Tuesday, January 14, 2014

DIMENSI HUKUM PIDANA ISLAM DIMENSI HUKUM PIDANA ISLAM (Drs.Muhammad Rakib ,S.H.,M.Ag. Mhs S3 UIN Suska.Pekaanbaru. Riau.2014)



DIMENSI HUKUM PIDANA ISLAM

(Drs.Muhammad Rakib ,S.H.,M.Ag. Mhs S3 UIN Suska.Pekaanbaru. Riau.2014)


A.Esensi Hukum Pidana Islam
1. Jarimah          
            Dalam kitab al-Ahkam as-Sultaniyyah, Al-Mawardi mengungkapkan, esensi hukum Islam adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat.Namun apabila hukum Islam dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad, baik yang  termuat di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits dalam hukum Islam, tindak pidana (delik, jarimah), [1]diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syarak atau agama yang diancam oleh Allah dengan hukuman hudud (hukum atau ketetapan Allah SWT) atau takzir (putusan hukum yang ditetapkan oleh hakim). Larangan-larangan syarak tersebut, menurut Al-Mawardi, bisa berupa mengerjakan perbuatan yang memang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.

           Abdul Qadir Audah dalam At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil bil Qanunil Wad'iy menegaskan, pengertian tindak pidana menurut hukum Islam sangat sejalan dengan pengertian tindak pidana (delik) menurut hukum konvensional kontemporer. Pengertian tindak pidana dalam hukum konvensional adalah segala bentuk perbuatan yang dilarang oleh hukum, baik dengan cara melakukan perbuatan yang dilarang maupun meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Jinayah didefinisikan sebagai perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal, atau harta benda.Dalam Islam dikenal dengan istilah al-Ahkam al-Jina'iyah atau hukum pidana.  Al-ahkam al-jina'iyah bertujuan untuk melindungi kepentingan dan keselamatan umat manusia dari ancaman tindak kejahatan dan pelanggaran sehingga tercipta situasi kehidupan yang aman dan tertib.

              Dasar larangan dan hukuman, menurut Audah, perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana adalah suatu perintah dan larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan dampak yang buruk, baik bagi sistem ataupun aturan masyarakat, akidah, kehidupan individu, keamanan harta, kehormatan diri (nama baik), perasaannya, maupun berbagai pertimbangan lain yang harus dipelihara. Pensyari’atan hukuman terhadap setiap tindak pidana dalam hukum Islam bertujuan untuk mencegah manusia melakukan tindakan tersebut. Seandainya tidak ada hukuman, perintah dan larangan tersebut tidak memiliki arti apa pun dan tidak memberikan pengaruh. "Karena itu, kenyataan bahwa hukuman dapat melahirkan rasa aman dan pengendalian (atas manusia) merupakan suatu perkara yang telah dipahami dan hasilnya sesuai yang diharapkan," papar Audah. Menurut Audah, hukuman juga dapat mencegah manusia untuk berbuat tindak pidana, menolak kerusakan di muka bumi, dan mendorong manusia untuk menjauhi perkara yang membahayakan.

              Dalam hal ini, walaupun hukuman ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan umum, hakikat pidana itu sendiri bukanlah suatu kebaikan, melainkan suatu perusakan bagi pelaku itu sendiri (seperti hukuman mati, potong tangan, dan lainnya). "Meskipun begitu, hukum Islam tetap mewajibkan adanya hukuman. Sebab, hukuman dapat membawa kemaslahatan yang hakiki bagi masyarakat sekaligus memelihara kemaslahatan tersebut," tuturnya.Penetapan suatu hukuman cenderung mengarah kepada hal-hal yang tidak disukai manusia, yakni selama hukuman itu memberikan kemaslahatan masyarakat dan mencegah hal-hal yang disukai mereka, selama hal itu dapat merusak mereka. Ada data penelitian yang  dihimpun melalui kajian atas isi putusan Pengadilan Negeri Surabaya tentang pencabulan yang dilakukan anak di bawah umur dan dokumenter (literature) dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif analisis serta kesimpulan diperoleh melalui pola berfikir deduktif. 

             Hasil penelitian menyimpulkan bahwa putusan hakim dalam menjatuhkan perkara Nomor : 33/Pid.B/2008/PN.Sby, bagi pelaku pencabulan yang dilakukan anak di bawah umur dengan memvonis 6 (enam) bulan, membebankan biaya perkara Rp. 1000 (Seribu Rupiah) dan denda Rp. 1.000 (Seribu Rupiah), selain memenuhi Pasal 290 KUHP hakim juga berdasarkan pada pertimbangan hal-hal yang mem beratkan dan pada hal-hal yang meringankan. Menurut UU perlindungan anak No. 23 Tahun 2002 pasal 81 dan 82 pelakunya dijatuhi dengan hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000 (Enam Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000 (Tiga Ratus Juta Rupiah).

              Sedangkan Hukum Pidana Islam tidak membolehkan untuk menjatuhkan hukuman pidana bagi anak di bawah umur, tetapi dalam rangka mendidik dan mengarahkan kepada kemaslahatan, maka anak di bawah umur dapat dijatuhi hukuman taâzir.[2]   Berdasarkan analisis di atas, penulis menyarankan bagi penegak hukum agar dapat melindungi hak-hak anak sebagaimana dalam undang-undang tersebut, bagi orang tua agar masa depannya lebih baik.

B.Karakteristik Hukum Pidana Islam
              Para ahli hukum Islam (fuqaha) menempatkan jinayah (Hukum Pidana Islam) memiliki sifat dan karakter yang berbeda dengan hukum pidana positif suatu negara. Perbedaan ini terletak pada otoritas pembentukan hukumnya, yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, karena itu dari sudut pandang ini pelaksanaan hukum pidana Islam sebagai bagian dari ibadah atau sebagai wujud ketaqwaan hamba kepada Tuhannya, untuk mengawal tingkah laku manusia agar sesuai dengan kehendak Sang Pencipta.[3]
          Ketentuan hukum pidana Islam sering dipahami sebagai doktrin, sehingga melahirkan pandangan bahwa hukum pidana Islam tidak mungkin untuk diubah atau diganti dalam pelaksanaannya seperti halnya melaksanakan doktrin agama mengenai aqidah dan ibadah. Sehingga timbul kesan kurang memberi kesempatan atau peluang untuk mengkaji dari sudut pandang ilmu pengetahuan yang berusaha membuktikan kebenaran hukum. Hukum pidana Islam ditempatkan sebagai bagian hukum dari ajaran Islam, tetapi ketentuan hukum itu masih memberi ruang gerak akal manusia untuk melakukan ijtihad guna merespon perkembangan masyarakat yang terjadi saat ini. Hukum pidana Islam selain sebagai hukum normatif dalam mengatur dan melaksanakan hukum, sedang ijtihad yang dipergunakan untuk mengisi hukum ta’zir dan hukum acaranya. [4]
            Hukum pidana Islam dapat ditemukan dalam berbagai ayat yang tersebar diberbagai surat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Dari kedua sumber tersebut diperoleh suatu kaidah (asas) yang mengatur beberapa perbuatan yang dilarang dan yang diancamkan kepada orang yang melakukan pelanggaran hukum. Selanjutnya para fuqaha mensistematisir dalam bentuk kitab hukum, pada umumnya fuqaha menggolongkan jarimah ke dalam: jarimah hudud, jarimah qishash-diyat, dan jarimah ta’zir. Dalam hal ini, ketentuan Allah dalam jinayat itu berhubungan dengan perbuatan yang dilarang, karena itu ia berfungsi sebagai social control dan social engeeniring of law dalam mengawal tingkah laku atau perbuatan manusia agar sesuai dengan eksistensi dan martabat manusia sebagai makhluk terbaik.
1.Ketentuan Allah Sebagai Penjaga Eksistensi Manusia
          Ketentuan-ketentuan Allah yang menjaga eksistensi manusia secara permanen itu disebut “had”, jamaknya “hudud”, artinya ketentuan (hukum) yang telah ditentukan Allah, dan menjadi hak Allah. karena itu cara penerapannya sangat teliti dan hati-hati, dalam hal ini Nabi bersabda yang artinya: Hindarilah hukuman hudud karena ada syubhat”[5]. Jarimah had dibagi menjadi dua yaitu hudud dan qisas-diyat. Macam-macam jarimah hudud telah ditentukan yaitu zina, qadzaf, sirqah, syurbah, hirabah, riddah, dan bughah.[6] Dan jarimah qisas-diyat yaitu qatl al-‘amd, qatl syibh al-‘amd, qatl al-khata’, jarh al-‘amd, dan jarh al-khata’.
          Secara umum tujuan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia, artinya semua kewajiban, baik perintah, larangan, dan anjuran pada hakekatnya kembali untuk memelihara tujuan hukum[7](dhoruriyah, hajiyah, dan tahsiniyah). Karena itu, hal-hal yang bersifat dharuriyah (primer) dari tujuan hukum itu dapat diklasifikasi sebagai berikut:
          Pertama, semua pokok ibadah pada dasarnya untuk memelihara agama dan eksistensinya, seperti iman, mengucapkan dua kalimat syahadat. Sedangkan semua masalah kebiasaan pada dasarnya untuk memelihara eksistensi jiwa dan akal, seperti makan, minum, berpakaian, dan mendiami rumah.


             [1] Ali Bek Badawi dalam al-Ahkam al-'Ammah fil Qanun al-Jina'i menyebutkan, dalam hukum konvensional, suatu perbuatan atau tidak berbuat dikatakan sebagai tindakan pidana apabila diancamkan hukuman terhadapnya oleh hukum pidana konvensional.Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, Jinayah (al-jinayah) berasal dari kata jana-yajni yang berarti akhaza (mengambil) atau sering pula diartikan kejahatan, pidana, atau kriminal.
            [2] Penelitian kepustakaan tentang "Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.33/Pid. B/2008/PN.Sby Tentang Pencabulan Dalam Perspektif UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Hukum Pidana Islam" Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang apa Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara No. 33/Pid.B/2008/PN.Sby dan.Bagaimana  Perspektif UU No. 23 Tahun 2002 Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 33/Pid. B/2008/PN.Sby serta Bagaimana Perspektif Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 33/Pid.B/2008/PN.Sby.
            [3] Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jinaiy al-Islami Muqaranan bi al-Qanun al-wadh’i, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992 M/1412 H).189
            [4] Aunur Rahim Faqih (ed), Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1998).130
[5]Marsum, Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fakultas Hukum UII, 1991), hlm. 62. Lihat juga: A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), 52. Bandingkan: Abdul Qadir Audah.  
               [6] Op Cit,  214-216. Ulasan tentang  Idra’ul hudud  bissubhat .
[7] TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),  186.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook