Tuesday, July 16, 2013

QADHIYYAH TIDAKMELANGGAR HAM Memukul anak, dengan ringan Di dalam hadits, diterangkan.

Memukul anak, dengan ringan
Di dalam  hadits, diterangkan.
Agar shalat tidak, ditinggalkan,
Mengandung makna, pendidikan.


Ketika ditepuk, dengan ringan,
Tidak mengandung,  kekerasan
Dengan HAM, tidak bertentangan,
Tujuannya untuk, kebaikan.



DALAM LOGIKA, MATEMATIKA YANG PENTING, PASTI JUMLAHNYA


Ada  seorang guru yang meragakan permainan yang indah. Guru itu berkata, "Saya ada satu permainan... Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!", jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah  "Penghapus!"..
Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka sebutlah "Penghapus!", jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!".
Dan diulangkan seperti tadi, tentu saja murid-murid tadi keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk.Selang beberapa saat, permainan berhenti. 

Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Murid-murid, begitulah kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh musuh kita memaksakan kepada kita dengan perbagai cara, untuk menukarkan sesuatu,dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi kerana terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kamu akan terbiasa dengan hal itu. Dan anda mulai dapat mengikutinya.

Musuh-musuh kamu tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika. "Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, Zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan 
dan trend, hiburan yang asyik dan panjang sehingga melupakan yang wajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup dan lain lain." 

"Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, anda sedikit demi sedikit 
menerimanya tanpa rasa ia satu kesalahan dan kemaksiatan.Paham?" Tanya Guru kepada murid-muridnya. "Paham cikgu.(Buk guru).." 

"Baik permainan kedua..." begitu Guru melanjutkan."Cikgu ada Qur'an,cikgu akan letakkannya di tengah karpet. Sekarang anda berdiri diluar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada ditengah tanpa memijak karpet?"

Murid-muridnya berpikir . Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat,dan lain-lain. Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet." Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya...
Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak anda dengan terang-terang... Kerana tentu anda akan menolaknya mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung anda perlahan-lahan dari pinggir, sehingga anda tidak sedar. 

"Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina tapak yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. 
Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dgn 
tapaknya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, 
kerusi dipindahkan dulu, Almari dibuang dulu satu persatu, baru rumah 
dihancurkan..." 

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghentam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan meletihkan anda. Mulai dari perangai anda, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun anda muslim, tapi anda telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara mereka... Dan itulah yang mereka inginkan."

"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh musuh kita. 

"Kenapa mereka tidak berani terang-terang memijak-mijak cikgu?" Tanya murid-murid. 

"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.""Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sedar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sedar".

"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa 
dahulu sebelum pulang..." Matahari bersinar terik takala anak-anak itu 
keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya... 

RENUNG
KANLAH SAHABAT SEMUA.. 

BARAT  MENGINJAK  AL-QUR'AN  DENGAN MEMPERALAT  HAM.    HAK  ASASI  MODEL  MEREKA SENDIRI   HAM   MODEL  IBLIS  YANG  BEBAS TANPA KENDALI



MEMUKUL RINGAN ITU,  BUKAN  KEKERASAN,  TIDAK MELANGGAR   HAM.

          Orangtua disarankan tidak mendidik anak dengan cara kekerasan fisik karena mental dan fisiknya masih lemah yang bisa berakibat buruk. Anak-anak harus dilindungi bagaimana pun susahnya dia didik. Jika diberi tahu lewat kata-kata saja tidak cukup, ada cara yang dibolehkan untuk memukulnya tapi bukan sembarang memukul.



          Penulis tertarik dengan apa yang diungkapkan Vera Farah Bararah - detikHealth.

         Dalam Children's Act 2004 ada batasan-batasan yang diperjelas bagi orangtua jika ingin memukul anaknya, yaitu tidak boleh menimbulkan bekas atau luka, tidak memukul dengan keras dan tidak boleh menyebabkan masalah kesehatan mental dalam jangka waktu panjang.

"Orangtua tidak boleh memukul anaknya dengan sembarangan apalagi jika menggunakan alat," ujar Marjorie Gunnoe, seorang profesor psikologi di Calvin College, Grand Rapids, Michigan, seperti dikutip dari Telegraph, Senin (4/1/2010).

Bagaimana memukul yang diperbolehkan? Gunnoe menjelaskan sebuah tepukan ringan seringkali menjadi cara paling efektif untuk mengajarkannya agar tidak melakukan sesuatu yang berbahaya atau merugikan orang lain. Pukulan ringan itu pun hanya berlaku sampai usianya 6 tahun.

Berdasarkan hasil penelitiannya, anak yang dipukul hingga usia 6 tahun memiliki sifat positif yang lebih baik diantaranya dalam hal akademis dan optimisme, dan tidak memiliki sifat negatif yang buruk. Tapi anak yang masih sering dipukul hingga usia 11 tahun memiliki sifat negatif seperti terlibat dalam perkelahian.

Penelitian itu juga menunjukkan anak yang dipukul ringan oleh orangtuanya hingga usia 6 tahun akan memiliki prestasi sekolah yang lebih baik dan lebih optimis. Anak-anak ini nantinya akan lebih bersemangat dalam hal belajar, mengejar cita-citanya untuk masuk universitas terkemuka serta membantunya lebih optimis dalam hal meraih mimpinya dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dipukul sama sekali oleh orangtuanya.

        Penelitian ini melibatkan 179 remaja yang ditanya mengenai seberapa sering mereka dipukul saat masih anak-anak dan pada usia berapa terakhir kali orangtua memukulnya. Jawaban yang didapat dibandingkan dengan perilakunya termasuk kelakuan negatif seperti anti sosial, aktivitas seksual yang lebih dini, kekerasan, depresi serta kelakuan positif lainnya. Hal yang boleh dilakukan oleh orangtua adalah hanya melakukan tepukan ringan, sementara jika lebih dari itu sudah termasuk dalam kekerasan dan merupakan cara mendidik anak yang salah.

       Cara mendidik dengan memberikan tepukan ringan jika anak melakukan kesalahan sebaiknya juga diiringi dengan kata-kata positif agar anak tahu apa kesalahannya. Jika tepukan ringan tersebut dilakukan dengan bijaksana dan penuh kasih sayang, maka anak akan lebih mengerti dan juga membantunya untuk berprestasi disekolah serta lebih optimis.

Tapi orangtua tidak boleh memukul anak di daerah wajah atau dengan menggunakan alat, karena bisa mengembangkan masalah-masalah perilaku atau mental seperti menjadi agresif.

         Persoalan seputar Qadhiyyah Mashiriyyah menjadi topik diskusi yang menarik sepanjang sejarah manusia. Istilah qadhiyyah mashiriyyah menunjuk suatu realitas problem utama yang pastinya menuntut untuk diselesaikan walaupun dalam rangka hal itu dihadapkan pada pilihan antara hidup dan mati. Bagi seorang istri maka perjuangannya dalam rangka mengandung dan melahirkan anak merupakan qadhiyyah mashiriyyah. Untuk mencapai harapan mempunyai keturunan, Ibu berjuang dengan bersusah payah untuk melahirkan anaknya walaupun dalam rangka itu harus mengorbankan nyawanya sendiri. Pantas kemudian jika Islam menempatkan posisi Ibu terhormat di mata putra-putrinya. Berbeda lagi dengan seorang bapak/suami.
       Bekerja membanting tulang demi tercukupinya kebutuhan hidup orang-orang yang menjadi tanggungannya menjadi persoalan utama bagi seorang bapak/suami. Seorang bapak akan siap menerjang semua halangan, rintangan dalam bekerja. Hujan lebat, teriknya matahari, bersimbahnya badan dengan cucuran peluh dan keringat, bahkan terkadang rasa lapar, haus dan dahaga tidak dihiraukan demi bisa mendapatkan sejumlah materi yang bisa ia bawa pulang guna kebutuhan hidup keluarganya.Begitu pula, seorang pelajar mempunyai sudut pandang tentang qadhiyyah mashiriyyahnya bahwa belajar dan mendapatkan hasil memuaskan pada nilai akhir saat ujian akan ditempuh dengan bersungguh-sungguh hingga rela untuk bersakit-sakit. Ada pelajar yang ketika menghadapi ujian maka ia belajar dengan sungguh-sungguh walaupun pada akhir waktu ujian ia merasa kecapekan, bahkan ada yang sampai jatuh sakit.

      Lebih dari itu, hanya karena tidak bisa membeli sarana belajar yang memadai sebagaimana teman-temannya satu kelas dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi orang tuanya, pelajar ini sampai bisa berbuat nekat bunuh diri. Walhasil semua orang sebagai individu mempunyai sudut pandang yang berbeda atas sekian banyak persoalan dalam hidupnya yang menjadi qadhiyyah mashiriyyah baginya.

       Pada sisi yang lain, semua bangsa dan umat mempunyai sekian banyak persoalan yang mesti mendapatkan alternatif solusi. Hanya saja dari sekian banyak persoalan, ada persoalan utama yang menjadi qadhiyyah mashiriyyah mereka. Bangsa maupun umat akan memandang suatu persoalan sebagai qadhiyyah mashiriyyah ketika mereka memandnag persoalan tersebut menjadi taruhan akan eksistensi mereka. Di saat mereka mampu menyelesaikan qadhiyyah mashiriyyahnya, maka sudah ada jaminan akan eksistensi mereka. Ketika mereka sudah bisa berdiri kokoh untuk eksis dalam kehidupan, tinggal bagaimana memikirkan langkah berikutnya untuk dapat memberi sumbangan berarti dan mewarnai sejarah kehidupan manusia pada umumnya.
Hanya saja proses suatu bangsa dan umat dapat memahami persoalan yang menjadi qadhiyah mashiriyyahnya tidak serta merta terwujud pada diri bangsa dan umat tersebut. Bangsa dan umat tidak akan mampu memahami sesuatu yang menjadi qadhiyyah mashiriyyahnya tanpa ada individu yang berusaha memahami, menyadari dan mengemban qadhiyyah masiriyyah bangsa dan umat, kemudian terciptalah qadhiyyah mashiriyyah individu tersebut menjadi qadhiyyah mashiriyyah umat. Manusia mempunyai dua dimensi yang berbeda dan saling melengkapi. Manusia mempunyai dimensi individual dengan segala dinamikanya, pada satu sisi. Juga manusia mempunyai dimensi sosial pada sisi yang lain. Sebagai individu, manusia mempunyai tolak ukur dan standar yang bersifat privasi yang digunakannya menilai setiap permasalahan yang ditemuinya. Dari sekian banyak masalah yang ditemui individu, maka individu akan melakukan kajian terhadap setiap maslah yang dihadapinya lalu menentukan persoalan utama yang menjadi qadhiyyah mashiriyyahnya.


          Dengan menemukan qadhiyyah mashiriyyah itu, individu akan selalu berusaha menjamin kondisinya selalu berada pada koridornya. Pertimbangannya, dengan qadhiyyah mashiriyyah ini individu menyandarkan setiap permasalahannya dan solusi yang diputuskannya sesuai dengan persoalan yang dipandangnya sebagai qadhiyyah mashiriyyah. 


       Dengan demikian, individu akan selalu menjaga persoalan yang menjadi qadhiyyah mashiriyyahnya, agar selalu mendapat perhatian utama dalam hidupnya. Keberadaan solusi bagi qadhiyyah mashiriyah individu akan menjamin keberlangsungan kepentingan dan kebutuhan yang lain. Sebagai contoh, bagi seorang kepala rumah tangga mendapatkan pekerjaan sehingga bisa menafkahi keluarganya merupakan qadhiyyah mashiriyyah. Setiap kebutuhan dan kepentingan keluarga bersandar pada ada tidaknya penghasilan yang diperoleh. Kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan bagi anak-anak, rekreasi dan lain-lain disandarkan pada penghasilan dari kepala rumah tangga. Demikian halnya, manusia sebagai makhluk sosial. 

       Manusia tidak akan bisa memnuhi setiap kebutuhannya tanpa bekerjasama dengan orang lain. Dengan demikian, setiap orang mempunyai kepentingan bersama guna terciptanya kondisi masyarakat yang stabil dan tenteram demi terciptanya kondisi yang menunjang terpenuhinya kebutuhan setiap individu. Artinya; terciptanya kondisi masyarakat yang stabil dipengaruhi oleh adanya kesamaan kepentingan. Kesmaan kepentingan dipengaruhi kesamaan pemikiran, perasaan dan peraturan hukum yang diterapkan di masyarakat. Sebuah komunitas akan mengambil kesepakatan-kesepakatan yang nantinya dirumuskan menjadi sebuah aturan yang menjadi standar bersma dalam menilai segala sesuatu. Kesepakatan-kesepakatan inilah yang menjadi qadhiyyah mashiriyyah masyarakat.

    Terbentuknya bangsa dan umat berasal dari individu-individu yang menetap di suatu daerah tertentu. Di antara mereka terjadi interaksi terus-menerus guna mewujudkan kepentingan-kepentinagn bersama. Adapun aturan yang dirumuskan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis lahir dari persepsi yang sama terhadap kehidupan mereka. Persepsi-persepsi ini dipengaruhi oleh kepercayaan-keprcayaan, aqidah dan ideologi yang dianutnya. Jika pada suatu masyarakat tertentu persepsi dan aturannya dijiwai oleh aqidah dan ideologi tertentu, naka disebut sebagai masyarakat yang khas. Sedangkan jika pada suatu masyarakat persepsi dan aturannya dijiwai oleh beberapa aqidah dan keyakinan maka disebut sebagai masyarakat yang tidak khas. Masyarakat Amerika adalah masyarakat yang khas. Setiap persepsi dan aturan yang dibuatnya dilandaskan pada Ideologi Kapitalisme. Berbeda halnya dengan masyarakat Indonesia, misalnya. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat tidak khas, atau bisa disebut dengan masyarakat  gado-gado. Sehingga bila dikatakan Indonesia bercorak Kapitalisme, juga sah-sah saja di satu sisi. 

     Tetapi pada sisi yang lain, Indonesia bisa disebut bercorak nasionalis, Komunis dan juga Agamis. Oleh karena itu, bisa kita pahami pada masa Soekarno terdapat sebutan NASAKOM (Nasionalis, Agamis dan Komunis). Di satu sisi, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim ini memluk aqidah islam. Tapi pada sisi yang lain, bertentangan secara diametral pola berpikirnya dengan Islam. Secara I’tiqodi, masyarakat muslim di Indonesia mengakui haramnya perzinaan. Akan tetapi, yang bisa kita saksikan di lapangan justru berkebalikan seratus persen. Banyak panti-panti pijat yang berdiri dan legal disamping memberikan layanan pijat juga layanan plus penuh aroma syahwat, prostitusi dilegalkan berdiri, pergaulan bebas menjadi budaya, perempuan-perempuan yang tidak risih lagi mengumbar auratnya, seolah-olah mereka mendapatkan legitimasi dengan adanya HAM (Hak Asasi Manusia) yang mendapat payung hukum di negeri ini. Ketika ditanyakan kepada masyarakat mengapa ini semua terjadi bukankah mereka semua kebanyakan Muslim. 

      Maka jawaban yang sering terdengar adalah bahwa sebagai muslim di saat ibadah mengahadap Allah.Tetapi, kita juga tidak boleh kuper ketinggalan kemajuan jaman. Pergaulan bebas, pacaran, night club dan budaya-budaya barat adalah simbol kemoderenan. Inilah standar ganda yang digunakan dalam menilai segala sesuatu. Standar ganda ini akan dipertahankan dan menjadi qadhiyyah mashiriyyahnya. Mereka siap membela mati-matian hal ini. Bahkan pernyataan-pernyataan sebagian Tokoh Nasional yang menggambarkan pembelaannya terhadap pemikiran-pemikiran liberal bisa kita sebutkan misalnya Soekarno yang menyatakan jika ia adalah pengemar Che Guevara (Pahlawan Revolusi Sosialis Kuba), atau bahkan Gusdur yang selama kehidupan beliau pemikran dan perilakunya menunjukkan pandangan Pluralismenya. Begitu pula Nurcholis Madjid dengan Paramadinanya dan Ulil Abshar dengan JIL (Jaringan Islam Liberal)nya.

      Demikian secuplik gambaran masyarakat Indonesia yang menjadikan pemikiran Barat baik itu Demokrasi-Liberal maupun Demokrasi-Sosialisme di satu sisi sementara di sisi lain mayoritas mengklaim diri mereka sebagai Muslim. Bahkan, Penguasa Negeri ini mengamini dengan memberi label ‘Teroris’ terhadap siapa saja yang berusaha memperjuangkan kondisi umat Islam di Indonesia untuk kembali kepada Islam secara kaffah (menyeluruh).

       Umat Islam sebagai sebuah entitas juga memiliki qadhiyyah mashiriyyah. Individu-individu Muslim yang membentuk sebuah masyarakat muslim pastinya memiliki kesamaan persepsi dan aturan yang lahir dari aqidahnya. Hal ini selanjutnya akan mengarahkan standar bagi masyarakat muslim tersebut. Berikut ini beberapa hal yang menjadi qadhiyyah mashiriyyah(persoalan utama) yang wajib dipahami dan diperjuangkan oleh umat Islam. Adapun penentuan qadhiyyah mashiriyyah bagi muslim itu hanya didasarkan pada nash-nash syara’ bukan didasarkan pada akal, nafsu dan kepentingan.
Sabda Rasul SAW yang menyatakan:



Artinya: “ Aku diutus untuk memerangi manusia sehingga mereka mengucapkan Syahadat Laa Ilaha Illallah wa anna Muhammadan Rasulullah, Apabila mereka mengatakannya maka terjaga dariku harta dan jiwa mereka kecuali dengan haq yang ditentukan Islam”.

Rasul SAW diutus Allah SWT dengan membawa Islam dalam rangka membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada Al-Khaliq, Allah SWT dengan pernyataan syahadat. Dakwah ditetapkan oleh as-Syari’ (Allah SWT) sebagai metode baku dalam rangka mengemban Islam ke seluruh dunia. Setiap muslim wajib menjadikan setiap aktivitas dalam kehidupannya berporos kepada dakwah. Bahkan sampai diancam akan dibunuh tidak akan menjadikan seorang muslim gentar dalam memegang teguh Islam dan menyuarakannya pada semua situasi dan kondisi yang melingkupinya. Apatah lagi, bila terdapat penghinaan terhadap Islam dan umatnya oleh orang-orang kafir durjana, seorang muslim tidak akan tinggal diam selain akan memberikan pengorbanan yang terbaik untuk membela kemuliaan islam dan umatnya. 


      Sebagai contoh, ketika Nabi Muhammad SAW dilecehkan dengan beredarnya karikatur beliau di media cetak Jilland Posten, dengan lantang seorang muslim akan menuntut kepada penguasa dua pilihan yang harus diberikan kepada sang kartunis, Geert Wilders; bahwa ia masuk Islam atau dibunuh. Inilah adalah hukuman setimpal yang ditentukan syara’ bagi mereka yang melanggar kehormatan Allah dan rasul-Nya. Apabila ia seorang muslim maka hukumannya adalah dibunuh, sedangkan jika sang penghina Allah dan Rasul-Nya tersebut adalah seorang kafir maka diberi pilihan jika tidak mau menjadi muslim maka dibunuh. Adapun eksekutor dari sangsi ini adalah Penguasa Daulah islam yakni Khalifah. 

    Hanya seorang Khalifah yang akan taat terhadap setiap ketentuan Syara’ karena ia diangkat dalam rangka untuk menerapkan aturan Islam. Berbeda halnya penguasa sekuler saat ini banyak sekali hukum Islam yang diabaikan bahkan mereka berani mencemo’ohnya dengan sebutan-sebutan yang tak layak. Sedangkan tuntutan kepada penguasa agar mereka mau tunduk dengan segenap ketentuan syara’ termasuk di dalamnya adalah pelaksaan hukuman bagi sang Penghina Nabi SAW. Secara otomatis di dalam tuntutan ini terdapat tuntutan yang lebih urgen adalah supaya penguasa menegakkan sistem khilafah dan menerapkan Islam.
      Sistem Khilafah yang wajib untuk diperjuangkan umat islam agar bisa tegak yang akan menerapkan Islam baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Khilafah akan menyebarkan Islam ke luar negeri dengan dakwah dan jihad. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh sabda Rasul SAW setiap ketika melepaskan ekspedisi pasukan Islam dengan pernayataannya:



Artinya:” …. Serulah mereka dengan Islam, jika mereka menerima maka terimalah keislamannya, dan cukuplah bagi kalian. Sementara jika mereka menolak, maka serulah agar tunduk kepada pemerintahan Islam. Bila mereka menerima, maka terimalah dan sampaikan kepada mereka bahwa Allah dan rasul-Nya telah mewajibkan atas mereka membayar jizyah. Jika mereka menolak, maka berlindunglah kepada Allah SWT lalu perangi mereka.”

Seruan dalam hadits tersebut merupakan seruan yang penuh dengan kemuliaan. Seruan yang sarat dengan nilai keimanan dan ketawakkallan yang mencerminkan ketinggian ruhiyah. Inilah seruan Islam kepada semua manusia di muka bumi. Sebuah seruan yang menantang kekufuran. Sebuah seruan yang akan meluluhlantakkan kekufuran dan kemaksiatan.Sebuah seruan yang akan tetap menerangi wajah kebenaran sehingga semakin bersinar dan menghinakan semua bentuk kemungkaran, kebatilan dan kekufuran. Kaum muslimin dengan penuh keyakinan akan datangnya janji Allah yang akan memberi kemenangan gemilang kepada Islam selama mereka masih mau mengemban dakwah dan jihad di bawah komando seorang Khalifah. Oleh karena itu keberadaan Khalifah dijadikan sandaran bagi terlaksananya hukum-hukum Islam. Sedangkan aktivitas untuk menegakkannya kembali adalah kewajiban terbesar dalam islam. Ibnu Taimiyah dalam siyasah as-syar’iyyah menyatakan:



Artinya: “ ketahuilah bahwa pengurusan urusan umat adalah sebagai kewajiban terbesar dalam agama ini, dan tidak akan tegak agama tanpa keberadaannya (waliyyul amri)”.

Imam Al-Ghazali dalam kitab al-Iqtshad fi al-I’tiqad menyatakan “addinu ussun wa sulthonuhu haritsun. Addinu ma la haritsa lahu fahuwa mahdumun.As-sulthonu ma la ussun lahu fahuwa fadhoifun.(Agama(Islam) adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaganya. Jika agama tanpa ada penjaga maka agama itu akan hilang/rusak. Sedangkan jika kekuasaan tanpa ada asas maka menjadi lemah). Di samping itu pula bisa kita simak pernyataan Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim-nya pada juz 12 halaman 205, sebagai berikut: bahwa seluruh Imam Madzhab sepakat akan wajibnya menegakkan Khilafah. Kami kira cukuplah beberapa nukilan pendapat para Imam umat ini akan wajibnya aktivitas menegakkan Khilafah. Bahkan sebagai kewajiban terbesar dalam Islam. 


       Semua pelaksanaan hukum syara disandarkan pada tegaknya pemerintahan Islam, yaitu sistem Khilafah. Allah SWT dalam firman-Nya surat al-Maidah ayat 44, 45 dan 47 dengan tegas menyatakan bagi siapa saja yang tidak mau berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah SWT maka orang tersebut adalah orang fasik, dholim dan kafir. Bahkan  ketika Beliau SAW menyaksikan sekelompok Yahudi yang memanipulasi hukum Allah bagi pezina muhson dengan mencoreng wajah pelaku dikarenakan pelaku adalah bangsawan menyatakan bahwa sesuatu yang menyebabkan kebinasaan pada suatu kaum adalah ketika yang bersalah adalah para pejabat, tokoh dan orang yang terpandang mereka meninggalkannya. Akan tetapi disaat yang bersalah adalah rakyat kecil maka mereka segera menghukumnya. Kemudian Rasul SAW menegaskan dalam sabdanya:


Artinya:” Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di dalam genggamanNya. Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya”.
Perintah Allah SWT kepada umat Islam agar menghukumi setiap perkara dengan hukum yang diturunkan Allah SWT adalah kewajiban yang itu tidak akan bisa sempurna tanpa tegaknya institusi pelaksana Syari’ah yakni Khilafah. Walhasil para Ulama Ushul Fiqh membuat kaidah yang menyatakan:

Artinya: “Tidak akan terlaksana suatu kewajiban tanpa sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain tadi hukumnya adalah wajib”.
Banyak hukum-hukum Syara’ yang tidak cukup hanya sebatas individu yang melaksanakannya. Kebijakan politik-pemerintahan, pendidikan, peradilan, pertahanan keamanan dan lain-lain memerlukan peran Negara sebagai pelaksana dan penjaga.
Rasul SAW bersabda:


Artinya: Tidak halal darah seorang muslim terhadap muslim lainnya kecuali dalam 4 hal berikut ini: Orang tua yang berzina (pezina muhson), orang yang membunuh jiwa tanpa alasan yang hak, orang yang meninggalkan agamanya(murtad) dan yang berpisah dari jama’ah.(                               )

Hadits tersebut telah menyebutkan dengan jelas beberapa hal yang tidak mungkin dalam pelaksanaan hukumnya tanpa ada peran Negara. Bisa dibayangkan jika pelaksanaan eksekusi tersebut dilakukan oleh individu-individu, maka masalah tidak terselesaikan.Terjadinya rasa tidak puas keluarga atau ahli waris dari pelaku kemaksiatan yang dieksekusi tersebut bisa menjurus kepada konflik sosial. Dengan demikian, tidak bisa dipisahkan peran Negara dengan pelaksanaan hukum. Di samping itu, dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa keempat pelanggaran yaitu pezina muhson, membunuh dengan sengaja tanpa alasan yang hak, murtad dan berpisah kesatuan jama’ah umat (baca: Khilafah-penulis) bila dilakukan seseorang maka status orang itu dihalalkan darahnya. Hanya saja yang perlu dipahami bahwa dalam rinciannya masing-masing pelanggaran tersebut mempunyai hukum-hukum tersendiri. Untuk pembuktian perzinaan maka ada dua hal yang mestinya dilakukan, yaitu adanya empat (4) orang saksi laki-laki yang adil dan pembuktian terjadinya zina harus dengan jalan hissiyah (penginderaan) yaitu keempat saksi itu harus melihat langsung proses perzinaan tersebut ibarat melihat timba yang dimasukkan ke dalam sumur. Artinya qath’i terjadi zina dengan dibuktikan dengan adanya proses penetrasi hasyafah laki-laki ke dalam farji wanita. Ditambah lagi pelaku itu sudah menikah atau belum. Begitu pula pembunuhan. Selama tidak ada pema’afan dari keluarga korban maka pelaku tetap terkena hukum bunuh. Bagi kemaksiatan berupa murtadnya seseorang dari Islam, maka selama proses penyadaran dengan meluruskan kembali persepsi-persepsi yang bengkok tentang Islam sudah tidak bisa diharapkan lagi kembalinya orang tersebut ke pangkauan islam. Maka pelaku murtad terkena hukuman mati. Perlakuan yang sama juga akan dilakukan terhadap orang atau sekelompok orang yang berpisah dari jama’ah baik karena bughat (memberontak kepada Khilafah) atau sengaja untuk memecah belah kesatuan umat. Bagi para pelaku bughat Islam menghruskan untuk diajak dialog guna meluruskan kembali pemahaman-pemahaman yang dimungkinkan ada rasa tidak percaya kepada penguasa. Apabila pada batas waktu yang ditentukan tidak menjadikan mereka bersatu dengan jama’ah, maka mereka harus diperangi. Hanya saja perang melawan pelaku bughat dalam rangka at-ta’dib (perang dalam rangka mendidik). Sama halnya bagi orang atau sekelompok orang yang merongrong dan memcahbelah umat Islam dengan menyuarakan ide nasionalisme, Liberalisme, Demokrasi dan lain-lain. Kepada mereka diberi peringatan untuk kembali ke Islam jika mereka muslim. Jika tidak mau kembali maka Kholifah menerapkan sanksi ta’zir sesuai dengan kadar perpecahan yang diakibatkan propagandanya selama ini. Hingga dirasa membahayakan maka ta’zir yang diberikan adalah hukuman mati. Sebagaimana Rasul SAW bersabda:



Artinya: Siapa saja yang datang kepada kalian sedangkan urusan kalian semua ditangani oleh satu orang. Orang yang datang itu hendak memecah belah kesepakatan kalian, atau mau menceraiberaikan kesatuan kalian, maka bunuhlah ia. (HR. Muslim dalam shahihnya).

Bahkan kesatuan kepemimpinan ini diisyaratkan dengan penunjukkan yang pasti dalam suatu hadits dari Rasul SAW:


“Apabila diba’iat dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya”.(HR Muslim).
Pernah diriwayatkan dari Imam Ali karramallahu wajhah bahwa beliau didatangi sekelompok manusia yang mengatakan kepada beliau jika mereka telah menuhankan Ali. Imam Ali dengan keras menyatakan bahwa mereka semua telah murtad dan berhak untuk dihukum mati. Setelah terjadi dialog yang cukup lama, mereka masih bersikukuh dengan pandangannya tersebut. Maka Imam Ali memutuskan akan menghukum mati mereka dengan cara dibakar. Mendengar ancaman dari Imam Ali ini mereka semakin teguh memegang keyakinannya. Pernyataan yang mereka lontarkan kepada beliau adalah tidak ada seorang yang menghukum manusia dengan membakar jika bukan tuhan. Akhirnya oleh Imam Ali hukum membakar ini pun dilaksanakan walaupun mendapat banyak kecaman dari para shahabat radhiyallahu anhum.(lihat kitab Kaifa Hudimat al-Khilafah, Syekh Abdul Qadim Zallum).
Perkara penting lain yang wajib diperhatikan adalah berkaitan disyari’atkannya jihad. Lafadz jihad adalah makna syar’ie yang berarti mengerahkan segenap kemampuan, dana, waktu dalam rangka memerangi orang kafir dengan tujuan untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Jihad disebut sebagai mercusuar Islam. Dengan aktifitas jihad maka seluruh manusia dapat menyaksikan kerahmatan Islam. Dengan dilakukannya jihad maka kehormatan dan kedaulatan Islam dan umatnya terjaga. Dilalaikannyaaktifitas jihad maka kondisi umat Islam menjadi hina dipermainkan oleh orang-orang kafir. Umat Islam menjadi santapan empuk bangsa-bangsa kafir untuk kemudian dikerat-kerat menjadi potongan-potongan kecil yang tidak punya daya kekuatan sehingga mudah dijajah dan dieksploitasi seperti saat ini ketika hukum kufur Demokrasi diterapkan. Jihad tetap berlangsung hingga hari kiamat baik bersama dengan Khalifah maupun tidak bersama Khalifah. Jihad tetap wajib dilaksanakan baik bersama penguasa yang adil maupun bersama penguasa yang fajir(fasik dan dholim). Aktifitas jihad diwajibkan agar umat Islam tidak dikuasai oleh orang-orang kafir. Hal ini diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:

Artinya:”Allah sekali-kali tidak akan menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang Islam”.
Patut disadari pula bahwa wacana yang dikembangkan penguasa sekuler sesuai dengan arahan dan kenario penjajah adalah menjauhkan spirit jihad ini di tengah umat Islam. Entri poin yang mereka inginkan dari program wacana Terorisme adalah umat membenci ajaran Islam dengan menggunakan jihad sebagai titik tolaknya. Artinya jika umat sudah alergi dengan istilah jihad maka diharapkan umat juga membenci ajaran Islam yang terkait dengan aktifitas ri’ayatus syu’un (pengurusan urusan umat) dalam kancah kehidupan ini. Sungguh, ajaran Islam itu sudah tercakup dalam suatu frase yang singkat dan padat ini yakni, istilah Syari’ah dan Khilafah. Frase Syari’ah dan Khilafah adalah penggambaran ajaran Islam yang mampu menjawab dan meyelesaikan semua masalah bidang kehidupan manusia. Pendek kata, frase Syari’ah dan Khilafah merupakan wujud proklamasi Islam sebagai Ideologi satu-satunya yang berhak mengatur dan memimpin manusia menuju kehidupan yang sejahtera. Hal ini menjadi sasaran bidik utama penjajah mengarahkan wacana Terorisme. Propaganda War on Terorism sebagai strategi untuk menghilangkan embrio Islam Ideologi. Penampakan di masyarakat secara faktual adanya Islamophobia. Banyak sekali pernyataan-pernyataan yang menggambarkan hal itu. “Jangan bicara Negara Islam”, “Islam itu suci, politik itu kotor. Jadi jangan campurkan Islam dengan Politik”, dan pernyataan-pernyataan lain yang senada dengan itu. Semuanya mencerminkan ketakutan Barat akan bangkitnya Islam Ideologi yang akan mengakhiri setiap kepentingan penjajahan mereka. Walhasil, kita bisa memahami mengapa terjadi dikotomi di kalangan Umat Islam dengan adanya label ini kalangan Islam Fundamentalis, Islam Eksklusif, Islam tekstualis, dan Islam strukturalis. Sedangkan pada kubu yang lain terdapat label Islam moderat, Islam inklusif, Islam kulturalis dan Islam substansi.
Sesungguhnya umat Islam akan kembali mencapai kejayaan dan kemuliaannya ketika mereka melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan dominasi Barat. Mereka mencampakkan kacamata Barat yang selama ini dipakai untuk melihat dan menilai Islam. Mereka segera memakai kacamata keimanan dan kesadaran akan pentingnya terikat dengan semua hukum islam dan menerapkannya. Mereka segera berjuang bahu-membahu untuk menegakkan Khilafah Islamiyah yang menjadi tonggak kemuliaan mereka. Mereka segera mengambil aset-aset yang merupakan milik umat Islam dari tangan penjajah. Mereka segera mengusir penjajah dari bumi kaum muslimin. Mereka segera mencampakkan perundang-undangan kufur yang selama ini menyengsarakan mereka. Mereka segera membuang Demokrasi, Kapitalisme, Liberalisme, Toleransi anatar Agama, Sosialisme, Hedonisme dan isme-isme bejat yang lain ke tempat sampah. Kini umat Islam mulai bangkit bersatu merapatkan barisan menyongsong fajar kebangkitan Islam. Mereka sadar betul bahwa untuk bisa menjaga Islam dan kehidupan ini adalah dikembalikannya lagi pemerintahan Islam (Khilafah). Mereka paham betul akan makna yang dikandung dalam sabda Rasul SAW berikut:

Artinya: “ Sungguh akan runtuh bangunan kemuliaan islam, tahap demi tahap. Ketika satu bagian runtuh maka akan menarik bagian berikutnya. Dan  yang pertama runtuh adalah pemerintahan dan yang terakhir runtuh adalah shalat” (HR. Imam Ahmad dari Abu Umamah al-Bahili, al-Musnad juz 5 hal 251).

      Terkait dengan hadits tersebut, bisa kita simak pernyataan dari Lord Curzon beberapa saat setelah mereka, Inggris dan anteknya Musthofa Kemal Laknatullah alaih meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924 M atau bertepatan dengan 28 Rajab 1342 H, bahwa ia mengatakan kita (Ingris) berhasil menghancurkan pusat kekuatan Islam yaitu  Khilafah. Tinggal permasalahan kita adalah berupaya dengan segala cara menjauhkan Islam dari umatnya bahkan kita buat mereka benci terhadap ajaran agamanya sendiri. Inilah agenda terselubung yang belum terungkap dengan gamblang di tengah-tengah umat. Walaupun sebagian dari umat sudah mengetahui agenda ini mereka masih belum bisa memahami bahaya dari strategi yang penjajah berusaha untuk mewujudkannya. Umat Islam kebanyakan belum bisa menggambarkan dengan jelas dan jernih bentuk dan sistem Khilafah dalam benaknya hingga disebut bahwa Khilafah adalah simbol kekuatan dan kemuliaan umat. Bahkan kebanyakan umat islam akan mengatakan bahwa perjuangan untuk menegakkan pemerintahan Islam adalah pekerjaan orang-orang yang belum bangun dari mimpi-mimpi indahnya. Wajar jika sebagian besar umat Islam ini belum bisa mendapatkan gambaran riil bangunan pemerintahan Islam itu, karena selama ini bahkan semenjak mereka dilahirkan pranata kehidupan yang ditemui sudah diatur oleh Kapitlisme-Sekuler dengan Demokrasi sebagai sistem politik dan pemerintahannya. Akan tetapi, di balik kebingungan dan ketidaktahuan umat akan gambaran sistem Khilafah, terdapat segolongan umat Islam yang mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya perjuangan bagi tegaknya Khilafah. Mereka adalah orang-orang yang memahami bahwa keterpurukan Islam dan umatnya saat ini karena umat Islam tidak memahami qadhiyyah mashiriyyahnya. Sesungguhnya tegaknya Khilafah menjadi sandaran utama bagi pelaksanaan hukum-hukum Islam secara riil dalam kehidupa, merupakan qadhiyyah mashiriyyah umat Islam yang wajib diperjuangkan siang dan malam. Kelompok sadar di tengah-tengah umat berusaha terus-menerus secara masif menyadarkan umat akan pentingnya menegakkan pemrintahan Islam yaitu Khilafah sebagai sandaran utama dalam penerapan hukum Syara’. Siang dan malam tanpa mengenal lelah kelompok sadar ini berusaha memberikan gambaran yang utuh tentang Khilafah kepada umat dengan harapan timbul kerinduan dalam diri umat untuk segera memperjuangkannya dan hidup di dalam naungannya. Kelompok sadar ini bergerak dan bergerak terus di tengah-tengah umat untuk menjadikan qadhiyyah mashiriyyah kelompok menjadi qadhiyyah mashiriyyah umat Islam. Menjadikan Syari’ah dan Khilafah sebagai persoalan utama umat Islam yang wajib diperjuangkan walaupun dengan pilihan antara hidup dan mati. Tegaknya Syari’ah dan Khilafah ini menjadikan eksisnya ajaran Islam sehingga menjadi mercusuar dunia hingga manusia di bumi merasakan sentuhan rahmatnya. Kelompok sadar ini terus maju hingga pertolongan Allah SWT datang kepada mereka. Hingga Allah mencatat mereka sebagai orang-orang yang ikhlash dalam perjuangan Syari’ah dan Khilafah. Mereka hanya berharap pahala di sisi Allah SWT dan pertolonganNya untuk segera mewujudkan janji-Nya yaitu tegaknya Syari’ah dan Khilafah.
Jika kita melihat ke belakang yakni rentangan sejarah yang menampilkan tragedi penghancuran Khilafah oleh Barat dan antek-anteknya, kita akan mengerti sampai seberapa mendasar dan urgen bagi umat Islam untuk memahami persoalan-persoalan yang menjadi qadhiyyah mashiriyyahnya. Pemahaman terhadap qadhiyyah mashiryyah ini menentukan hiudp dan matinya sebuah bangsa, umat dan sebuah peradaban manusia. Eksisnya sebuah peradaban bangsa dan umat ditentukan sampai sejauh mana kesadarannya terhadap persoalan yang menjadi qadhiyyah mashiriyyahnya. Begitu juga sebaliknya, hilangnya sebuah peradaban manusia dipengaruhi oleh smapai sejauh mana kesadarannya terhadap persoalan yang menjadi qadhiyyah mashiriyyahnya. Sungguh sesaat pasca diruntuhkannya Khilafah Utsmaniyah, umat telah memahami bahwa Khilafah mereka telah diabolish. Majelis umat saat itu sudah menyatakan ketidaksetujuannya pada upaya dari Mushthofa Kemal untuk menghapus institusi ke-Khilafahan. Hanya saja mereka semua hanya sebatas mengecam. Mereka hanya sebatas menolak. Mereka hanya sebatas memperbincangkannya. Mereka hanya sebatas beretorika. Mereka tidak melakukan aksi nyata penolakan. Mereka tidak melakukan aksi nyata pemboikotan. Mereka tidak melakukan aksi nyata mengangkat senjata bersama umat untuk melengserkan penguasa yang sudah menampakkan kufron bawahan (Kekufuran yang nyata). Upaya penghapusan Khilafah dan menggantinya dengan Republik Turki dan sekuler merupakan kekufuran yang nyata. Wajib bagi umat Islam keseluruhannya mengangkat senjata menggulingkan penguasa kufur seperti ini. Saat itu mereka menyaksikan tragedi memilukan ini. Akan tetapi mereka tidak mengangkat senjata. Sementara itu, Mushthofa Kemal dan antek-antek Inggris yang lain dengan berani dan kurang ajar melakukan aksi-aksi brutal untuk memaksakan agenda tuannya. Anjing-anjing Inggris ini selalu menggonggong kepada setiap orang yang tidak sepakat dengan rencana penghapusan Khilafah. Cara-cara keji dilakukannya demi memuluskan jalan menuju terhapusnya Khilafah. Penculikan, pembunuhan, tekanan senjata dan pembunuhan karakter dilakukan. Akhirnya perjanjian Lausanne pun ditandatangani antara Inggris dan Mushthofa Kemal yang berisi 4 (empat) poin yaitu: Penghapusan institusi Khilafah, Pengusiran Kholifah Sultan Abdul Majid II dan keluarga, Penyitaan semua harta Khalifah, dan dibentuknya Negara Sekuler Turki. Pada selanjutnya, Mushthofa sebagai Presiden pertama turki Sekuler dengan mulus nyaris tanpa rintangan menggulirkan agenda-agenda sekulerisasi Turki. Pelarangan adzan dengan bahasa Arab tapi wajib menggunakan bahasa Turki, pelarangan sholat dengan bahasa Arab tetapi wajib menggunakan bahasa turki, pelarangan pemakian busana muslimah (khimar dan jilbab) bahkan kebiasaan Mushthofa selama berkuasa adalah berfoya-foya dan bermaksiat. Hingga dalam kematiannya, ia mengalami penyakit kelamin. Ironisnya, jenazah Mushthofa kemal disholati dengan menggunakan bahasa Turki. Itulah kehinaan yang ditimpakan Allah SWT kepada Sang Konspirator penghapus Khilafah.
Memang ada upaya membangkitkan umat dengan kesadaran umtuk mengembalikan ke-Khilafahan lagi. Pada tahun yang sama beberapa bulan setelah Khilafah diabolish, ada suatu momentum bersejarah yakni konferensi Hijaz  yang menghasilkan petisi hijaz yang isinya adalah bagaimana seluruh Ulama berupaya untuk mengembalikan Khilafah Islamiyah. Ulama dari Indonesia juga menjadi delegasi dalam konferensi akbar itu, salah satunya KH. Wahab Hasbullah. Hasilnya sebagai tindak lanjut dari petisi Hijaz tersebut di Indonesia didirikanlah Organisasi Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Masyumi, Persis dan lain-lainnya. Begitu pula di timur Tengah bermunculanlah harakah-harakah Islam. Baik itu Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, Tandhimul Jihad, Hizbut Tahrir al-Islami dan lainnya. Semua Gerakan dan Kelompok Dakwah itu dijiwai satu semangat kesadaran akan pentingnya kehidupan Islam yang merupakan suatu kehidupan dengan diterapkannya Syari’at Islam di bawah naungan Khilafah.
Umat Islam dalam perjalanan sejarahnya semenjak Khilafah diruntuhkan orang Kafir, selalu berjalan dalam upaya menyongsong tewujudnya Janji Allah SWT dan Rasul-Nya akan tegaknya Khilafah jilid II. Banyak sekali nash dari Al-Qur;an dan Hadits yang menyatakan janji tersebut. Mereka berupaya memiliki sikap positif sebagaimana sikap positif yang ditunjukkan oleh para Shahabat ridhwanullahi alaihim dalam rangka menyambut datangnya janji Allah SWT dan Rasul-Nya. Sikap positif itu ditunjukkan dengan adanya upaya yang sunguh-sungguh tidak mengenal lelah untuk selalu mendakwahkan Islam sehingga Islam menjadi masalah utama umat. Jika umat Islam sudah menjadikan Syari’ah dan Khilafah sebagai masalah utama mereka, maka perjuangan ini sudah dekat dengan pertolongan Allah SWT dan terwujudnya janji Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berikut ini beberapa nash yang menunjukkan kepada kita akan janji Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nur ayat 55 yang menyatakan:






Artinya:” Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dan yang beramal sholeh di antara kamu, bahwa Allah sungguh-sungguh akan menjadikan kamu berkuasa di muka bumi sebagaimana umat-umat terdahulu telah berkuasa. Allah sungguh-sungguh akan meneguhkan agama yang diridhoi-Nya, dan sungguh-sungguh Allah akan mengganti keadaan mereka yang diliputi ketakutan dengan keadaan yang aman sentausa. Mereka menyembah-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan yang lain. Dan barang siapa yang ingkar setelah janji ini maka ia adalah orang fasik”.

Dalam hadits Rasul SAW juga disebutkan:



Artinya:” Urusan agama ini akan menjadi sempurna hingga orang yang berjalan sendiri dari kota Shan’a ke Hadramaut merasa aman. Hanya saja kamu terkadang bersikap isti’jal (tergesa-gesa).





Artinya: “ Nanti akan ditaklukan dua kota yaitu Konstantinopel dan Roma. Shahabat bertanya: Manakah yang akan ditaklukan lebih dulu ya Rasul SAW? Konstantinopel kota Heraklius yang akan ditaklukan pertama kali kemudian baru Roma”.

Sungguh-sungguh berita gembira dari Allah SWT dan Rasul-Nya dalam nash-nash tersebut sarat dengan kemuliaan. Penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam menggambarkan kebangkitan umat yang mengemban dakwah ke seluruh alam. Kalimat Allah menjadi tinggi dan mulia. Dan kalimat kekufuran menjadi hina dina. Inilah gambaran kebangkitan Islam. Kebangkitan Islam hanya akan bisa diraih ketika Syari’at Islam menempati kedaulatan tertinggi dengan penerapannya di bawah naungan Khilafah islamiyah.
Rasul SAW bersabda dalam sebuah hadits:


Artinya: “ ………..kemudian akan tegak kembali Khilafah di atas manhaj kenabian”. (HR. Ahmad dalam Musnadnya).
Demikianlah beberapa hal yang menjadi qadhiyah mashiriyah umat Islam berdasarkan A-Qur’an dan as-Sunnah. Wahai umat Islam sadarilah bahwa hanya dengan penerapan Syari’at Islam yang berasal dari Allah SWT di bawah naungan institusi yang direkomendasikan Allah SWT dan Rasul-Nya  yaitu Khifah Islamiyah yang akan menjamin ketentraman dan kesejahteraan hidup.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook