Tuesday, March 12, 2013

FALSAFAH MAKAN ANGIN MELAYU RIAU


Belajar Dari Falsafah Melayu Riau, Apa Sebenarnya Tujuan Hidup Kita?


Pernah kucoba, belajar menjahit,
Tiap malam, mesin digohid,
Banyak halangan, berderet-deret,
Di dalam hati, pedih dan sakir.

      Kucoba pula, berladang padi,
          Lima tahun, mengorbankan diri,
          Sambil sekolah, mencari rezeki,
Ke Airtiris, pergi mengaji.


Tempat lahirku, Pulau Penyalai,
Nyiur melambai, sepanjang pantai,
Ruko walet, sangatlah ramai,
Nyamuknya banyak, sulit dilerai.

        Kalau berkata, di bawah-bawah,
Tiada niat, untuk menjajah,
            Walaupun hidup, kaya dan mewah,
      Tinggi bukan, untuk disembah.

Melayu tiada, jadi pengemis,
Walaupun miskin, selalu menangis,
Terkadang cacat, sangat kritis,
Namun mencopet,tak akan etis.

       Ada kalimat “cause I don’t care too much for money, for money can’t buy me love” yang artinya “karena aku tidak terlalu perduli dengan uang, uang tidak bisa membelikanku cinta”. Saya berhenti sesaat, berusaha mendalami makna lirik tersebut. Dikatakan bahwa “uang tidak bisa membelikanku cinta”, berarti tidak bisa membeli perasaan. Saya lalu berpikir berarti uang juga tidak bisa membeli kebahagiaan.
Falasafah Melayu, “ Makan angin”, mengandung arti positif, yaitu, kepuasan, tanpa beban. Merasa cukup, dengan apa yang ada. (Melayu Riau ketika dahulu).
         Etnis Minang, jika ditanya mau kemana, jawabnya “cari pitih di rantau urang”. Ujung ada dua, bisa penjara, bisa pembuka peluang usaha yang hebat”. Tidak ada kepuasan batin di dalamnya. Etnis Jawa berfalsafahkan “Golek kerco”. Yang penting, cari pekerjaan, duit dapat, tempatpun dapat. Ada kepuasan batin di dalamnya.
         Kalau kita pikir-pikir kebanyakan orang berusaha mencari uang untuk kelangsungan hidupnya. Tentunya uanglah yang mereka cari demi kelangsungan hidup mereka. Dengan uang mereka bisa membeli banyak hal; mulai dari kebutuhan primer, sekunder, tersier hingga kebutuhan/materi lainnya yang bisa ‘ditukar’ dengan uang, tetapi tidak untuk perasaan (cinta, kebahagiaan, dan sebagainya). Perasaan apapun itu tidak bisa dibeli atau pun ‘diuangkan’ alias dijual. Lalu apakah dengan materi/uang yang selama ini kita cari, kita kejar-kejar hingga mati-matian mendapatkannya adalah tujuan kita dalam hidup ini?
          Kebanyakan manusia tidak akan pernah merasa puas akan apa yang telah dimilikinya. Manusia akan terus mencari, mencari, hingga mendapatkannya. Walaupun sudah mendapatkan yang lebih, namun sifat ‘keserakahan’ membuat manusia akan terus mencari dan tidak pernah merasa puas dengan itu semua.
         Saya pernah berpikir bahwa saya sekolah hingga sarjana nanti agar saya bisa menjadi sukses, mendapatkan pekerjaan impian saya sesuai cita-cita dan mendapatkan uang yang berlimpah dari pekerjaan tersebut, dapat berkeluarga dengan baik, dapat menghidupi keluarga, menyekolahkan anak, dan sebagainya. Tetapi menjadi sukseskah tujuan hidup kita? Apakah kesuksesan menjadi jaminan kita hidup bahagia? Atau dengan uangkah kita dapat memperoleh segalanya yang kita inginkan termasuk perasaan? Tentunya Anda pernah mendengar “uang bukanlah segalanya”. Anda juga mungkin pernah mendengar kalimat plesetan ini, “uang bukanlah segalanya, tapi segalanya butuh uang”. Tentu saja tidak! Perasaan cinta, kasih sayang, kebahagiaan tidak membutuhkan uang.
Banyak sekali contoh nyata bahwa kesuksesan dan uang/materi tidak menjamin kebahagiaan. Salah satunya, sebuah keluarga yang saya kenal memiliki dua orang anak yang hidup dalam kemewahan. Apapun yang dia butuhkan dan inginkan selalu terpenuhi. Orang tuanya bekerja sebagai pebisnis sukses yang berpenghasilan sangat besar setiap bulannya. Anak tersebut adalah teman saya sewaktu SMP dulu, dan sering bertemu dengan kakaknya setiap main ke rumahnya. Dia hidup dalam kemewahan, rumah yang mewah, sering diantar-jemput dengan kendaraan mewah, uang saku yang bagi saya sangat besar untuk anak SMP, dan sebagainya. Tetapi teman saya itu pernah bercerita kepada saya bahwa ia merasa kurang perhatian dari orang tuanya. Orang tuanya terlalu sibuk pergi sana-sini demi bisnis mereka sehingga jarang sekali meluangkan waktu untuk dia dan kakaknya. Teman saya ini merupakan anak bungsu dari keluarga tersebut, dan kakaknya merupakan siswi SMA yang berlokasi di sebelah SMP saya.
       Dia berkata bahwa apa yang dia dan kakaknya punya tidak membuat mereka bahagia. Mereka lebih senang menghabiskan waktu dengan orang tuanya ketimbang materi apapun yang mereka punya, meskipun jarang sekali mendapatkan kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan orang tuanya. Dia dan kakaknya kadang sering bertengkar dengan orang tua mereka karena merasa orang tua mereka lebih mementingkan bisnis ketimbang kedua anaknya. Dengan polosnya saya pernah sekali berkata kepadanya, “ngapai juga kau sedih, kau kan bisa beli apapun yang kau mau. Kalo aku jadi kau kubeli itu playstation 2 biar ada hiburan di rumah”. Setelah berkata seperti itu reaksinya semakin murung, dan melihat ke arah depan dengan tatapan kosong tanpa melihat ke arahku. Dan bila saya pikirkan lagi, materi yang dia punya tidak menjaminnya hidup dalam kebahagiaan. Materi yang orang tuanya berikan tidak dapat mengganti ‘perhatian’ dan ‘kasih sayang’ yang mereka butuhkan sebagai anak dari orang tua mereka.
Uang tidak dapat membeli kebahagiaan, begitu juga dengan perasaan lainnya. Seperti lirik di dalam lagu The Beatles tadi, uang tidak dapat membeli cinta. Dengan uang kita tidak bisa mendapatkan segalanya, hanya materi saja tetapi tidak dengan cinta dan kebahagiaan. Cinta dan kasih sayang yang kita berikan dan dapatkan membuat kita bahagia. Kebahagiaan-lah yang menjadi kunci kehidupan. Atau salahkah bila saya berkata bahwa ‘kebahagiaan’ adalah ‘kunci kehidupan’?
Seperti kata John Lennon (The Beatles),“When I was 5 years old, my mother always told me that happiness was the key to life. When I went to school they asked me what I wanted to be when I grew up. I wrote down ‘happy’. They told me I didn’t understand the assignment, and I told them they didn’t understand life.”
           Kebahagiaan-lah yang menjadi kunci kehidupan. Hidup kita hanya sebentar dan kita semua tentu tidak mau segala kesedihan dan segala penderitaan mengisi hidup kita yang singkat ini. Kebahagiaan menjadi hal terpenting bagi hidup kita walaupun sebagian dari kita tidak menyadari hal tersebut. Hidup kita adalah untuk kebahagiaan, dan pasti kita semua menghindari yang namanya ‘penderitaan’ dan segala ‘kesedihan’ bahkan tidak ingin merasakan kedua hal tersebut dalam hidup kita.
           Orang-orang mencari uang dan segala materi yang notabene hanya bersifat sementara. Kebahagiaan menjadi kunci kehidupan yang hanya sementara ini. Kebahagiaan menjadikan kita sukses dalam kehidupan, dan dengan kebahagiaan yang positif tentunya (ada juga orang yang gila yang merasa bahagia dengan menyakiti dan memberikan orang lain penderitaan) kita bisa melakukan segala hal baik di dunia ini.
          Pencarian akan kesuksesan dan uang sebagai bentuk konkrit-nya tidak menjamin manusia hidup dalam kebahagiaan. Seperti kata John Lennon (The Beatles) “When I was 5 years old my mother always told me that happiness was the key to life. When I went to school they asked me what I wanted to be when I grew up. They told me I didn’t understand the assignment, and I told them they didn’t understand life.”
         Jadi apa sebenarnya tujuan hidup kita? Mencari uang untuk membeli cinta dan kebahagiaan? Mencari uang dan segala hal dalam bentuk materi untuk memenuhi kepuasan dalam diri ini? Apakah tujuan hidup kita adalah menjadi sukses? Atau menurut Anda kalau sudah menjadi sukses akan menjamin hidup Anda menjadi bahagia? Atau Anda tidak setuju dengan kebahagiaan yang menjadi kunci kehidupan?
Opini saya mengenai topik dalam tulisan ini belum selesai, karena masih banyak hal yang ingin saya tambahkan mengenai topik ini. Saya sangat mengharapkan tanggapan Anda mengenai tulisan ini, dan segala bentuk komentar (yang sopan tentunya) akan saya terima sebagai masukan yang akan sangat berguna dalam pemikiran saya untuk tulisan berikutnya dengan topik yang sama. Salam blogger Indonesia! :D
Sumber Gambar:http://prudentblog.blogspot.com/2010/09/money-and-happiness.html

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook