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 18. Kovenan ini telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005. Isinya sebagai berikut: (1) Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran; (2) Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga menggangu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan sesuai dengan pilihannya.
DUHAM menyebut istilah basic human rights[5]  (hak-hak asasi manusia dasar), yaitu hak asasi manusia yang paling mendasar dan dikategorikan sebagai hak yang paling penting untuk diprioritaskan di dalam berbagai hukum dan kebijakan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Hak-hak asasi manusia dasar itu adalah serangkaian hak yang memastikan kebutuhan primer material dan non-material manusia dalam rangka mewujudkan eksistensi kemanusiaan manusia yang utuh, yaitu manusia yang berharga dan bermartabat.  Walaupun, secara eksplisit tidak dijumpai satu ketetapan atau penjelasan yang merinci tentang hak-hak apa saja yang termasuk di dalam basic human rights ini, namun, secara umum dapat disebutkan hak-hak asasi dasar tersebut mencakup hak hidup, hak atas pangan, pelayanan medis, kebebasan dari penyiksaan, dan kebebasan beragama.[6] Hak-hak itu, dan juga secara keseluruhan hak asasi manusia didasarkan pada satu asas yang fundamental, yaitu penghargaan dan penghormatan terhadap martabat  manusia.[7]
Hak kebebasan beragama digolongkan dalam kategori hak asasi dasar manusia, bersifat  mutlak dan berada di dalam forum internum yang merupakan wujud dari inner freedom (freedom to be). Hak ini tergolong sebagai hak yang non-derogable.[8] Artinya, hak yang secara spesifik dinyatakan di dalam perjanjian hak asasi manusia sebagai hak yang tidak bisa ditangguhkan pemenuhannya oleh negara dalam situasi dan kondisi apa pun, termasuk selama dalam keadaan bahaya, seperti perang sipil atau invasi militer. Hak yang non-derogable ini dipandang sebagai hak paling utama dari hak asasi manusia.[9] Hak-hak non derogable ini harus dilaksanakan dan harus dihormati oleh negara pihak dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun.
Akan tetapi, kebebasan beragama dalam bentuk kebebasan untuk mewujudkan, mengimplementasikan, atau memanifestasikan agama atau keyakinan seseorang, seperti tindakan berdakwah atau menyebarkan agama atau keyakinan dan mendirikan tempat ibadah digolongkan dalam kebebasan bertindak (freedom to act). Kebebasan beragama dalam bentuk ini diperbolehkan untuk dibatasi dan bersifat bisa diatur atau ditangguhkan pelaksanaannya. Namun, perlu dicatat, bahwa penundaan pelaksanaan, pembatasan atau pengaturan itu hanya boleh dilakukan berdasarkan undang-undang. Adapun alasan yang dibenarkan untuk melakukan penundaan pelaksanaan, pembatasan, atau pengaturan itu adalah semata-mata perlindungan atas lima hal, yaitu: public safet; public order; public helth; public morals; dan protection of rights and freedom of others. Dengan demikian tujuan utama tindakan penundaan pelaksanaan, pengaturan atau pembatasan itu adalah untuk menangkal ancaman terhadap keselamatan manusia atau hak milik mereka.[10]
Prisip kebebasan beragama di dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia tidaklah berdiri sendiri melainkan selalu dikaitkan dengan kebebasan lainnya, yaitu kebebasan pikiran dan hati nurani. Pada esensinya, kebebasan beragama atau berkeyakinan mengandung paling sedikit delapan komponen, yaitu: kebebasan internal, kebebasan eksternal, non-coercion, non-discrimination, hak orang tua dan wali, kebebasan kelembagaan dan status legal, batas yang diperbolehkan bagi kebebasan eksternal dan bersifat non-derogability.[11]
Masalahnya kemudian, apakah yang dimaksud dengan agama dalam dokumen HAM tersebut? Menarik diketahui bahwa dokumen hak asasi manusia tidak memberikan definisi yang konkret tentang apa itu agama. Alasannya, sangat jelas. Untuk menghindari kontroversi filosofis dan ideologis serta polemik yang berkepanjangan. Sebab, definisi agama sangat beragam dan amat problematik menentukan satu definisi dalam rumusan legal. Hukum hak asasi manusia internasional menemukan istilah yang tepat untuk melindungi hak-hak itu di bawah judul yang disepakati yaitu: kebebasan berpikir, berkesadaran dan beragama. Pada prinsipnya, kebanyakan kaidah internasional yang dikembangkan mengarah pada upaya melindungi hak kebebasan beragama atau berkeyakinan.[12] Dengan ungkapan lain, yang dilindugi dan dihormati adalah hak dan kebebasan manusia untuk memilih atau tidak memilih beragama dan berkeyakinan.
Mengapa agama tetap diperlukan manusia? Sebab, dalam menghadapi realitas hidup yang serba kompleks ini, manusia secara fisik maupun psikis selalu  terhadang oleh berbagai situasi krisis, terutama tiga bentuk situasi krisis yang abadi, yaitu ketidakberdayaan, ketidakpastian, dan kelangkaan. Agama dengan wawasan supra-empirisnya dipandang sebagai satu-satunya solusi yang dapat membantu manusia menyesuaikan diri dengan situasi krisis eksistensial tersebut. Agama dapat memberikan kepada manusia kebebasan untuk mencapai niai-nilai yang mentransendensikan tuntutan dari kehadiran sosial. Karena itu, agama adalah bersifat sungguh-sungguh pribadi dan sungguh-sungguh sosial.[13] Dalam realitas sosiologis agama sering didefinisikan sebagai sebuah sistem keyakinan dan ritual yang mengacu kepada sesuatu yang dipercayai bersifat suci yang mengikat seseorang atau kelompok, sebagaimana dinyatakan oleh Durkheim (1912). Agama juga didefinisikan sebagai rangkaian jawaban yang koheren pada dilema keberadaan manusia, berupa kelahiran, kesakitan, dan kematian, yang membuat dunia bermakna, seperti diterangkan oleh Marx Weber (1939).
Berbeda dengan pendekatan sosiologis itu, praktik empiris yang terjadi di Indonesia adalah bahwa pemerintah Indonesia merumuskan pengertian sendiri tentang agama. Agama secara sepihak oleh pemerintah (sedikitnya sebagian aparat negara) dan sebagian kelompok masyarakat diperlakukan sebagai suatu sistem kepercayaan yang disusun berdasarkan kitab suci, dan oleh karena itu mengandung ajaran yang jelas, mempunyai nabi dan sudah barang tentu juga kitab suci. Itulah sebabnya seringkali terdengar pendapat yang salah kaprah bahwa agama yang diakui pemerintah adalah agama-agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Lalu, sejak akhir 2006 termasuk Konghucu.
Pendekatan empiris di Indonesia itu memiliki implikasi yang merugikan masyarakat penganut kepercayaan atau agama-agama lokal yang dalam pendekatan sosiologis termasuk dalam kategori agama. Kerugian tersebut, antara lain dalam wujud tiadanya perlindungan negara terhadap hak-hak sipil mereka sebagai warga negara. Agama dan kepercayaan mereka tidak diakui sebagai agama yang sah dan oleh karena itu pengikutnya mendapat perlakuan yang bersifat diskriminatif, terutama dari institusi negara.[14]

Agenda Internasional Perlindungan Hak Kebebasan Beragama
Hal-hal apa saja sesungguhnya yang ingin dilindungi melalui agenda internasional perlindungan hak kebebasan beragama? Sebelum menjawab pertanyaan penting ini, perlu terlebih dahulu menjelaskan makna kebebasan dalam perspektif HAM. Menurut Groome, kebebasan adalah kekuasaan atau kemampuan bertindak tanpa paksaan; ketiadaan penghalang atau hambatan; kekuasaan untuk memilih. Lebih jauh Groome membagi  kebebasan dasar ke dalam dua kategori, yaitu  hak-hak dan perlindungan pribadi; dan  hak-hak dan perlindungan di dalam sistem  keadilan.  Kelompok hak dan perlindungan pribadi mencakup: kebebasan beragama; kebebasan berfikir;  kebebasan berekspresi;  kebebasan pers;  kebebasan berserikat;  kebebasan bergerak; hak untuk kehidupan pribadi;  hak untuk berkumpul;  hak untuk berserikat;  hak atas pendidikan;  dan  hak untuk berpartisipasi dalam pemerintah. Dari sini kemudian dikenal istilah four freedom (empat kebebasan)[15] oleh F.D. Roosevelt, yaitu: kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan  berkeinginan dan kebebasan dari perasaan ketakutan.
Esensi dari kebebasan beragama atau berkeyakinan tercakup dalam delapan komponen utama,[16] sebagai berikut.
  1. Kebebasan Internal: Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri termasuk untuk berpindah agama dan keyakinannya.
  2. Kebebasan Eksternal: Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran dan peribadahannya.
  3. Tidak ada Paksaan: Tidak seorangpun dapat menjadi subyek pemaksaan yang akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki atau mengadopsi suatu agama atau keyakinan yang menjadi pilihannya.
  4. Tidak Diskriminatif: Negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama dan keyakinan, politik atau pendapat, penduduk: asli atau pendatang, serta asal usulnya.
  5. Hak dari Orang Tua dan Wali: Negara berkewajiban untuk menghormati kebebasan orang tua, dan wali yang sah, jika ada untuk menjamin bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anaknya sesuai dengan keyakinannya sendiri.
  6. Kebebasan Lembaga dan Status Legal: Aspek yang vital dari kebebasan beragama atau berkeyakinan bagi komunitas keagamaan adalah untuk berorganisasi atau berserikat sebagai komunitas. Oleh karena itu komunitas keagamaan mempunyai kebebasan dalam beragama atau berkeyakinan termasuk di dalamnya hak kemandirian di dalam pengaturan organisasinya.
  7. Pembatasan yang dijinkan pada Kebebasan Eksternal: Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh undang-undang, dan itupun semata-mata demi kepentingan melindungi keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum, serta dalam rangka melindungi hak-hak asasi dan kebebasan orang lain.
  8. Non-Derogability: Negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun dan atas alasan apapun.

Bagaimana Seharusnya Bentuk Perlindungan Hak Kebebasan Beragama di Indonesia?
Prinsip kebebasan beragama di Indonesia di samping mengacu kepada instrumen internasional mengenai HAM, seperti dipaparkan sebelumnya, juga harus mengacu kepada konstitusi dan sejumlah Undang-undang lainnya yang berkaitan dengan penegakan HAM. Di antaranya, UU No. 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, UU No. 9 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23 Tahun 2003 tentang perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang ratifikasi Kovenan Internasional tentang pemenuhan hak-hak sipil dan politik dari seluruh warga negara tanpa kecuali.
Pemaknaan terhadap kebebasan beragama di Indonesia harus dimulai dari pengakuan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 hasil amandemen.  Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu selanjutnya diikuti dengan ketentuan mengenai kebebasan beragama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Kebebasan disini berarti bahwa keputusan beragama dan beribadah diletakkan pada tingkat individu. Dengan ungkapan lain, agama merupakan persoalan individu dan bukan persoalan negara. Negara cukup menjamin dan menfasilitasi agar warga negara dapat menjalankan agama dan peribadatannya dengan nyaman dan aman, bukan menetapkan mana ajaran agama atau bentuk peribadatan yang harus dan tidak harus dilakukan oleh warga negara. Demikian pula, negara sama sekali tidak berhak mengakui atau tidak mengakui suatu agama; negara juga tidak berhak memutuskan mana agama resmi dan tidak resmi; tidak berhak  menentukan mana agama induk dan mana agama sempalan. Negara pun tidak berhak mengklaim kebenaran agama dari kelompok mayoritas dan mengabaikan kelompok minoritas. Bahkan, negara juga tidak berhak mendefinisikan apa itu agama. Penentuan agama atau bukan hendaknya diserahkan saja sepenuhnya kepada penganut agama bersangkutan. Bahkan, menurut Agus Salim, salah satu tokoh penting the Founding Fathers Indonesia, Pancasila menjamin setiap warga negara memeluk agama apapun, bahkan juga menjamin setiap warga negara untuk memilih tidak beragama sekalipun.
Kebebasan beragama, adalah prinsip yang sangat penting dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sehingga  harus dipahami makna dan konsekuensinya, baik oleh negara maupun masyarakat. Oleh sebab itu prinsip ini perlu diwujudkan ke dalam suatu UU yang memayungi kebebasan beragama. UU ini diperlukan untuk memproteksi warga dari tindakan diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan berbasis agama sekaligus juga membatasi otoritas negara sehingga tidak menimbulkan campur tangan negara dalam hal aqidah (dasar-dasar kepercayaan), ibadah, dan syari’at agama (code) pada umumnya. Tujuan lain adalah menyadarkan seluruh warga negara akan hak-hak asasinya sebagai manusia yang bermartabat dalam berpendapat, berkeyakinan dan beragama, serta potensi-potensi yang terkandung di balik hak-hak tersebut. UU semacam itu harus mendefinisikan kebebasan beragama  secara lebih operasional.
Apa saja yang harus dicakup dalam prinsip kebebasan beragama? Mengacu kepada dokumen HAM internasional, konstitusi dan sejumlah undang-undang tersebut, maka kebebasan beragama harus dimaknai sebagai berikut.
Pertama, kebebasan setiap warga negara untuk memilih agama atau menentukan agama dan kepercayaan yang dipeluk, serta kebebasan melaksanakan ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing.
Kedua, kebebasan dan kemerdekaan menyebarkan agama, menjalankan misi atau berdakwah dengan syarat semua kegiatan penyebaran agama itu tidak menggunakan cara-cara kekerasan maupun paksaan secara langsung maupun tidak langsung. Demikian pula tidak mengeksploitasi kebodohan dan kemiskinan masyarakat atau bersifat merendahkan martabat manusia sehingga tidak dibenarkan melakukan pemberian bantuan apa pun, pembagian bahan makanan, pemberian beasiswa atau dana kemanusiaan kepada anak-anak dari keluarga miskin atau pelayanan kesehatan gratis dengan syarat harus masuk ke dalam agama tertentu.
Ketiga, kebebasan beragama seharusnya mencakup pula kebebasan untuk berpindah agama, artinya berpindah pilihan dari satu agama tertentu ke agama lain. Setiap warga negara berhak untuk memilih agama dan kepercayaan apapun yang diyakininya dapat membawa kepada keselamatan dunia dan akhirat. Karena itu, berpindah agama hendaknya dipahami sebagai sebuah proses pencarian atau penemuan kesadaran baru dalam beragama.
Anehnya sikap umum pemerintah dan masyarakat terhadap orang-orang yang pindah agama tidak konsisten, dan cenderung diskriminatif. Sebab, jika seseorang itu berpindah ke dalam agama yang kita anut, kita cenderung menerimanya dengan sukacita atau bahkan merayakannya. Sebaliknya, jika seseorang itu berpindah dari agama kita ke agama lainnya (keluar dari agama kita),  kita cenderung marah dan memandang pelakunya sebagai murtad, kafir, musyrik dan sebagainya. Hal ini sangat tidak adil. Bagaimana mungkin kita dapat menerima perpindahan seseorang ke dalam agama kita dan menolak hal yang sama. Sebab, orang yang pindah agama itu murtad dalam pandangan semua agama. Jika bisa menerima orang lain masuk ke dalam agama kita, seharusnya mudah pula menerima orang kita masuk ke agama lain. Mengapa dalam beragama ada semacam pikiran culas? Hanya mau untung tetapi takut rugi.
Keempat, kebebasan beragama hendaknya juga mencakup kebolehan perkawinan antara dua orang yang berbeda agama atau berbeda sekte atau berbeda faham keagamaan sepanjang perkawinan itu tidak mengandung unsur pemaksaan dan eksploitasi. Artinya, perkawinan itu bukan dilakukan untuk tujuan perdagangan perempuan dan anak perempuan (trafficking in women and children) yang akhir-akhir ini menjadi isu global.
Yang penting dilindungi adalah hak warga negara untuk mencatatkan peristiwa penting tersebut, baik kepada lembaga pencatatan sipil maupun KUA. Negara berkewajiban mencatatkan peristiwa sipil warga, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian, sebaliknya warga negara berhak menerima pelayanan registrasi. Dalam hal ini negara tidak mencampuri urusan prosedur pernikahan berdasarkan ketentuan  atau upacara agama apapun. Kedua calon mempelai berhak melangsungkan pernikahan berdasarkan pilihan dan kesepakatan bersama. Otoritas agama boleh saja membuat fatwa atau keputusan yang mengharamkan perkawinan lintas agama, atau keluarga dan individu boleh menganggap haram pernikahan antara pemeluk agama yang berbeda. Namun fatwa atau keputusan tersebut tidak mengikat negara dan masyarakat.
Kelima, kebebasan beragama hendaknya juga mencakup kebebasan mempelajari ajaran agama manapun di lembaga-lembaga pendidikan formal, termasuk lembaga pendidikan milik pemerintah. Konsekuensinya, setiap siswa atau mahasiswa berhak memilih atau menentukan agama mana yang akan dipelajarinya. Tidak boleh dibatasi hanya pada agama yang dianut peserta didik. Demikian juga, kebebasan untuk memilih tidak mengikuti pelajaran agama tertentu. Akan tetapi, lembaga pendidikan dapat mewajibkan peserta didiknya untuk mengikuti pelajaran budi pekerti atau etika berdasarkan Pancasila, karena pelajaran itu penting bagi pembentukan karakter warganegara yang baik.
 Keenam, kebebasan beragama memungkinkan negara dapat menerima kehadiran sekte, paham, dan aliran keagamaan baru sepanjang tidak menggangu ketenteraman umum dan tidak pula melakukan praktek-praktek yang melanggar hukum, seperti perilaku kekerasan, penipuan atau pembodohan warga dengan kedok agama.
 Ketujuh, kebebasan beragama mendorong lahirnya organisasi-organisasi keagamaan untuk maksud meningkatkan kesalehan warga,  meningkatkan kualitas kecerdasan emosional dan spiritual berdasarkan ajaran agama tertentu selama tidak mengharuskan keimanan kepada suatu agama atau keyakinan sebagai syarat. Konsekuensinya, negara atau otoritas keagamaan apa pun tidak boleh membuat fatwa atau keputusan hukum lainnya yang menyatakan seseorang sebagai kafir, murtad atau berdosa. Atau memberi label terhadap suatu paham, sekte, aliran keagamaan atau kepercayaan tertentu sebagai  paham sesat.
Kedelapan, kebebasan beragama mengharuskan negara bersikap dan bertindak adil pada semua penganut agama dan kepercayaan yang hidup di negara ini. Negara tidak boleh bersikap memihak terhadap kelompok keagamaan tertentu dan berbuat diskriminatif terhadap kelompok lainnya. Dalam konteks ini seharusnya tidak ada istilah mayoritas dan minoritas, juga tidak ada istilah penganut agama samawi dan non-samawi. Demikian juga tidak perlu ada istilah agama induk dan agama sempalan. Jangan lagi ada istilah agama resmi dan tidak resmi atau diakui dan tidak diakui pemerintah. Setiap warga negara mendapatkan hak kebebasannya dalam menentukan pilihan agamanya.



[1] Disampaikan pada acara Konsultasi Publik untuk Advokasi terhadap RUU KUHP diselenggarakan oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP, tgl 4 Juli 2007 di Jakarta.
[2] Sekjen Indonesian Conference on Religion for Peace dan Dosen Pascasarjana UIN Jakarta.
[3] DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) merupakan pernyataan definitif yang pertama tentang 'hak asasi manusia' dan yang menyebutkan secara jelas hak-hak itu yang bersifat universal. Dokumen ini adalah kesepakatan internasional yang ditanda-tangani oleh para pihak (negara) yang menjadi anggota PBB. Walaupun demikian, kesepakatan tersebut tidak mengikat secara hukum (not legally binding) dan tidak menyediakan perlindungan yang dapat dipaksakan.
[4] Dalam hal ini Groome menyebutkan sejumlah  dokumen historis, yaitu: (1) Magna Charta (1215); (2) Bill of Rights England (1689); (3) Rights of Man France (1789); (4) Bill of Rights USA (1791); (5) Rights of Russian People (1917); dan (6) International Bill of Rights (1966).
[5]  Paragraf pertama dari DUHAM menyatakan: 'Menimbang bahwa penegakan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia. Lihat Gunawan Sumodiningrat dan Ibnu Purna (ed), Landasan Hukum dan Rencana Aksi Nasional HAM di Indonesia 2004-2009, Jakarta, 2004, h. 9.
[6]  Conde, 1999: 11.
[7] Groome, 1999: 4
[8] Pasal 4 (2) ICCPR menyebutkan: No derogation from articles 6,7,8(paragraphs 1 and 2), 11, 15, 16 1nd 18 may be made under this provision.
[9]Untuk penjelasan ini, antara lain dapat dilihat Groome, Dermot, The Handbook of Human Rights Investigation: A comprehensive guide to the investigation and documentation of violent human rights abuses, Northborough, Massachusetts, Human Rights Press, 2001: 6.
[10] Nowak, UN Covenant on Civil and Political Rights, 326.
[11] Penjelasan tentang hal ini secara eksplisit ditemukan dalam ICCRP pasal 18 (1); ECHR pasal 9 (2); dan ACHR pasal 12 (3).
[12] Lerner, 2004: 65.
[13]Theodorson & Theodorson, 1970: 344.  
[14] Untuk kajian ini lihat hasil penelitian ICRP dan KOMNAS HAM, tahun 2005.  Perlakuan diskriminatif dari negara atas pengikut agama dan kepercayaan lokal serta selain keenam agama yang resmi diakui  itu misalnya terjadi dalam pemenuhan hak sipil para pengikut agama-agama lokal dan aliran kepercayaan, seperti dipaksa menyebut agama lain yang 'diakui' dalam KTP, meski sebenarnya tidak memeluk agama yang 'diakui' itu, hak mendapatkan akta nikah dan hak untuk dicatatkan perkawinannya pada kantor  Catatan Sipil atau KUA, dan hak mendapatkan akta lahir bagi anak-anak mereka.
[15] Keempat bentuk kebebasan ini berasal dari isi pidato Franklin Delano Roosevelt,  pada Januari 1941, di mana ia menyatakan bahwa eksisitensi dari perdamaian dunia dikaitkan dengan empat kebebasan yang esensial. Kebebasan ini termasuk 'freedom of expression'; freedom of workship; freedom from want (dalam hal ini adalah kepastian atau keamana ekonomi); freedom from fear (pengurangan persenjataan). Pidato ini kemudian menjadi satu dokumen kunci di dalam upaya membentuk PBB dan memberikan perlindungan dan pemajuan HAM. Pidato itu diberikan sebelum AS terlibat dalam Perang Dunia II. Lihat H. Victor Conde, A Handbook of International Human Rights Terminology, Lincoln & London, University of Nebraska Press, 1999,  h. 47.
[16] Penjelasan tentang hal ini secara eksplisit ditemukan dalam ICCRP pasal 18 (1); ECHR pasal 9 (2); dan ACHR pasal 12 (3).

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook