Monday, April 22, 2013

ANAK WAJIB "DIPERANGI". (Sikap Malsnya)




KATA PENGANTAR

PERANGI RASA MALASNYA,
AGAR KUAT DAYA JUANGNYA.
PERANGI, SIKAP BOROSNYA,
PUNYA PERHITUNGAN YANG BERMAKNA

PERANGI KECANDUANNYA, PADA NARKOBA,
AGAR HIDUPNYA TIDAK MENDERITA
PERANGI, PERGAULAN BEBASNYA
AGAR TERPELIHARA, KESUCIAN FITRAHNYA.

Di antara istri dan anakmu ada yang akan menjadi musuh bagimu.
(QS Al-Taghobun : 14)      
Anak durhaka  menjadi saksi bisu pembunuhan Linda Warau oleh anak kandungnya sendiri, Erick Karsoho, tadi pagi. Dengan luka bacok sekujur tubuhnya, korban meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Pantauan merdeka.com, di rumah berlantai dua itu masih terlihat bercak darah, seperti di bagian tembok, pintu hingga lantai di bagian teras depan. Mobil Avanza silver berpelat nomor B 1014 PFF milik korban masih terparkir di garasi. Saat ini pagar rumah masih terbentang garis polisi. Ayah korban, Rusma Warsoto masih berada di kantor RW setempat. Menderita sakit stroke, Rusma dijemput keluarga ke rumah sanak saudaranya tanpa mau menjawab pertanyaan wartawan.
         Asisten rumah tangga korban, Ningkem (33) mengatakan sejak awal pelaku memang terlihat keras kepala dalam kesehariannya."Orangnya tuh emang ngeyel, kita sekali ngomong, dia bisa sepuluh kali ngomong. Sama setiap hari memang masih perawatan obat terus," ujar Ningkem kepada wartawan di kantor Mapolsek Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/4). Ningkem menambahkan, setiap harinya di rumah tersebut hanya ada tiga anggota keluarga. "Yah di rumah itu cuma bertiga aja, papanya sakit di kamar, ibu dan Erik. Adiknya kerja dan satu lagi masih kuliah di China," ujarnya.
       Metrotvnews.com, Jakarta: Seorang pemuda di Jakarta Utara nekad menghabisi nyawa ibu kandungnya, lantaran tidak diajak liburan ke luar negeri. Erik Karsoto mengakui perbuatan bidabnya itu dilakukan di depan ayah kandungnya yang tengah sakit, Jumat (12/4). Erik Karsoto (20) membunuh ibu kandungnya, Linda, menggunakan pisau daging. Linda sempat dievakuasi ke Rumah Sakit Mitra Kemayoran dalam keadaan berlumuran darah. Namun sayang, perempuan 50 tahun itu menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan ke RS.

       Sang anak mengaku nekad membunuh, karena merasa dikucilkan oleh keluarganya. Terutama ibu kandungnya sendiri. Polisi segera mengamankan Erik usai kejadian. Pisau yang digunakan untuk membunuh juga telah diamankan sebagai barang bukti. Polisi kini masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku di Polsek Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi juga akan memeriksakan kejiwaan Erik, yang mengaku tidak menyesal telah membunuh ibu kandungnya.
       JAKARTA, TRIBUNJAMBI.COM — Pasangan suami-istri, Lo Tirta Karya (54) dan So Indah Rani (51), dibunuh anak angkat dan temannya, Simon Law dan Deni Sumarsono, Selasa pukul 16.30 WIB. Kedua korban dibunuh di rumahnya, di Jalan Mandala Barat 2 Nomor 27 RT 4 RW 4, Tomang, Grogol-Petamburan, Jakarta Barat.

          Demikian diungkapkan Kasat Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Ferdy Sambo yang dihubungi beberapa menit lalu, Selasa (12/4/2011) malam. ”Kedua tersangka sudah kami tangkap, masih dalam pemeriksaan. Pasangan suami-istri ini diduga dibunuh anak angkat dan temannya,” ungkap Ferdy. Di lokasi, polisi menemukan dan menyita pisau, kapak, dan tongkat baseball. ”Kedua korban ditusuk pisau dan dipukuli,” tambah Ferdy. Kasus itu ditangani Polsek Metro Tanjung Duren, Jakarta Barat. Editor : ribut Sumber : Kompas.com
          Ibu Upah Anak Angkat Rp 2 Juta Untuk Bunuh Anak Kandung Sendiri ruang hati | Mar 24, 2011 | Comments 6 Kesal dengan perlakuan anaknya, ibu kandung Agnes Kharisma membayar anak angkatnya Rp 2 juta untuk membunuh anaknya sendiri yang tiada lain Agnes alias Risma. M, ibu dari Agnes Kharisma menurut Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Gatot Edi Pramono, menjelaskan bahwa S yang tiada lain anak angkat dari M dan temannya U dibayar Rp 2 juta. Agnes Kharisma dibunuh saudara angkat atas perintah sang Ibu Agnes Kharisma dibunuh saudara angkat atas perintah sang Ibu “Kedua pelaku S dan U mengaku dibayar Rp 2 juta untuk melakukan pembunuhan,” kata Gatot di Mapolres Jakarta Selatan, Rabu (23/3/2011).
        Seusai membunuh Agnes dan membuangnya ke selokan di sekitar Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 10 Februari 2011. Para pelaku langsung melarikan diri. Pelaku S pulang ke rumahnya di kawasan Bekasi dan U langsung pulang kampung di Jawa Timur. “Mereka ditangkap di kediamannya kecuali M ditangkap saat pemeriksaan di Polres Jakarta Selatan,” kata Gatot Edi. M mengakui kepada polisi telah merencanakan pembunuhan tersebut dengan anak angkatnya S. Ketiga tersangka saat ini dijerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman 20 tahun dan maksimal hukuman mati. Sempat diwartakan sebelumnya, masyarakat di Jalan Joe, Jagakarsa, Jakarta Selatan digemparkan dengan penemuan mayat tanpa busana di sebuah selokan tepat didepan kios ponsel. Saat itu warga menduga kalau mayat tersebut adalah orang gila yang biasa lewat dilokasi. Namun, setelah dilakukan penyidikan ternyata mayat tersebut Agnes yang menghilang sejak tiga hari sebelum ditemukan. Awalnya Agnes diduga dibunuh teman laki-lakinya, tetapi belakangan Agnes diketahui dibunuh ibu kandungnya bersama dua pelaku lainnya. Sang ibu mengaku membunuh anaknya lantaran merasa sakit hati dengan perlakuan anaknya yang tidak memandangnya sebagai ibu bahkan Agnes sempat mengusir dirinya. (Sumber)

Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/24/ibu-upah-anak-angkat-rp-2-juta-untuk-bunuh-anak-kandung-sendiri/









BAB     I

PENYEBAB ANAK DAN MURID HARUS DIPERANGI

A.Sudah berkali-kali diperingatkan

           Anak yang terus-menerus melakukan perbuatan yang buruk padahal sudah sering kali diperingatkan,  agar tidak melakukan perbuatan tersebut  harus dihentikan dengan hukuman. Kalau kebiasaan buruknya tidak segera dihentikan,  anak akan semakin berani melawan. Tentunya hukuman  harus ringan dan tepat sasaran.
             Alasan lain menurut kelompok  penantang, bahwa hukuman fisik sama sekali tidak mendidik, sebab hukuman itu tidak menghilangkan motivasi buruknya. Memang  akan mengurungkan niatnya, karena perasaan takut, tapi di dalam batinnya keinginan itu tetap ada. Ketika rasa takut itu, hilang, si anak akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Pukulan itu mungkin dihadapi oleh si anak dengan pura-pura berjanji akan menghentikan kebiasaan buruknya. Karena itu patut diingat statmen mereka bahwa hukuman juga akan melahirkan anak-anak yang asosial, penakut serta pasif.

              Pernyataan  bahwa hukuman itu tidak menghentikan apa yang bergetar di dalam batin. Untuk menghentikan kenakalan-kenakalannya, hal ini  menurut penulis, harus dipelajari apa sebetulnya yang menjadi latar belakang kenakalan-kenakalannya dan dicari solusinya sehingga anak-anak itu tidak mengulangi perbuatan buruknya.[1] Tetapi jika si anak tetap saja mengulangi perilaku jeleknya, maka tidak ada cara lain selain memberinya hukuman. Rasa takut akan hukuman itu dapat menghentikan keinginan atau minimal mengurangi minatnya untuk berbuat buruk. Kalau hukuman itu diberikan secara proporsional, tidak akan melahirkan hal-hal yang tidak diharapkan. Memang benar seorang anak harus tumbuh dalam keceriaan dan kebebasan tapi pada saat yang sama anak-anak juga harus diajari bahwa di dunia ini tidak semua orang bisa hidup dengan kebebasan mutlak, lebih-lebih lagi kalau kebebasan itu dapat merugikan orang lain.

1. Pukulan  sebagai  instrumen disiplin sekunder

            Hukuman pukulan bagi anak-anak adalah Instrumen sekunder . Sebagian pakar menerima hukuman sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, tapi tidak secara mutlak. Hukuman adalah instrumen sekunder dan diberikan dalam kondisi serta syarat tertentu. Jadi, menurut penulis, kalau guru atau orang tua masih bisa menangani anak didiknya dengan nasihat-nasihat atau dengan penjelasan rasional, tidak perlu  memberikan hukuman. Hukuman  boleh diberikan setelah nasihat-nasihat verbal atau apa saja tidak lagi dapat mengusik kesadarannya. [2]
            Dalam kaitan ini, Russel menulis, "Saya sendiri secara pribadi ingin mengatakan bahwa hukuman dalam proses pendidikan sangat tidak berarti, bahkan mungkin hanya masuk sebagai alternatif kedua."  John Locke menulis, "Benar bahwa hukuman fisik kadang-kadang diperlukan. Tetapi harus disadari bahwa tujuan sebuah pendidikan adalah mendidik moral. Yang harus kita lakukan adalah membuat si anak tersebut merasa malu berbuat nakal dan bukan malah takut akan hukuman. Hukuman yang terlalu keras melatih anak-anak menjadi patuh secara lahiriahnya saja."[3]
             A.L Gary Gore  menulis, "Ada kalanya orang dewasa harus memberikan hukuman kepada anak-anak. Misalnya jika anak-anak usia sekolah atau sudah agak dewasa mengganggu ayah dan ibu atau adik mereka. Sebelumnya sudah diperingatkan tapi tetap  meneruskan kenakalannya, maka anak-anak itu harus diberi hukuman.." Sebaliknya orangtua selayaknya menggunakan hukuman ini dengan cara dan strategi yang tepat. Kalau  dilaksanakan ketika  dalam puncak kemarahan dan tanpa pertimbangan terhadap kondisi dan psikologi anak-anak, maka bisa-bisa hukuman itu akan merusakkan hubungan orangtua dan anak. Si anak akan kehilangan kepercayaan dan juga akan dendam. Hukuman asal-asalan terhadap anak karena tidak mematuhi keinginan orang  tua  akan melukai hatinya. Sehingga timbul dalam diri si anak keinginan untuk membalas rasa sakit hatinya itu. Sebelum menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak sebaiknya pertimbangkanlah secara baik-baik dan pelajari manfaat dan mudaratnya secara seksama. Hukuman apa dan dalam kondisi bagaimana hukuman itu patut diberikan dan tidak patut diberikan terhadap anak-anak.

2.Pukulan ringan sebagai upaya pembinaan

           Pakar hukum  mengatakan bahwa hukuman memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membina anak-anak, malahan dalam situasi tertentu mutlak diperlukan. Tetapi pada saat yang sama ia sama sekali tidak setuju secara mutlak dengan hukuman fisik. Ia tidak keberatan dengan hukuman-hukuman non-fisik tapi bukan hukuman non-fisik yang berat. Ia menambahkan, "Perlu diingat bahwa jangan sekali-kali memberikan hukuman yang akan merendahkan harga diri anak, seperti hukuman badan, ancaman dengan siksaan atau apa saja demi menghancurkan keinginan buruknya. Hindarilah hukuman-hukuman seperti memukul, atau menyekap anak di ruangan yang gelap dan sempit."[4]
              Secara yuridis, Undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan, wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi UU No.14/2005 telah memuat perlindungan,[5] terhadap guru atas profesinya. Namun implementasi terhadap undang-undang tersebut masih belum terlaksana.

 3.Sebagai pembertahuan bahwa dirinya berbuat salah

            Islam menerima hukuman sebagai bagian dari sistem pendidikan. Ada beberapa kategori hukuman dalam Islam: Hukuman non-fisik seperti ancaman, peringatan atas orang-orang yang berdosa dengan siksaan di hari akhirat, denda, dan diat. Ayat-ayat al-Quran mengilustrasikan dalam berbagai kesempatan tentang kabar gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman akhirat untuk orang-orang yang berdosa. Bahkan nabi sendiri diperkenalkan sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan.  Hukuman jenis kedua yaitu hukuman fisik yang bersyarat,[6] seperti hukuman penjara, pengasingan, kisas, pukulan, hukuman  aturannya telah ditetapkan oleh syariat.

              Dalam pembunuhan yang disengaja si wali yang dibunuh bisa meminta hukuman kisas terhadap hakim. Dalam pembunuhan yang tidak disengaja si pembunuh wajib menyerahkan denda (diat) kepada wali yang dibunuh. Perempuan dan laki-laki yang berzina akan mendapatkan hukuman cambuk sebanyak seratus kali deraan. Perilaku homo seksualitas (liwâth) yang disengaja dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman mati. Peminum khamar dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman cambuk seratus kali, mencuri dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman potong tangan. Siapa saja yang dengan sengaja mengakibatkan anggota badan orang lain terpotong akan dikisas oleh hakim syar'i, yaitu dipotong anggota badan yang sama, tapi kalau secara tidak sengaja maka ia harus membayar denda dalam jumlah tertentu. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang aturan-aturan hukuman Islam, Anda bisa merujuk kitab-kitab fikih. Hukuman jenis ketiga yaitu ta'zîr. Ta'zîr adalah hukuman fisik yang ketentuannya diatur oleh seorang hakim tetapi tentunya lebih ringan dari had.  Dalam kasus pelanggaran yang hukumannya tidak ditentukan oleh syariat, sang hakim tidak bisa memberikan hukuman yang sesuai dengan pelanggaran itu hanya demi kemaslahatan umum, tapi ia bisa memberikan hukuman yang kurang dari had. Contohnya kalau seorang laki-laki mencium anak atau perempuan yang bukan istrinya dengan penuh nafsu, sang hakim syar'i dapat menjatuhkan hukuman ta'zîr .

           Laki-laki dan perempuan (bukan muhrim) yang tidur terlentang di atas ranjang. Secara umum siapa saja yang melakukan dosa besar maka ia bisa dijatuhi hukuman ta'zîr dari sang hakim. “Islam memberi tempat bagi hukuman fisik”,[7] dan non-fisik sebagai bagian dari pendidikan yang penting dan demi memelihara keadilan dan ketenteraman masyarakat. Islam melegalkan hukuman-hukuman itu bukan sebagai bentuk balas dendam kepada orang-orang yang berdosa, namun untuk menjaga stabilitas sosial dan hak-hak manusia. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya oleh Al-quran dan hadits, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah. Abd al- Qadir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :
1)  Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat, seperti pencurian harta (syirkah), pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang bukan harta benda.
2)   Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.
3)   Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.[8]



            [1]Sudah tidak asing lagi di beberapa pondok,pengurus atau pihak pondok menetapkan aturan dng cara menta'zir yang salah satunya dng menarik uang(denda) bagi santri yang melanggar aturan yang telah ditetapkan pihak pondok. Contoh pada pesantren di Jawa, karena , mereka  para kiyai tahu hukum menta'zir dengan uang, sehingga  timbul pertanyaan: 1. bagaimanakah hukum menta'zir dengan meng-gunakan uang(mendenda).....2. jika tidak boleh,apakah ada cara lain yang membolehkanya,mungkin dengan hilah(mreka daya hukum)? 3. hukum helah yang diperbolehkan seperti apa kriteria yang diperbolehkan menurut syar'i? Ternyata di dalam madzhab Syafi'i menghukum dengan denda uang itu tidak boleh,tapi menurut pendapat imam malik boleh menghukum dengan denda uang.....Batas pukulan mendidik yaitu dari pantat ke bawah,kalau pun organ atas yaitu hanya kuping dengan cara dijewer. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qayyim,.
           [2]Anak yang menjadi dambaan setiap keluarga adalah rizki sekaligus ujian dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya bahwa anak adalah salah satu kesenangan dan perhiasan dunia, Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Qs. Al-Kahfi: 46) Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan amanah yang sangat besar bagi kedua orang tuanya. Oleh karenanya, para orang tua dituntut untuk senantiasa memperhatikan perkembangan jasmani dan rohani sang buah hati. Namun, belakangan sering ditemui peristiwa-peristiwa memilukan yang menimpa anak-anak akibat perbuatan orang tuanya. Lihat Mahjuddin, Masa’il al-Fiqhi , Kasus-Kasus Aktual Dalam Hukum Islam, (Kalam Mulia Jakarta: 2012), hlm. 71.
               [3]Hukuman dalam kasus  melatih anak-anak memiliki kepekaan terhadap lingkungan, memiliki rasa tanggung jawab dan kemampuan mengendalikan diri. Kemudian penyakit belajar adalah lupa dan kejenuhan.Lihat Muhibbin Syah. Psikologi Belajar, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006) , hlm. 167-168.
               [4]Menurut data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, pada 2011 telah terjadi 1.851 pengaduan ABH yang diajukan ke pengadilan. Hampir 89,8 persen kasus ABH berakhir pada pe¬mi¬danaan atau diputus pidana. Data lain yang dirilis Ke¬men¬terian Hukum dan HAM 2010 menunjukkan bahwa di 16 Lapas di Indonesia ditemukan 6.505 ABH yang diajukan ke pengadilan dan 4.622 ABH di antaranya mendekam dipenjara. Jumlah ini mungkin jauh lebih besar karena angka ini hanya bersumber dari laporan 29 Balai Pemasyarakatan (Bapas), sementara di Indonesia terdapat 62 Bapas, Rakyat Merdeka, 19 Januari 2012.
              [5]Secara yuridis, Undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru.
              [6]Secara yuridis, Undang-undang tentang perlindungan Guru telah termuat dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi UU No.14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun implementasi terhadap undang-undang tersebut masih belum terlaksana.Lihat Bunadi Hidayat, Pemidanaan Aanak Di Bawah Umur,(Bandung, PT.Alumni : 2010), hlm. 115.
            [7]Secara tidak sadar orangtua menghukum anaknya dengan emosi dan cara yang kasar, seperti langsung memukulnya. Tindakan seperti ini kurang dibenarkan, karena bagaimana pun didikan orangtua turut menciptakan kondisi anak pada masa mendatang.Rasulullah SAW mengajarkan tanggapan bagaimana seharusnya orangtua menghukum anak, yakni orangtua menunjukan kesalahan dengan pengarahan secara langsung, menunjukan kesalahan dengan isyarat, hardikan dan pukulan. Hukumsn pukulan adalah jalan terakhir untuk menghukum anak agar jera, namun pukulan tersebut harus didasari rasa kasih sayang. Bunadi Hidayat, op.cit, hlm. 183.
              [8]Menurut sbagian madzhab Hanafi boleh menta'zir dengan pakai uang tapi bila sudah taubat, harus dikembalikan uangnya.fiqh ala al madzhab al-arba'ah 5/ 401.Yang tidak memperbolehkan silahkan dicek di kitab tanwir al quluub,hasyiyah al jamal ala al manhaj dan gyoyah talkhis a-lmurod hamisyi bughyah. “Dan tidak boleh menta’zir (menghukum) dengan mencukur jenggot atau dengan mengambil harta”.(Tanwiir al-Quluub , 2001), hlm. 392.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook