Friday, June 28, 2013

HUKUMAN TIDAK TERPISAHKAN DARI PEMBINAAN ANAK-ANAK


HUKUMAN TIDAK TERPISAHKAN
DARI PEMBINAAN ANAK-ANAK

Muhammad Rakib,S.H.,M.Ag



NIM. 30891100007
S 3  UIN SUSKA RIAU.PEKANBARU




BAHAN RENUNGAN 

        Hukuman memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membina anak-anak, malahan dalam situasi tertentu mutlak diperlukan. Tetapi pada saat yang sama ia sama sekali tidak setuju secara mutlak dengan hukuman fisik. Ia tidak keberatan dengan hukuman-hukuman non-fisik tapi bukan hukuman non-fisik yang berat. Ia menambahkan, "Perlu diingat bahwa jangan sekali-kali memberikan hukuman yang akan merendahkan harga diri anak, seperti hukuman badan, ancaman dengan siksaan atau apa saja demi menghancurkan keinginan buruknya. Hindarilah hukuman-hukuman seperti memukul, atau menyekap anak di ruangan yang gelap dan sempit."[1]

                Secara yuridis, Undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan, wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi UU No.14/2005 telah memuat perlindungan,[2] terhadap guru atas profesinya. Namun implementasi terhadap undang-undang tersebut masih belum terlaksana. Islam menerima hukuman sebagai bagian dari sistem pendidikan. Ada beberapa kategori hukuman dalam Islam: Hukuman non-fisik seperti ancaman, peringatan atas orang-orang yang berdosa dengan siksaan di hari akhirat, denda, dan diat. Ayat-ayat al-Quran mengilustrasikan dalam berbagai kesempatan tentang kabar gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman akhirat untuk orang-orang yang berdosa. Bahkan nabi sendiri diperkenalkan sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan.  Hukuman jenis kedua yaitu hukuman fisik yang bersyarat,[3] seperti hukuman penjara, pengasingan, kisas, pukulan, hukuman  aturannya telah ditetapkan oleh syariat.

              Dalam pembunuhan yang disengaja wali yang dibunuh bisa meminta hukuman qishas terhadap hakim. Dalam pembunuhan yang tidak disengaja si pembunuh wajib menyerahkan denda (diat) kepada wali yang dibunuh. Perempuan dan laki-laki yang berzina akan mendapatkan hukuman cambuk sebanyak seratus kali deraan. Perilaku homo seksualitas (liwâth) yang disengaja dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman mati. Peminum khamar dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman cambuk seratus kali, mencuri dalam kondisi tertentu akan mendapatkan hukuman potong tangan.
         
             Siapa saja yang dengan sengaja mengakibatkan anggota badan orang lain terpotong akan dikisas oleh hakim syar'i, yaitu dipotong anggota badan yang sama, tapi kalau secara tidak sengaja maka ia harus membayar denda dalam jumlah tertentu. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang aturan-aturan hukuman Islam, Anda bisa merujuk kitab-kitab fikih. Hukuman jenis ketiga yaitu ta'zîr. Ta'zîr adalah hukuman fisik yang ketentuannya diatur oleh seorang hakim tetapi tentunya lebih ringan dari had.  Dalam kasus pelanggaran yang hukumannya tidak ditentukan oleh syariat, sang hakim tidak bisa memberikan hukuman yang sesuai dengan pelanggaran itu hanya demi kemaslahatan umum, tapi ia bisa memberikan hukuman yang kurang dari had. Contohnya kalau seorang laki-laki mencium anak atau perempuan yang bukan istrinya dengan penuh nafsu, sang hakim syar'i dapat menjatuhkan hukuman ta'zîr .

           Laki-laki dan perempuan (bukan muhrim) yang tidur terlentang di atas ranjang. Secara umum siapa saja yang melakukan dosa besar maka ia bisa dijatuhi hukuman ta'zîr dari sang hakim. “Islam memberi tempat bagi hukuman fisik”,[4] dan non-fisik sebagai bagian dari pendidikan yang penting dan demi memelihara keadilan dan ketenteraman masyarakat. Islam melegalkan hukuman-hukuman itu bukan sebagai bentuk balas dendam kepada orang-orang yang berdosa, namun untuk menjaga stabilitas sosial dan hak-hak manusia. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya oleh Al-quran dan hadits, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah. Abd al- Qadir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :

1)  Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat, seperti pencurian harta (syirkah), pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang bukan harta benda.
2)   Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.

3)   Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.[5]
  Dalam menetapkan jarimah ta’zir, prinsip utama yang menjadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharatan (bahaya). Di samping itu, penegakkan jarimah ta’zir harus sesuai dengan prinsip syar’i.[6]Hukuman-hukuman ta’zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman-hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman ta’zir antara lain.

1.      Hukuman mati
Pada dasarnya menurut syari’ah Islam, hukuman ta’zir adalah memberikan pengajaran (ta’dib) dan tidak sampai membinasakan. Dalam hukuman ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi beberapa fuqaha memberikan pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata-mata, pembuat fitnah, residivis yang membahayakan. Namun menurut sebagian fuqaha yang lain dalam jarimah ta’zir tidak ada hukuman mati.[7]

2.      Hukuman cambuk
Di kalangan fuqaha terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama’ Maliki, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta’zir didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya jarimah. Imama Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir adalah 39 kali, dan menurut Abu Yusuf adalah 75 kali. Sedangkan di kalangan  madzhab Syafi’i ada tiga pendapat. Pendapat pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad. Pendapat kedua sama dengan pendapat Abu Yusuf. Sedangkan pendapat yang ketiga, hukuman jilid pada ta’zir boleh lebih dari 75 kali, tetapi tidak sampai seratus kali, dengan syarat lain bahwa jarimah ta’zir yang dilakukan hampir sejenis dengan jarimah hudud.

Dalam mazhab Hanbali ada lima pendapat. Tiga di antaranya sama dengan pendapat madzhab Imam Syafi’i. Pendapat keempat mengatakan bahwa jilid yang diancam atas sesuatu perbuatan jarimah tidak boleh menyamai hukuman yang dijatuhkan terhadap jarimah lain yang sejenis, tetapi tidak boleh melebihi hukuman jarimah lain yang tidak sejenisnya. Pendapat ke lima mengatakan bahwa hukuman ta’zir tidak boleh melebihi 10 kali. Alasannya adalah hadits dari Abu Darda’ sebagai berikut : “Seseorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali, kecuali dalam salah satu hukuman hudud

3.      Hukuman Kurungan
Ada dua macam hukuman  dalam hukum Islam. Pembagian ini didasarkan pada lama waktu hukuman. Pertama, hukuman tahanan terbatas. Batas terendah dari hukuman ini adalah satu hari, sedangkan tentang batas tertinggi, ulama’ berbeda pendapat. Ulama Syafi’iyyah menetapkan batas tertingginya satu tahun, karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Sementara ulama-ulama lain menyerahkan semuanya kepada penguasa berdasarkan maslahat.[8]Kedua, hukuman tahanan tidak terbatas. Sudah disepakati bahwa hukuman tahanan ini tidak ditentukan terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya, atau orang yang berulang-ulang melakukan jarimah yang berbahaya.
b)      Perbedaan jarimah ta’zir dengan hudud
Perbedaan yang menonjol antara jarimah hudud, qishas, dan jarimah ta’zir:
1.      Dalam jarimah hudud tidak ada pemaafan, baik oleh perseorangan maupun oleh ulul amri. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri, bila hal itu lebih maslahat.
2.      Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukuman yang lebih tepat bagi si pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi, dan tempat kejahatan. Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah kejahatan material.
3.      Pembuktian jarimah hudud dan qishas harus dengan saksi atau pengakuan, sedangkan pembuktian jarimah ta’zir sangat luas kemungkinannya.
4.      Hukuman Had maupun qishas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil, karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh sedangkan ta’zir itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil boleh.  
                  Sebagai perbandingan, hukuman bagi  anak sebagai pelaku tindak pidana “Anak Nakal”[9] dengan ancaman pidana mati, menurut hukum positif, tidak akan dikenai pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup. Hal ini didasarkan pada Pasal 26 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak  yang menyatakan: “Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.” Bagaimana sanksi hukum bagi anak berumur 14 tahun yang melakukan pembunuhan,[10] pencurian motor? Apakah dibebaskan dengan syarat? Apakah bebas tanpa syarat jika pihak korban menarik kembali tuntutannnya? Jika bebas tanpa syarat, berhakkah pihak polisi menahan anak tersebut? Jika tidak apa yang harus saya lakukan sebagai wali anak tersebut, mengingat pihak polisi bersikukuh menahannya! Dalam kasus  anak  berumur 14 (empat belas) tahun maka sanksi yang dijatuhkan dapat saja berupa pidana. [11]

 7. Memukul Anak yang Melanggar Hukum 
      
            Pada hakekatnya, segala bentuk penanganan terhadap anak yang melanggar hukum harus dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan terbaik untuk si anak. Karena itu, keputusan yang diambil hakim (apabila kasus diteruskan sampai persidangan) harus adil dan proporsional, serta tidak semata-mata dilakukan atas pertimbangan hukum, tapi juga mempertimbangkan berbagai faktor lain, seperti kondisi lingkungan sekitar, status sosial anak, dan keadaan keluarga. Hal-hal ini dijamin serta diatur dalam UU Pengadilan Anak.

               Pada saat polisi melakukan penangkapan dan pemeriksaan, ia wajib menghubungi dan mendatangkan seorang petugas Bapas (Balai Pemasyarakatan, biasa juga disebut PK atau Petugas Kemasyarakatan). Petugas Bapas berfungsi hampir sama seperti probation officer. Polisi wajib menyertakan hasil Litmas (Penelitian Kemasyarakatan) yang dibuat oleh petugas Bapas dalam Berita Acara Pemeriksaannya. Tanpa Litmas, Jaksa harus menolak BAP dan meminta kelengkapannya kembali, untuk mengetahui usia pelaku sebenarnya, untuk disesuaikan dengan hukum kebiasaan internasional:

TABEL  4.3
KEBIASAAN INTERNASIONAL  TENTANG PARAMETER
UNTUK MENENTUKAN USIA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

Nama Negara
Usia Minimal Tanggung Jawab Kriminal
Austria
14
Belgia
18
Denmark
15
Inggris
10
Finlandia
15
Perancis
13
Jerman
14
Yunani
12
Irlandia
7
Itali
14
Luxemburg
18
Belanda
12
Irlandia Utara
8
Portugal
16
Skotlandia
8
Spanyol
16
Swedia
15


           
            Melihat kecenderungan praktek-praktek negara berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata negara, tersebut menetapkan usia pertanggungjawaban pidana minimal  di atas 12 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan usia 12 tahun sebagai batas minimal usia pertanggungjawab tindak pidana telah menjadi hukum kebiasaan internasional.[12] Berbeda halnya dengan anak yang dikenakan hukuman mati.[13] Jika dibandingkan dengan Hukum Islam, anak-anak yang membunuh, tidak dikenakan hukuman, jika belum mumayyiz. Bukan hanya kejahatan membunuh, tapi juga segala jenis kejahatan yang disebut had dan jarimah. Adapun jenis atau macam-macam perbuatan jarimah yaitu perbuatan  yang masuk ke dalamnya, sebagai berikut:
1.      Mencuri
Hukuman bagi anak yang mencuri menurut fikih jarimah terbagi menjadi dua, yaitu :
1)      Mencuri yang dikenakan had
2)      Mencuri yang dikenakan hukuman ta'zir.[14]
               Mencuri yang dikenakan had menurut pendapat Fuqaha’ adalah perbuatan mukalaf mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya dan mencapai satu nishab dan orang yang mencuri tak mempunyai andil kepemilikan terhadap barang tersebut.  Ada hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:" Jika ia mencuri (kali pertama)  potonglah salah satu tangannya, kemudian jika ia mencuri yang kedua potonglah salah satu kakinya, kemudian jika ia mencuri (yang ketiga) potonglah tangannya kemudian jika ia mencuri maka potonglah kakinya. Jika pencuri masih mencuri lagi kelima kalinya, maka menurut sebagian ulama seperti imam Syafi'i dan Imam Malik, orang itu  dikenakan ta'zir.[15] Namun Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat hukuman potong tangan hanya dapat dilakukan pada kali pertama dan kedua sedangkan pencurian ketiga dan seterusnya dikenai ta'zir. Pencurian yang dapat dikenai had adalah jika barang yang dicuri mencapai nilai seperempat dinar atau tiga dirham atau setara dengan emas seberat 3.34 gram. Berdasarkan Hadist Riwayat Bukari dan Muslim:
Tangan pencuri tidak dipotong kecuali dalam pencurian mencapai seperempat dinar atau lebih.” Seseorang dinyatakan benar-benar mencuri secara syar'i jika terbukti dengan salah satu dari tiga kemungkinan di bawah ini :
1. Kesaksian dari dua orang saksi laki-laki yang adil dan merdeka
2. pengakuan dari pelaku
3. sumpah dari yang mengadukan perkara
  Adakah pemaafan dalam pencurian. Ulama sepakat bahwa pemilik barang yang dicuri dapat memaafkan pencurinya sehingga bebas dari had sebelum kasusnya sampai ke pengadilan. Sebab sebelum sampai pengadilan,  had  mencuri adalah  had hamba dan jika sampai ke pengadilan berubah menjadi had Allah. "Diriwayatkan oleh Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya;" sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: "Maafkanlah had-had selama masih berada di tanganmu, adapun had yang sudah sampai di telingaku maka wajib dilaksanakan."
             Khamr, secara bahasa, khamr artinya sesuatu yang menutupi, sedangkan menurut dalam itilah fiqh yaitu segala macam yang memabukkan, menutupi akal. Sebagaimana sabda Rsulullah SAW.,bahwa " Tiap-tiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram." [16] Dengan demikian yang dinamakan khmar tidak hanya terbatas pada minuman keras tetapi mencakup segala jenis barang yang memabukan seperti yang telah kita kenal mulai dari Miras, Narkotik, Ganja, Putaw, Sabu-Sabu .[17]
Adapun penyebab gugurnya had qadzaf jika:
 1)     Penuduh dapat membuktikan dengan empat orang saksi bahwa   tertuduh telah benar-benar berzina.
2)        Dengan cara li'an jika tertuduh adalah istri penuduh
3)        Pengakuan dari si tertuduh bahwa tuduhan adalah benar.
   Kifarat secara bahasa berarti menutup. Sedangkan secara istilah yaitu sejumlah denda yang wajib dibayar oleh seseorang yang melakukan perbuatan tertentu yang dilarang oleh Allah. Kifarat adalah hak Allah sebagai tanda tobat. Membunuh adalah menghilangkan nyawa seseorang baik dengan sengaja atau tidak sengaja dengan alat yang mematikan atau tidak mematikan. Dalam Fiqh Islam Pembunuhan di bagi ke dalam tiga macam:
1)   Pembunuhan sengaja (qatl’amd), yaitu suatu pembunuhan yang     dilakukan dengan sengaja oleh pelaku.
2)  Pembunuhan semi-sengaja (Syibhul amd), yaitu kesengajaan melakukan penyerangan tanpa maksud membunuh tetapi menyebabkan terbunuh. Seperti seseorang memukul orang lain, dengan alat yang tidak biasa mematikan tetapi yang kena pukul kemudian meninggal.
3)   Pembunuhan tersalah yaitu pembunuhan karena kekeliruan semata, seperti niatnya menembak hewan buruan aan tetapi mengenai seseorang yang akhirnya meninggal.
Sedangkan hukuman bagi pelaku pembunuhan ialah:
1)   Pembunuhan sengaja, dikenai hukuman qishas. Pembunuh harus dibunuh juga. Akan tetapi bila keluarga korban memaafkan, maka si pelaku wajib membayar diyat mughaladhah yang diberikan kepada korban secara tunai.
2)   Pembunuhan semi-sengaja tidak dikenakan qishas tetapi dikenakan diyat mughaladhoh yang boleh diangsur selama 3 tahun.





               [1]Menurut data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, pada 2011 telah terjadi 1.851 pengaduan ABH yang diajukan ke pengadilan. Hampir 89,8 persen kasus ABH berakhir pada pe¬mi¬danaan atau diputus pidana. Data lain yang dirilis Ke¬men¬terian Hukum dan HAM 2010 menunjukkan bahwa di 16 Lapas di Indonesia ditemukan 6.505 ABH yang diajukan ke pengadilan dan 4.622 ABH di antaranya mendekam dipenjara. Jumlah ini mungkin jauh lebih besar karena angka ini hanya bersumber dari laporan 29 Balai Pemasyarakatan (Bapas), sementara di Indonesia terdapat 62 Bapas, Rakyat Merdeka, 19 Januari 2012.
              [2]Secara yuridis, Undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru.
              [3]Secara yuridis, Undang-undang tentang perlindungan Guru telah termuat dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi UU No.14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun implementasi terhadap undang-undang tersebut masih belum terlaksana.Lihat Bunadi Hidayat, Pemidanaan Aanak Di Bawah Umur,(Bandung, PT.Alumni : 2010), hlm. 115.
            [4]Secara tidak sadar orangtua menghukum anaknya dengan emosi dan cara yang kasar, seperti langsung memukulnya. Tindakan seperti ini kurang dibenarkan, karena bagaimana pun didikan orangtua turut menciptakan kondisi anak pada masa mendatang.Rasulullah SAW mengajarkan tanggapan bagaimana seharusnya orangtua menghukum anak, yakni orangtua menunjukan kesalahan dengan pengarahan secara langsung, menunjukan kesalahan dengan isyarat, hardikan dan pukulan. Hukumsn pukulan adalah jalan terakhir untuk menghukum anak agar jera, namun pukulan tersebut harus didasari rasa kasih sayang. Bunadi Hidayat, op.cit, hlm. 183.
              [5]Menurut sbagian madzhab Hanafi boleh menta'zir dengan pakai uang tapi bila sudah taubat, harus dikembalikan uangnya.fiqh ala al madzhab al-arba'ah 5/ 401.Yang tidak memperbolehkan silahkan dicek di kitab tanwir al quluub,hasyiyah al jamal ala al manhaj dan gyoyah talkhis a-lmurod hamisyi bughyah. “Dan tidak boleh menta’zir (menghukum) dengan mencukur jenggot atau dengan mengambil harta”.(Tanwiir al-Quluub , 2001), hlm. 392.
             [6]Ta’zir tidak boleh dengan mengambil harta”. Hasyiyah al-Jamal V/164 “Dan haram menta’zir dengan mencukur janggut, memotong anggauta dan melukainya, Ta’zir diharamkan juga dengan mengambil atau merusak harta benda karena tidak terdapati ketetapan syara’ yang demikian dari prilaku yang dapat diikuti dan karena tujuan diperlakukan menta’zir demi mengajari tatakrama yang tidak ada ketentuan dengan merusak harta benda berbeda menurut Imam Taqiyuddin yang memperkenankan ta’zir dengan mengambil atau merusak harta benda”. Mathaalib Uli al-Nuhaa, Jilid VI, hlm. 224.
               [7]Seorang sahaya menganiaya sahaya lainnya, maka bagi sahaya yang menganiaya diperlakukan ta’zir dari sayyidnya sesuai petunjuk hakim atau yang ditempatkan pada posisinya dengan dipenjara, dipukul, atau dinaikkan keledai dengan berbalik dan semacamnya.Janganlah memberikan balasannya pada sahaya yang dianiaya, dan tidak diperbolehkan menta’zir dengan mengambil harta benda menurut kami (Syafi’iyyah). Bughyah al-Mustarsyidiin ,tt, hlm. 532.

              [8]Bentuk Ta’zir bisa dengan berupa dipenjarakan atau pukulan yang tidak menyakitkan, menampar, atau mencelanya dengan ucapan atau diasingkan dalam kurun kurang setahun didaerah yang panas atau kurang dari kurun separoh tahun didaerah yang dingin atau diberdirikan dalam satu majlis atau dibuka penutup kepalanya atau dicoreng hitam mukanya atau dicukur rambutnya bagi orang yang tidak suka potong rambut tapi tidak dicukur jenggotnya meskipun menurut kami hal demikian adalah makruh menurut pendapat yang paling shahih, atau dinaikkan pada keledai dengan berbalik dan diarak berkeliling ditengah-tengah orang banyak dan mengancamnya dengan aneka siksaan-siksaan lainnya. Nihâyah al-Muhtâj, Jilid  VIII, hlm. 21.

           [9] Yusti Probowati Rahayu. Dibalik Putusan Hakim. Sidoarjo: Citra Media, 2000),hlm 311. Mengenai berapa lama pidana penjara dijatuhkan kepada anak nakal, Pasal 26 ayat (1) UU 3/1997 menentukan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.Jadi, harus dilihat kembali pada ketentuan pidananya. Misalnya, jika anak tersebut dijerat dengan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Sehingga, pidana untuk anak nakal yang melakukan pembunuhan dan dijerat dengan Pasal 359 KUHP adalah paling lama dua setengah tahun.
                                   [10] Faturochman.. Keadilan Perspektif Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, . 2002),  hlm 66.
Pengadilan anak-anak mencatut demi hukuman mati?Pada tahun 1995, seorang bocah di Lumajang dijerat pasal dengan ancaman hukuman mati. Hidup-mati anak yang bernama Ma’ruf  yang masih berusia 14 tahun, sepenuhnya berada ditangan majelis hakim. Sebab, Jaksa Imam Sudarmadji menuduh Ma’ruf telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Buyar, teman sekampungnya. Artinya, anak ke empat pasangan Sariman-Sarmi ini  diancam hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup. Untuk perbuatan itu, ancaman hukuman paling ringan adalah penjara 20 tahun. Menurut dakwaan jaksa, perbuatan itu terjadi pada tanggal 9 April silam, di persawahan desa Mlawang, Kecamatan Klakah, Lumajang. Pembunuhan itu terjadi akibat perkelahian di antara mereka dengan menggunakan clurit. Hunjaman clurit tersangka menjadi penyebab kematian korban. 
            [11]Dalam kasus ini, jika anak ditahan sebaiknya segera ditanyakan apakah ia telah ditemui oleh seorang petugas Bapas. Dan apakah padanya telah diberikan haknya untuk tetap memperoleh penasehat hukum, karena petugas Bapas bukanlah seorang penasehat hukum. Harus diingat, anak berhak memperoleh dan negara wajib memberikan proses hukum yang cepat. Apabila pihak korban akan menarik tuntutannya, penyelesaian di luar proses hukum sangat mungkin untuk dilakukan karena petugas hukum, dalam hal ini polisi, yang terlibat dalam proses peradilan anak diberi keleluasaan untuk melakukan diskresi (sewaktu-waktu menghentikan proses hukum) demi kepentingan anak.

               [12] Peraturan-Peraturan PBB bagi Perlindungan Anak yang Kehilangan Kebebasannya (United Nations Rules for the Protection of Juveniles Deprived of their Liberty)   Adopted by General Assembly resolution 45/113 of 14 December 1990
                 [13] Komite HAM PBB (Human Rights Committee) dalam Komentar Umum No. 6 menegaskan bahwa “ekspresi tentang kejahatan yang paling serius harus diartikan secara terbatas, bahwa pidana mati hanya dilaksanakan sebagai tindakan luar biasa. UU Nomor 23 tahun 2002 Pasal 2 menyatakan bahwa asas dan tujuan perlindungan anak salah satunya berlandaskan pada prinsip-prinsip KHA  : a)     non diskriminasi; b)     kepentingan yang terbaik bagi anak; c)      hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d)     penghargaan terhadap pendapat anak.Dalam konteks anak yang berkonflik dengan hukum, undang-undang ini mewajibkan negara untuk memberikan perlindungan khusus (Pasal 59).
             [14]Hukuman tidak dimaksudkan untuk sebuah pembalasan dan pembebasan dari dosa. Hukuman lebih dimaksudkan sebagai cara mencegah orang untuk berbuat kejahatan. Teori ini dikenal dalam hukum Islam sebagai “zawajir”, pencegahan, penghentian (deterrence). Ahli hukum Islam klasik Al Mawardi (w. 1075 M), mengatakan : “Hukuman-hukuman pidana (hudud) adalah “zawajir” (pencegahan) yang ditetapkan Tuhan agar orang tidak melanggar hukum dan memperingatkan orang akan ancaman adanya rasa sakit jika dia melanggarnya”. Hal ini menurutnya jauh lebih luas efek positifnya bagi sistem kehidupan dibanding sekedar untuk menghukum pelakunya.
           [15] Bunadi Hidayat menyatakan, murid memukul  gurunya atau petugas, ia diaggap melakukan jarimah ganda, walaupun pelakunya menganggap melakukan jarimah tunggal, hal ini dikarenakan yang dipukul adalah petugas sehinnga oleh hukum dianggap berbuat jarimah ganda yaitu memukul orang dan melawan petugas. Gabungan anggapan (concurcus idealis) Gabungan jarimah itu karena hanya bersifat anggapan, sedang pelakunya hanya hanya berbuat satu jarimah. Pertimbangan fuqaha tentang eksistensi gabungan hukuman yang berdasarkanatas dua teori :Teori saling memasuki atau melengkapiDalam teori ini yang dimaksudkan oleh menulis, bahwa pelaku jarimah dikenakan suatuhukuman, walaupun melakukan tindakan kejahatan ganda, karena perbuatan satu denganyang lainnya dianggap saling melengkapi atau saling memasuki. Teori ini ada dua pertimbangannya. Bila pelaku hanya melakukan tindakan kejahatan sejenis sebelum diputuskan olehhakim, maka hukumannya dapat dijatuhkan satu macam saja, jika satu hukumandianggap cukup. Akan tetapi jika ia belum insaf atau jera dan mengulangi lagi, maka ia dapat dikenakan hukuman lagi. Lihat Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Di Bawah umur,(Bandung  PT.Alumni : 2010), 135. Dari definisi diatas, dapat dirumuskan bahwa pencurian yang dikenakan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1) Mengambil harta orang lain 2) Pengambilannya secara sembunyi-sembunyi 3) Harta itu disimpan di tempat penyimpanannya. 4) Pelaku  adalah mukallaf.  5) Barang yang dicuri mencapai satu nishab. 6) Belaku tidak mempunyai andil kepemilikan atas harta yang dicuri. Had mencuri, dinyatakan  dalam Al-quran Surat Al-Maidah : 38  bahwa pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah kedua tangannya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah Mahaperkasa lagi Bijaksana”.Lihat Al-Quran Karim menampakkan kepada kita bagaimana cara mendidik anak sebagaimana tertuang dalam Surah Thaaha ayat 132 :وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (١٣٢) Artinya : dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
.


                [16]HR. Muslim.
               [17]Akibat Menggunakan Shabu-shabu : Merusak organ-organ tubuh terutama otak, dan syaraf yang mengatur pernafasan. Banyak yang mati karena sesak nafas, dan tiba-tiba berhenti bernafas karena syaraf yang mengendalikan pernafasan sudah rusak dan tidak ada lagi instruksi untuk bernafas, sehingga nafasnya putus/berhenti, dan mati.  Paranoid, otak suah dipakai berpikir dan konsentrasi, jet lag dan tidak mau makan.Rasa gembira / euforia, Rasa harga diri meningkat.1.Banyak bicara, Kewaspadaan meningkat, denyut jantung cepat.2.Pupil mata melebar. 3.Tekanan darah meningkat, berkeringat/rasa dingin.4.Mual/muntah, (Dalam waktu 1 jam setelah pemakai gelisah). 5.Delirium/kesadaran berubah (pemakai baru, lama, dosis tinggi), 6.Perasaan dikejar-kejar.7.Perasaan dibicarakan orang.8.Agresif dan sifat bermusuhan..9.Rasa gelisah.10.Tak bisa diam, (Dalam waktu 24 jam). 11.Gangguan irama detak jantung.12.Perdarahan otak. 13.Hiperpireksia atau syok pada pembuluh darah jantung yang berakibat meninggal.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook