Monday, June 17, 2013

PANTUN TIPU DAYA PERSAINGAN ABADI



PANTUN TIPU DAYA PERSAINGAN ABADI


Kesenangan sultan, rebus keladi,
                 Keladi tumbuh,  tepi telaga;
                 Jutaan penipuan, sudah terjadi,
                 Orang yang bodoh, tertipu juga.

Ikat pedati, di dekat sampan,
Sampan dibuat , banyak ruang.
Pejabat mati, karena perempuan,
Pengusaha mati, karena uang. 


                   Sarang penyengat, jatuh ke motor,
                   Nampak seperti, bunga melati;
                   Bila teringat, bertebarnya koruptor,
                   Elok diterapkan, hukuman mati.

Tenang-tenang, air di laut,
Sampan nelayan, berisi terasi,
Pornografi, dan suka mencarut,
Jadi hiburan, preman berdasi.

                 Daerah palas, gilang-gumilang,
                 Banyak lilin,  di pinggir tebat.
                 Karakter pemalas, manakan hilang,
                 Tanpa disiplin, yang sangat ketat..

Ikan patin, gulai kelapa,
Hendak dijual, ketika menugal.
Tuan miskin, tidak mengapa,
Asalkan ibadah, jangan tinggal.

                 Ubi banyak, bermacam ubi,
                 Ubi ketela, sedang terjerang.
                 Lobi banyak, bermacam lobi.
                 Lobi Yang licik, ditakuti orang

Peti  ikan, diikat suasa,
Dibeli oleh, orang asing.
Intisari pendidikan, karakter bangsa,
Memicu kemampuan, daya saing.

Derum hanyut,  Teluk meranti,
       Gelombang Bono ,  terus meluncur.
 Kurikulum boleh, beganti-ganti,
           Tanpa dayasaing, pendidikan hancur.

  Bagaimana Putri, dan pengeran asing,
  Indahnya duduk, di singgasana.
  Bagaimana memiliki, dayasaing,
  Lihatlah kegigihan, keturunan Cina.


Jika keadaan memaksa


Duku lisut, terkena petasan,
Walaupun masak, tak punya rasa.
Perilaku Agresif, melakukan kekerasan,
Dalam keadaan, sangat memaksa.


                                           Sebakul pulut, di dekat bara,
                                           Asap mengepul, api menjalar.
                                           Memukul murid, masuk penjara,
                                           Tidak dipukul, muridnya kurang ajar.


Ketam darat, dapat dilembing,
Ketam lautnya, ditusuk besi.
HAM Barat, melarang bullying,
HAM Timur hanya, membatasi.


                                       Semua kucing, pandai memanjat,
                                       Kalau sahat, mudah melirik.
                                       Tidak semua bullying, jelek dan jahat,
                                        Kalau penggunaannya, teratur dan baik.


Menggunakan piring, harus perlahan,
Kalau pecah, tangan terluka.
Penggunaan bullying, berlebihan,
Itulah pembawa, malapetaka.

Pelanggaran hak asasi

Yang dikatakan, sebuah gasing,
Bulat pendek, seperti bakul.
Yang dikatakan , tindakan bullying,
Prilaku orang , suka memukul.

                                       Bakul besar, diinjak kerbau,
                                       Bakul berisi, pisau tajam.
                                       Memukul manusia, seperti kerbau,
                                       Itulah bullying, yang kejam.

Asal mulanya, datang kepinding,
Dari kelilawar, yang mengepak.
Asal mulanya, istilah bullying,
Dari pekerjaan, gembala ternak.

                                     Tengku berjualan, ke Tanjung Bilah,
                                     Paritnya runtuh, setiap bulan.
                                     Perilaku penggembala, sampai ke sekolah,
                                     Murid dan guru, pukul-pukulan.


Sungai Rokan ,kampung Rokan,
Kupu-kupu , di papan keranda.
Sesuku bukan , samarga  bukan.,
Setanah air, saling membela..


    Padi perak,  berdaun suasa,
         Buahnya bagai,  emas merah;
                Punya etos kerja,  lagi berbahasa,
           Itulah tanda, generasi bertuah.



Menanam selasih, di bumi Riau,
Selasih ditanam,  di ujung serambi,
Bagailah mana hati , tidak risau,
Jika  sarjana , kehilangan budi.



             Air pasang,  membawa gurita,
         Pasang tidak,  waktu libur,
       Budi tuan,  lekat di mata,
                 Tapi  jangan, jadi penganggur.



Pasang kelambu,  tepi jendela,
Supaya senang,  pintu dikunci;
Biar beribu dara,  dan janda,
Saya memilih , yang religi.


                                                 

               Penat sudah, ke gunung Daik,
             Tidak sampai,  ke Pulau Bali.
             Penat sudah,  guru mendidik,
      Para murid , tidak peduli.



Pilih-pilih,  buah kedondong,
Cari yang manis,  tiada bijinya;
Terpilih pasangan, orang penodong,
Seminggu hilang, bertemu di penjara.



     Pipit ampat dibilang anam,
                  Terbang tinggi,  tinggalkan sarang;
Sakit diubat mati ditanam,
         Wajah penipu, dikenang orang.



Pisang emas,  bawa belayar,
Diletak budak,  di atas peti;
Para koruptor, semakin ganas,
Mengapa tidak,  dihukum mati.






Pokok keladi,  di tepi paya,
         Bunga teratai,  kembang bertaut;
        Kalau berbudi,  pada yang kaya,
               Sama mencurahkan,  garam ke laut.



Pohon pauh,  tepi permatang,
Pokok pandan , tepi perigi.
Ada manusia, berperangai binatang,
Suka selingkuh, hobi korupsi..



Puas sudah,  menanam ubi,
   Nanas datang , dari seberang;
          Puas sudah memberantas korupsi,
    Kolusi juga, dilakukan orang.


Danau  Maninjau , seperti kuali,
Ada  selasih, di dekat   tangga.
Hati risau, melihat  istri,
Memadu   kasih,  dengan  tetangga..



            Pucuk manis,  pucuk padi,
              Daun pulut,  dimakan  rusa;
                          Kelingking berkait,  merusak  budi,
              Hilang malu, hilang perisa.



Pucuk palas,  si daun palas,
Tetak mari,  beranti-ranti;
Bukan malas ,sembarang  malas,
Tidur pagi, sampai tengah hari..



Pulau Daik , banyak kelapa,
       Pulau Karimon,  banyak pegaga;
        Kelingking berkait,  payah dilupa,
  Beribu tahun,  disumpahi juga.



Pulau Pandan,  jauh ke tengah,
Gunung Daik,  bercabang dua;
Gatal badan,  kudis  bernanah,
berteman  hantu, dilakukan  juga.



     Pulau Pisang,  Pulau Pauh,
            Sampai ketiga,  Pulau Kemudi;
Kami datang,  dari jauh,
  Ditipu orang, tidak  budi.



Rumah buruk , serambi tak baik,
Serai seulas , di dalam dulang;
Rupa buruk,  budi pun tak baik,
Tetap  dihargai, kalau  banyak uang.





Sapu tangan,  bersiring hijau,
Oleh membeli,  kedai Yahudi;
Luka di tangan,  kerana pisau,
Luka di hati , kerana budi.




Sapu tangan , jatuh ke laut,
Jatuh ke laut,  dengan alasnya;
Amboi berat,  dosa disebut,
Bermanin jin,  dengan tumbalnya.



Sayang muara,  tidak berbukit,
Banyak bukit , tumbuh ilalang;
              Menderita berteman ,  orang yang pelit,
Apa  dipinjam, langsung  hilang.



Sayang Pak Pandir,  me
mancing di parit,
Ditabrak  motor, sampai pingsan.
Telunjuk lurus, kelingking berkait,
Berbicara kotor, humor menggelikan.




          Perompak belayar , membawa  besi,
            Singgah sebentar,  mengambil  sapu.
     Jangan dibiar, pencopet berdasi,
Setiap bicara , pasti menipu..




Semenjak kentang , selalu  dijerang,
Ketela  tidak ,  lagi berisi.
Semenjak duit,  disembah orang,
Beragama seksedar, berbasa-basi..



Sudah   di reka,  buah kuini,
Ikan di laut,  ibarat bakorang;
Dari dahulu,  sampai kini,,
Wanita cantik, hatinya curang..
 




Sungguh indah,  Tanjung Lumpur,
Tempat lalu , kapal dagang;
Hati gundah,  rasa terhibur,
Budi yang baik,  punca kenang.



Tabir-tabir,  kayu dilintang,
Katak makan,  si daun ubi;
Perlahan-lahan,  apa dirunding,
Banyak pencuri, pura-pura berbudi.




Tanam ubi,  digali ubi,
Gali ubi,  tepi telaga;
Kalau  Cina, menabur budi,
Budi itu, hanya  taktiknya.



   Tebang kayu,  buatkan sampan,
Sampan dibuat,  siap kemudi;
           Penjual wanita, ialah orang tampan.
        Wanitanya kehilangan, harga diri..



Tebing Tinggi , kampung ternama,
Nampak dari , Kuala Segamat;
Bila wanita,  budinya  lemah,
Hilanglah malu,  dekatnya kiamat.



Tenang-tenang, air di laut,
          Sampan kolek,  hanyut  ke Cina.
                 Kelingking berkait, selalu tersebut,
      Pelit dan licik, tiada taranya.



Burung gereja, ditangkap elang,
Jatuh ke parit, dekat jambangan.
Etos kerja, manakan hilang,
Rajin kreatif, jadi kenangan.
   

  Habis lilin, sabut  kelapa,
           Dibakar pula, batang jerami,
          Gadis miskin tidak mengapa,
                   Suadagar kaya bisa,  berpoligami.



Ubi bukan, sembarang ubi,
Ubi ketela,  dalam dulang;
Mencuri bukan, sembarang  mencuri,
Mencuri dalam, genggaman orang?


                                                        Pohon  bunga,  di dalam kendi,
                                                        Dua kendi,  milik kelana.
                                                        Koruptor bisa,  mengenal budi,
                                                        Dalam budi, korban terlena.



Pasang kecil,  air di laut,
Sampan kolek , di Pariaman.
Anak kecil, hobi mencarut,
Setelah besar, menjadi preman.
                                                 

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook