Friday, January 17, 2014

Agama tidak punya daya tarik



Agama tidak punya daya tarik di Barat
HM.Rakib, SH.,Drs.,M.Ag

Agama Barat, kehilangan daya tarik
Agama Tmur, mulai  dilirik
Dunia Eropa, seakan terbalik
Bank Syari’ah, kini terbaik.

Bank Barat, dipenuhi riba
Uang pinjaman, bunga berbunga
Yang miskin, kian merana,
Yang kayalah, akan semakin kaya.

Benarkah Agama yang Menyebabkan Tindakan Kekerasan?
 “Jika aku bisa mengayunkan tongkat sihirku dan harus memilih apakah melenyapkan perkosaan atau agama, aku tidak akan ragu-ragu lagi untuk melenyapkan agama,” tulis Sam Harris, tokoh yang dianggap salah satu oknum dalam “The Unholy Trinity Of Atheism”. Dua orang oknum lainnya adalah Daniel Dennet dan Richard Dawkins. (Artikel Jalaludin Rakhmat dengan judul yang sama).
Di lain kesempatan, Harris berkata, “Agama telah menjadi sumber kekerasan sekarang ini dan pada setiap zaman di masa yang lalu.” Karenanya, agama -menurut Harris- harus ditinggalkan oleh manusia. Bukan karena alasan teologis, tetapi karena agama merupakan sumber kekerasan.
Doktrin bahwa agama menyebabkan tindakan kekerasan telah melahirkan atheis lebih banyak dari aliran pemikiran filsafat mana pun. “Religion makes enemy instead of friends. That one world, “religion” covers all the horizon of memory with visions of war, of outrage, of persecution, of tyranny, and death,” ujar Ingersoll salah satu ateis asal Amerika yang terkenal itu.
Kaum agamawan adalah kaum yang paling keras menolak anggapan agama sebagai biang dari kekerasan. Penolakan yang paling sederhana ialah kenyataan sejarah bahwa agama bukan hanya “memecah-belah”, agama juga mampu mempersatukan. Agama-agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha telah mempersatukan miliaran umat manusia dalam label yang sama.
Penolakkan yang lebih mendalam ialah bukti menunjukkan dengan data-data historis bahwa peperangan lebih banyak disebabkan kepentingan ekonomis, persoalan etnis, isu kebangsaan (nasionalisme), dan terutama sekali masalah politik. Dengan kata lain, tindakan kekerasan yang menimbulkan kehancuran lebih banyak disebabkan oleh sebab-sebab non agama.
Perang Dunia I dan II, meski melibatkan banyak negara dan jatuhnya korban tak terhingga, tidak disebakan karena perbedaan agama. Konflik Israel-Palestina juga bukan dominan diwarnai oleh faktor agama. Perang Amerika-Vietnam juga bukan karena agama. Perang Iraq-pun demikian, mseki Bush sempat terselip lidah, tapi kalangan pengamat lebih menitikberatkan perang itu sebagai “War Of Oil” ketimbang “The Holly War”.
Last but not the least, ternyata lebih banyak orang dibunuh dan dilenyapkan oleh rezim-rezim otoriter ketimbang oleh rezim-rezim “beragama”.
Meski demikian kalangan agamawan juga tak menutup mata adanya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama. Namun hendaknya tak menutup mata pula bahwa tak ada satu pun ajaran agama di dunia ini yang mengajarkan, menyebarkan dan mendoktrin umatnya untuk melakukan kekerasan.
Di sinilah kita wajib berhenti untuk kembali mendefinisikan apa agama itu untuk kemudian bertanya, “Benarkah agama menyebabkan tindak kekerasan?.”

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook