Sunday, April 21, 2013

KETIKA GUNUNG MERAPI SEBESAR TELURM ITIK. (Asal Usul Nama Minang)




KATA PENGANTAR
      

         Dari mano, datang palito,
    Dari telong, dan batali.
              Dari mano nenek moyang kito,
             Dari poncak, gunung merapi.

Penulis tertarik mempelajari asal usul nama suat etnis, karena dalan kajian  sosilogi yang penulis pelajari, ada etnogradfi, ilmu tentang suku-suku dan tingkah lakunya.  Menarik pelajaran tentang sejarah Melayu dan pecahannya Kampar dan Minangkabau sesungguhnya berasal dari Kawasan Sumatera Selatan, khususnya Palembang. Bukti-bukti dalam bentuk prasasti dan candi ditemukan di kawasan ini, bahkan Tun Sri Lanang dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Melayu" mengatakan bahwa melayu itu berasal dari Bukti Siguntang, bukit ini letaknya di kawasan Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang, sekarang dijadikan kawasan wisata arkeologi makam-makam Raja Sriwijaya. Bahasa yang dipakaipun adalah bahasa Melayu, dengan logat "o" diujung kata, seperti kemana=kemano, dll. Di Sumatera Selatan, ada dialek O, E, E (pepet), dan juga ditemui di Bangka, Belitung, Jambi, Bengkulu, Pontianak, Riau Kepulauan, Malaysia, Brunei. Beda dengan bahasa Batak, Minang, Aceh atau Lampung. Jadi Sumatera Selatan (Palembang) dengan kerajaan Sriwijaya, merupakan asal mula bangsa Melayu, dan hal ini pun diakui oleh Malaysia, Thailand Selatan, dan Sejarah Indonesia.

Prof.Van der Tuuk, seorang profesor kebangsaan Belanda mengatakan bahwa Minangkabau merupakan Pinang Khabu. Yaitu tanah pangkal, tanah asal atau tanah leluhur.. Pendapat ini dikuatkan pula oleh pernyataan Thomas Stanford Raffles, seorang ahli kebangsaan Inggris yang pernah menjabat Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 hingga 1818.


           Pernyatan ini tertuang di dalam kete¬rangan¬nya setelah melakukan penjelajahan ke berbagai pelosok nagari dan hutan-hutan di wilayah Suma¬tera Tengah. Dalam sebuah catatannya Raffles menyatakan bahwa : “…. Di sini kita menemukan bekas-bekas suatu kerajaan besar (Minangkabau) yang namanya hampir-hampir tidak kita kenal sama sekali, tetapi sangat nyata merupakan tempat asal bangsa-bangsa Melayu yang bertebaran di Kepulauan Nusantara.”

           Untuk memudahkan kita mengingat per¬ja¬lanan Raffles ini, nama bunga Raf¬lesia ada¬¬lah salah satu kenang-kenangan untuk meng¬abadikan penjelajahan alam yang dilakukan Raffles tersebut. Raflesia maksud¬nya yaitu na¬ma bagi sejenis bunga raksasa yang dite¬mukan oleh Raffles. Di Ranah Mi¬nang kita bia¬sa menyebutnya dengan Bungo Bangkai.


          Pernyataan bahwa Minangkabau merupa¬kan tanah asal ini didukung pula oleh banyak data dan fakta. Apalagi semua suku bangsa Melayu menurut sejarah memang berasal dari Minangkabau. Seperti Melayu Riau, Jambi, Deli, Aceh, Palembang, Melayu Semenanjung, Kalimantan, dan Bugis. Bahkan Suku Kubu, Sakai, Talang Mamak, Suku Anak Laut di Selat Malaka, dll, mengaku berasal dari Minangkabau.


Bukti lain tentang hal ini misalnya seperti pengakuan yang terpahat menjadi prasasti di makam Seri Sultan Tajuddin di Brunai yang antara lain berbunyi sebagai berikut :


“Maka Seri Sultan Tajuddin memerintah¬kan kepada Tuan Haji Khatib Abdul Latif supaya me¬ne¬rangkan silsilah ini agar diketahui anak cucu, raja yang mempunyai tahta kerajaan di Negara Bru¬nai Darussalam turun-temurun yang meng¬ambil pusaka nobat negara dan genta alamat dari negeri Johor Kamalul Maqam, yang mengambil pusaka nobat negara dan alamat dari Minang¬kabau nagari Andalas…dst”.

          Parasasti ini menggambarkan bahwa orang-orang Melayu yang berada di Semenanjung Malaysia sekarang juga berasal dari Minangkabau. Misalnya seperti yang di Johor, Selangor, Malaka, Pahang, dll. Bahkan sampai ke generasi yang paling akhir, yaitu yang kemudian menghuni Negeri IX. Menurut sejarah, umumnya mereka ini menyeberang Selat Malaka setelah melewati aliran Batang Rokan dan Batang Kampar.


PENDAHULUAN
          Penulis pribadi dan sebagian besar masyarakat Jawa Melayu dan Minang di Sumatra mempercayai bahwa asal usul nama Minangkabau berasal dari legenda adu kerbau, antara kerbau orang awak dengan kerbau orang Jawa. Dipercayai adu kerbau itu berlangsung sekitar 600 tahun lalu pada sebuah lapangan yang  terletak di Jorong Badinah Murni, Nagari Minangkabau, berjarak 4 km dari Kota Batusangkar, padahal ada pendapat lain yang lebih ilmiah.
          Ceritanya menurut versi ma­syarakat Nagari Minangkabau, dulu datang rombongan raja dari Kera­jaan Majapahit di Jawa membawa seekor kerbau betina bertanduk panjang ke nagari tersebut. Mereka datang ingin menaklukan Nagari Minangkabau melalui beragam teka-teki dan pertarungan.
       Oleh Datuak Tuo, setelah di­perem­bukkan dengan anak keme­nakan, kayu itu diikat di perte­ngahannya dengan tali, lalu digan­tungkan.“Kemana berat kayu ini maka itulah yang pangkalnya, karena setiap kayu pasti berat ke pangkal,” kata Datuak Tuo kepada orang Jawa itu. Melihat pembuktian dan Jawa­ban Datuak Tuo orang Jawa menga­ku kalah. Lantas mereka menge­luarkan beberapa ekor itik dalam sangkar dan meminta Da­tuak Tuo menerka mana itik tersebut yang jantan dan mana yang betina.
Dengan strategi dan taktiknya, Datuak Tuo memberi makan itik tersebut sehingga itik keluar sangkar bergerombol berebut maka­nan, lantas Datuak Tuo menunjuk ke beberapa ekor itik.
“Inilah yang jantan karena endannya lebih kuat, bukankah itik jantan itu lebih kuat endannya dari pada itik betina,” kata Datuak Tuo.
Orang Jawa kembali mengaku kalah. Pada pertarungan ketiga orang Jawa mengeluarkan seseorang berbadan tinggi. Mereka menantang Datuak Tuo Mencari tandingannya.

          Untuk mencarinya Datuak Tuo meminta waktu kepada orang Jawa. Lalu dia meletakkan sebuah bela­nga pada pucuk rebung, sementara rebung makin hari bertambah tinggi, setelah beberapa lama, Datuak Tuo membawa orang berbadan tinggi ke tempat itu dan menyuruh menjangkau belanga di atas pucuk rebung, namun tidak terjangkau olehnya. Maka berkata Datuak Tuo, bahwa orang paling tinggi itu bukan orang Jawa tetapi orang Minang sendiri yang mampu meletakkan belanga ke atas pucuk rebung. Orang dari Jawa itu juga tidak berkutik, kalah lagi.
Oleh Datuak Tuo, kerbau besar itu dihadapi dengan anak kerbau yang sedang arek menyusu. Pada tanduk anak kerbau dipasang besi runcing tajam panjang sejengkal yang disebut taji. Sebelum mema­suki medan laga, anak kerbau dipisahkan dari induknya selama tiga hari.
          Pada hari yang ditentukan orang Jawa mengeluarkan kerbau besarnya di sebuah lapangan. Lantas anak kerbau Datuak Tuo juga dilepaskan. Karena sangat kehausan anak kerbau langsung menyeruduk perut kerbau orang Jawa untuk menyusu. Dan akibat kena taji yang dipasang di tanduknya, perut kerbau besar itu luka berdarah-darah, sehingga melarikan diri ke arah Nagari Simpuruik. Setiba di Sum­puruik isi perut kerbau itu “ter­borai”. Itu pula makanya nagari itu dinamakan dengan Simpuruik. Sementara kulit atau “jangek” kerbau yang kalah itu dibawa ke sebuah tempat yang kini bernama Jorong Sijangek di Nagari Simpu­ruik.
Sedangkan di tempat adu ker­bau, masyarakat bersorak sorai dengan teriakan,” Manang kabau, manang kabau........!”, lalu tempat itupun dinamakan dengan Manang­kabau yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Minangkabau.
          Terlepas dari benar tidaknya cerita itu, di Nagari Minangkabau hingga kini masih terdapat sejumlah bukti yang menguatkan legenda adu kerbau tersebut. Buktinya antara lain, lapangan adu kerbau dan pandam perkuburan Datuak Tuo di Jorong Badinah Murni. Sementara di Jorong Minang Jaya, dekat sebuah pemandian umum terdapat batu kiliran taji yang ditenggarai sebagai alat untuk mengasah taji anak kerbau yang diadu dengan induk kerbau orang Jawa.
Pada lokasi batu kiliran taji juga terdapat batu tujuah lasuang, berupa sebuah batu terdiri dari 7 lobang/lesung. Batu itu biasa digunakan masyarakat sebagai tempat penumbuk cakua dan limau untuk mandi  pada sore menjelang hari pertama bulan Ramadan.
         Di dekat Kantor Wali Nagari Minangkabau pada rumah gadang kemanakan Datuak Majo Baso masih disimpan sebuah tanduk kerbau besar orang Jawa yang kalah itu. Namun tanduk yang disimpan itu hanya satu, yang satu lagi dibawa ke Jawa oleh pemiliknya. Panjang tanduk kerbau tersebut sekitar 1 meter. Tanduak kerbau itu dibagi dua sebagai bukti kemenangan bagi orang Minang dan sebagai bukti kekalahan bagi pemiliknya. Menurut Wali Nagari Minang­kabau Yusran Munaf, legenda  adu kerbau tersebut merupakan aset wisata. Oleh karena itu dilakukan pelestarian dan promosi.
         Penulis yakin Alam Minangkabau munculnya dari gunung berapi dari bawah laut. Itulah yang disebut “KATIKO GUNUANG MARAPI SAGADANG TALUE ITIAK” Aktivitas beberapa gunung berapi akhir-akhir ini tentu mengisyaratkan kita sebagai manusia untuk lebih mawas diri, bersiap, dan terus belajar untuk lebih memahami alam sekitar kita. Sebuah contoh kecil adalah Gunung Soputan di Minahasa yang terus-menerus membingungkan para ahli dengan aktivitasnya yang ganjil dan tak henti-hentinya. Kemudian juga Anak Gunung Krakatau yang semakin menunjukkan gejala aktif. Bahkan hari ini sempat menyemburkan abu sampai ratusan meter tingginya. Semua aktivitas-aktivitas itu jangan pernah dianggap remeh.



          Saya membaca, mempelajari, dan meyakini bahwa ada begitu banyak gunung berapi yang sangat berbahaya di dunia ini. Tapi ada juga yang bukan hanya berbahaya melainkan luar biasa berbahaya dan ganasnya tatkala ia meletus. Gunung Tambora misalnya, adalah salah satu gunung yang ledakannya termasuk paling dahsyat di dunia (VEI 7). Ada juga ledakan gunung Tanpo di Finlandia yang maha dahsyat itu. Tapi yang paling terkenal walaupun masih kalah dahsyat dibanding ke dua gunung tadi, adalah Gunung Krakatau (VEI 6) yang berada di Selat Sunda Ia lebih dikenal dan terkenal diolehkarenakan Gunung Krakatau meletus ketika populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, bahkan juga telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang.



         Menurut para ahli, suara yang paling keras yang pernah terdengar terjadi pada tanggal 27 Agustus 1883, ketika gunung berapi Krakatau itu mengamuk tak karu-karuan, ia meletus dengan letusan paling hebat dalam sejarah, menewaskan tidak kurang dari 35.000-36.000 jiwa. Enam kilometer kubik campuran lahar dan debu terlontar ke udara dan belakangan awan debunya tersebar ke seluruh dunia dan mewarnai matahari terbenam di pelosok-pelosok dunia selama tiga tahun setelahnya. Matahari bersinar redup selama setahun penuh. Abu yang beterbangan bahkan terlihat jelas di langit New York Amerika. Suaranya terdengar sampai ke Pulau Rodriquez di Samudra Pasifik yang jaraknya hampir 5.000 kilometer dari gunung itu. Pokoknya, luar biasa sangat. Tak terpikirkan. Tak terbayangkan. Letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut, makanya ia tercatat manis dalam sejarah pahit.

         Jauh sebelumnya memang sudah ada letusan gunung yang dinyatakan paling dahsyat dalam sejarah. Letusan Krakatau dianggap hanya sebagai batuk kecil dibanding letusan gunung ini. Dialah si Gunung Toba, dan letusannya hampir memusnahkan gseluruh umat manusia di planet Bumi sekitar 73.000 tahun lalu. Toba memiliki diameter 90 kilometer di pulau yang sekarang kita kenal dengan nama Sumatera itu memakan korban luar biasa banyak. Letusannya pada VEI 8 bersamaan dengan gelombang besar tsunami, ada sekitar 2.800 kilometer kubik abu yang dikeluarkan, yang menyebar ke seluruh atmosfir bumi kita. Dan para ahli mengatakan hal itu menyebabkan populasi manusia saat itu hampir punah, hanya menyisakan sekitar 5000 sampai 10.000 manusia saja.


Tapi itu dulu, sekarang ini menurut saya ada dua jenis gunung yang harus diwaspadai lebih lagi. Dua gunung yang bakalan mempercepat kiamat seandainya mereka mengamuk, dan meletus.

      Yellowstone. Yellowstone boleh saja dianggap sama seperti gunung berapi lainnya, tapi bedanya Yellowstone adalah super volcano (atau dikenal dengan super V), yang jelas-jelas lebih kuat dan lebih dahsyat dari gunung berapi biasa. Super volcano yang ada di dunia ini banyak, tapi selama berabad-abad mereka bisa tersembunyi dengan aman tanpa kita ketahui. Kenapa bisa? Karena kalau gunung berapi biasa, ujungnya mengerucut ke atas seperti bentuk piramida, maka Super V mengerucut ke bawah (piramida terbalik). Moncongnya membenam jauh ke dasar bumi, hal mana menjadikannya sangat berbahaya.



        Nah, super volvano paling besar yang sudah ditemukan adalah di taman wisata bernama Yellowstone National Park, Wyoming Amerika Serikat. Dibawah dasar bumi yang terlihat asyik, kalem, dan mempesona di Yellowstone National Park itu sebenarnya tersimpan sesuatu yang maha dahsyat. Yang amat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia modern. Ini disebut juga caldera. Di dalamnya tersimpan gas gunung berapi yang sudah terkurung selama ratusan tahun, magma yang luar biasa banyaknya, serta batu-batu gunung yang sangat keras. Tingkat kekuatan ledakan Yellowstone diperkirakan berada pada tingkatan paling tinggi yang paling mungkin terjadi dalam sejarah yaitu VEI 8, atau dikenal dengan The Highest Possible Level of Volcano Explosivity Index. Kalau ledakan itu terjadi, bukan hanya Amerika yang akan tenggelam, tapi dunia bakalan ‘kiamat’.




Pertanyaannya adalah: Akankah Yellowstone meletus?


Beberapa fakta dan data mengamini itu. Jawaban para ahli mendukungnya. Akhir-akhir ini aktivitas Yellowstone semakin meningkat. Bahkan Amerika memiliki sebuah badan khusus yang tugasnya memantau aktivitas gunung ini setiap bulannya. Beberapa hasil pantaunnya dapat dilihat di sini: http://volcanoes.usgs.gov/yvo/activity/



Ada beberapa tanda-tanda yang mulai terlihat, misalnya saja temperatur yang dimiliki danau glacial di Yellowstone mulai meningkat. Timbunan-timbunan di dasar danau semakin bertambah besar. Ventilasi hawa panas disepanjang Norris Geyser rupa-rupanya juga mengakibatkan temperatur tanah dataran sekitar situ meningkat sangat signifikan.




         Pada bulan Oktober 2011 lalu, sebuah badan kerja sama yang terdiri dari badan pemantau Super V Yellowstone yaitu The Yellowstone Volcano Observatory (YVO) dan lembaga survey geologi Amerika, dikenal dengan nama The U.S. Geological Survey (USGS), sudah mencatat begitu banyak aktivitas gempa di National Park itu. Tercatat sekitar 27 gempa telah terjadi. Bulan sebelumnya (September 2011) bahkan lebih banyak lagi yaitu 45 kali gempa. Pada bulan Juli terjadi aktivitas gempa 50-an kali. Ini jelas menandakan keaktifan Yellowstone semakin menampak. Memang letusan Yellowstone yang paling akhir terjadi sekitar 70.000 tahun lalu. Tapi kapan ia akan kembali meletus? Masih tanda tanya.




Anak Krakatau. Anak yang terlahir ini bukanlah anak haram. Ia memang lahir setelah orang tuanya lenyap. Tepatnya 40 tahun setelah kepergian Induk Krakatau yang meletus mahadahsyat, lalu kemudian melahirkan anak yang terus bertumbuh besar. Hari lahirnya tercatat resmi pada tahun 1927. Munculnya gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut tentu menimbulkan rasa was-was yang sama. Akankah ia akan se-ganas dan se-dahsyat leluhurnya?



          Faktanya, tiap tahun ia bertumbuh dan bertambah tinggi. Melalui kalkulasi maka para ahli menyimpulkan bahwa kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Oleh karena itu diketahuilah berapa penambahan tinggi setiap tahunnya. Saat ini, ketinggian Anak Krakatau sudah mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara induknya yaitu Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Kita mungkin trauma dan takut dengan peristiwa sejarah kelam meletusnya Gunung Krakatau. Betapa banyak jiwa menjadi korban dari amukan gunung yang sungguh luar biasa itu. Dan betapa kita tak bisa mencegah sebuah gunung untuk supaya tidak meletus. Menurut sorang ahli bernama Simon Winchester, bahwa realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Tapi ia diperkirakan akan mengikuti jejak induknya. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi antara tahun 2015-2083.

         Tapi ada beberapa pakar lainnya yang menyatakan bahwa tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus dalam waktu dekat ini. Tapi mereka menegaskan, kalau sampai ia meletus makaakan sangat bebahaya. Andaikata ia benar-benar meletus setelah tingginya melampaui induknya, jelas sekali angka korban yang ditimbulkan akan lebih dahsyat dari letusan induknya. Lalu kapan ia akan meletus dan mempercepat kiamat? Tidak ada yang tahu. Kita hanya mampu menganalisa dan memprediksi kekuatan alam, tapi hanya Tuhan yang maha mengetahui.

           Seandainya Super V-Yellowstone dan Anak Krakatau meletus, batu-batu luar biasa besar, lava panas, kumpulan magma dan semua isi perut gunung akan terlontar ke udara dengan kecepatan supersonic. Kota-kota disekitarnya terancam bahaya besar. Pada tingkat berikutnya adalah racun-racun radioaktif yang berhamburan jatuh dari angkasa. Awan abu beterbangan di atas benua-benua, menghentikan semua jadwal penerbangan yang ada, menurut estimasi bisa selama 3-5 tahun. Awan abu itu juga akan menutup sinar matahari. Akibatnya? Sungguh mengerikan, karena tertutupnya sinar matahari menyebabkan menurunnya temperatur udara dan sangat mungkin diikuti oleh apa yang dikenal sebagai “nuclear winter” (hujan nuklir). Tidak ada penerbangan, tidak ada satelit, tidak ada hubungan radio apapun, dan hujan radioaktif semakin memperparah keadaan. Teknologi menjadi putus bahkan mati sama sekali, tentu ini menyisahkan pertanyaan maha penting: Tanpa teknologi, bagaimana nasib generasi sesudah letusan itu?
         Gambaran mahadahsyat tentang letusan luar biasa, yang tentunya akan membuat umat manusia, kalaupun tidak punah seluruhnya akan mengalami masa-masa sulit, dimana hidup yang manusia rasakan saat ini berubah total dan drastis. Sangat mungkin mendekati jaman ketika teknologi belum ditemukan, sementara sakit penyakit terus mewabah luas dan dengan intesitas amat tinggi. Semoga saja ini tidak terjadi pada generasi kita, dan generasi anak cucu kita. Tapi satu hal yang pasti kita harus lebih peka dan lebih menyayangi bukan saja terhadap sesama kita manusia, tapi juga terhadap bumi dan alam dimana kita hanya menumpang tinggal ini.

BAB     I
ASAL USUL NAMA MINANG DARI BAHASA

         Dari segi etimologi, kata "mina" dalam Bahasa Sanskerta berarti Naga. Dalam kisah-kisah Hindu Kuno, istilah Mina atau Naga sering digambarkan sebagai simbol dari gugusan gunung berapi yang terdapat di pegunungan Bukit Barisan sekarang. Sedangkan Kambwa atau Skambwa berati pilar atau semacam tiang penyangga langit. Jadi Mina Kambwa artinya tiang atau pilar penyangga langit yang terdiri dari gugusan gunung berapi.((Dikutip dari Buku Budaya Alam Minangkabau, Yulfian Azrial.)


           Istilah Mina Kambwa ini sering disebut dalam mandala-mandala Hindu. Dalam mandala-mandala Hindu seperti dalam Shri Yantra dan Kalachakra Mandala, deretan gunung merapi di gugusan pegunungan bukit barisan ini sering disebut sebagai Gunung Meru atau Gunung Suci sorga. Gunung yang terbesar dan tertinggi disebut Gunung Mahameru yang sering dilambangkan dengan piramida besar. Gunung ini oleh sebagian besar ahli diduga adalah Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 11.600 SM.

Pada saat itu gunung tersebut meledak dengan ledakan supervuklanis-nya, yang membuat gunung itu runtuh seperti balon yang bocor. Puncak gunung yang semula tinggi ini tenggelam di bawah laut, berubah menjadi kaldera raksasa. Asap dan debunya bahkan menutupi hampir seluruh langit dunia. Hal yang membuat para ahli Geologi dan Fisikawan nuklir berpendapat bahwa inilah yang menyebabkan berakhirnya Zaman Es Pleistosen.16

          Sebelum meletusnya Gunung Krakatau digambarkan bahwa di kawasan ini terdapat puncak-puncak peradaban dunia yang kemudian menyebar ke belahan dunia lain.17 Untuk mengenang peradaban di tanah leluhurnya ini, maka di berbagai tempat penyebarannya ditemukan banyak simbol tentang segitiga. Simbol yang melambangkan Gunung Meru atau Gunung Suci sorga.

          Bahkan di sejumlah tempat dibangun sejumlah duplikat Gunung Meru ini yang lazim disebut piramida. Misalnya seperti yang ditemukan di Mesir, Mesopotamia, Yunani, pada suku Maya, dan suku Aztek di benua Amerika. Bahkan dengan meletakkan jenazah di dalam bangunan ini, dibayangkan oleh mereka sebagai meletakkan para almarhum di perut Gunung Sorga.

          Penulis kutip sebahagian dari Yulfian Azrial, Kepala Balai Kajian, Konsultansi, dan Pemberdayaan (BKPP) Nagari Adat Alam Minangkabau, Ketua Bidang Penelitian, Pengkajian dan Penulisan Masyarakat Sejarawan Indonesia Luhak Limopuluah. Penulis Buku Budaya Alam Minangkabau.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook