Tuesday, January 14, 2014

Objek Hukum Pidana Islam Drs.Mhd.Rakib,S.H.,M.Ag. Pekanbaru Riau



Objek  Hukum Pidana Islam
Drs.Mhd.Rakib,S.H.,M.Ag. Pekanbaru Riau

             Hukum apapun di dunia,tentu ada sasarannya, begitu pula  dalam Islam ada subyek dan obyek Hukum Pidana Islam. Adakah batas minimal umur anak menurut konsep syar’i untuk kelayakan mempertanggung jawabkan tindak pidana atas kerugian orang lain?  Batas minimal umur untuk cakap berbuat dalam hal ibadah berbeda dengan kecakapan mempertanggungjawabkan tindak pidana; batas minimal umur anak untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana disamakan antar pelaku pria dan wanita; batas minimal umur dimaksud memakai standar tamyiz yaitu tujuh tahun. Kemudian dikenal pula hukuman khusus untuk mendidik, yang disebut dengan istilah  Jarimah ta’zir.[1]
           Ciri khas jarimah ta'zir adalah sebagai berikut: 1.Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas,artinya artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara' dan ada batas minimal dan ada batas maksimal.2.Penetapan hukuman tersebut adalah hak penguasa.Hukuman jarimah banyak jumlahnya yang dimulai dari hukuman yang paling ringan sampai hukuman paling terberat. Hakim diberi kewenangan untuk memilih di antara hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadan jarimah serta diri pembuatnya.hukuman-hukuman jarimah ta'zir antara lain :
            Pada dasarnya menurut syari'at Islam, hukuman ta'zir adalah untuk memberikan pengajaran (ta'dib) dan tidak sampai membinasakan, karena itu dalam hukum ta'zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi beberapa foqoha'memberikan pengecualian dari hukuman umum tersebut ,yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghedaki demikian atau pemberatasan tidak terlaksanakankecuali dengan jalan membunuhnya,seperti mata-mata, untuk pembuat fitnah, namun foqoha' yang lain mengatakan dalam jarimah ta'zir tidak ada hukuman mati.
Di kalangan fuqoha' terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid dalam ta'zir.menurut pendapat yang terkenal dikalangan ulama maliki,batas tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta'zir didasari hukuman kemashalatan masyarakat dan atas berat ringannya jarimah. Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal, pendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam ta'zir adalah 39 kali,dan menurut Abu Yusuf 75 kali. Ada dua hukuman jilid dalam hukum Islam yaitu :
1.      Hukuman jilid pertama adalah hukuman yang terbatas
2.      Hukuman jilid kedua adalah hukuman yang tidak terbatas
Adapun  dasar pengambilan hukumnya dari:
Al- Tasyri’ al Jana-i al Islamy I hal 601
فإذا ارتكب الصغير اية جريمة قبل بلوغه السابعة فلايعاقب عليها جنائيا ولا تأديبيا
Pada usia berapa tahun seorang anak dapat digugat perdata atas perbuatan hukumnya menurut hukum Islam?
Seorang anak dapat digugat perdata pada usia lima belas tahun dengan syarat nyata baligh atau nyata rusyd (pandai),berakal sehat.
Dasar Pengambilan Hukum
Al- Ashbah wa al- Nadza’ir 240
الاول ما لايلحق فيه بالبالغ بلا خلاف وذلك في التكاليف الشرعية من الواجبات والمحرمات والتصرفات من العقود والفسوخ والولايات
Al Fiqh al Islamy wa Adillatuhu VII hal 739
تنتهي الولاية على النفس في رأي الحنفية في حق الغلام ببلوغه خمسة عشر سنة
Al Tasyri’ al Jana-i al Islamy I halaman 602
مرحلة الادراك التام ويسمى الإنسان فيها بالبالغ والراشد
Kapan anak dapat menjadi terdakwa pidana atau tergugat perdata tanpa diwakili oleh orang tua kandungnya di hadapan hakim peradilan?
Anak dapat menjadi terdakwa pidana atau tergugat perdata tanpa diwakili oleh orang tuanya dihadapan hakim pada usia 15 tahun (mukallaf)
Sharh Jamal ala al Minhaj V hal 409
وَقَوْلُهُ: تَكْلِيفُ كُلٍّ أَيْ شَرْطُ صِحَّةِ الدَّعْوَى أَنْ يَكُونَ كُلٌّ مِنْ الْمُدَّعِي, وَالْمُدَّعَى عَلَيْهِ مُكَلَّفًا فَلا تَصِحُّ مِنْ صَبِيٍّ وَلا مَجْنُونٍ وَلا عَلَيْهِمَا وَكَوْنُهَا لا تَصِحُّ عَلَى الصَّبِيِّ إنَّمَا هُوَ بِالنِّسْبَةِ لِطَلَبِ الْجَوَابِ مِنْهُ وَطَلَبِ تَحْلِيفِهِ وَإِلا فَهِيَ تُسْمَعُ عَلَيْهِ لأَجْلِ إقَامَةِ الْبَيِّنَةِ عَلَيْهِ كَمَا ذَكَرَهُ الرَّشِيدِيُّ
Mughni ala al Muhtaj IV hal 513
تنبيه: قد علم من ذلك أنه لا تنافي بين ما ذكر هنا وما ذكر في كتاب دعوى الدم والقسامة من أن شرط المدعَى عليه أن يكون مكلفاً ملتزماً للأحكام، فلا تصح الدعوى على صبي ومجنون؛ لأن محل ذلك عند حضور وليهما فتكون الدعوى على الولي،
Sekira seorang anak terbukti secara bersama-sama (isytirak) melakukan tindak pidana dengan orang yang sudah dewasa, bagaimana pertanggung jawaban hukumnya?
Anak yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama (isytirak) dengan orang yang sudah dewasa, pertanggungjawabannya dipisahkan, maksudnya anak diadili dengan pengadilan anak.[2]
Dasar Pengambilan Hukum
Al Mughni Li Ibn Qudamah IX hal 337
ولنا أنه شارك من لا مأثم عليه في فعله فلم يلزمه قصاص كشريك الخاطىء ولأن الصبي والمجنون لا قصد لهما صحيح ولهذا لا يصح إقرارهما فكان حكم فعلهما حكم الخطأ
Dapatkah orang tua angkat, orang tua asuh bertindak selaku waliyyuddam atas nama anak angkat atau anak asuhnya atau mereka dibebani denda pidana?
Orang tua angkat dan orang tua asuh dapat bertindak selaku waliyyuddam atas nama anak angkat atau anak asuhnya sepanjang menyangkut kepentingan mereka, bukan untuk menanggung beban karena perbuatan mereka.
Dasar Pengambilan Hukum
Al Sharqawi II hal 363
الثالث يسقط فيه القود عن بعضهم فقط دون البعض الآخر إما لإستحالة إيجاب القود عليه ككونه اصلا او صبيا او مجنونا شاركه غيره
Hamisy I’anah al Thalibin IV hal 128
و يثبت القود للورثة العصبة وذي الفروض بحسب إرثهم المال ولو مع بعد القرابة كذي رحم إن ورثناه أو مع عدمها كأحد الزوحين والمعتق وعصبته
Kifayat al Akhyar II hal 148
الوجه الثاني كونها على العاقلة فإذا جنى الحر على نفس حر آخر خطأ أو عمد خطأ وجبت الدية على عاقلة الجاني.
Hamisy al Bajuri II hal 203
والمراد بالعاقلة عصبة الجانى لا اصله و فرعه
Adakah batas normatif bahwa sanksi pidana atas anak yang belum dewasa maksimal separo sanksi yang sama atas pelaku pidana yang dewasa?
Tidak ada batas normatif bahwa sanksi pidana anak yang belum dewasa maksimal separuh sanksi pelaku yang dewasa. Karena sanksi pidana pada anak ta’dib/ta’zir, maka diserahkan pengaturan dari waliyyul amri.
Dasar Pengambilan Hukum
Al Tasyri’ al Jana-i al Islamy I hal 602
لايسأل الصبى المميز عن جرائمه مسؤلية جنائية وإنما سئل مسؤلية تأديبية
Nihayat al Muhtaj VII hal 436
ويعزر القاذف المميز صبيا او مجنونا زجرا وتأديبا له
Bagaimana konsep syariah/fiqh Islam tentang anak sipil dan dimana landasan hukumnya?
Dalam syariah/fiqh Islam tidak mengenal terminology anak sipil
Sejak usia berapa tahunkah anak boleh dilepas dari ikatan huququl hadlonah dan sejak itu bukan lagi menjadi tanggungan orang tua atau kerabatnya?
Anak boleh dilepas dari ikatan haqqul hadlanah sejak tamyiz (7 tahun) sedang kesiapan anak untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri sejak baligh (15 tahun)[3]
Dasar Pengambilan Hukum
I’anat al Thalibin IV hal 101
قال في الروض وشرحه: المحضون كل صغير ومجنون ومختلّ وقليل التمييز. وقوله إلى التمييز: أي وتستمر التربية إلى التمييز: قال في التحفة: واختلف في انتهائها في الصغير فقيل بالبلوغ، وقال الماوردي بالتمييز وما بعده إلى البلوغ كفالة والظاهر أنه خلاف لفظي
Penahanan dalam jangka waktu tertentu bisa diberlakukan terkait kepentingan
a. Penyidikan : 10-20 hari dan terlama 30 hari
b. Penuntutan: 10-15 hari dan terlama 25 hari
c. Pemeriksaan: 15 hari dan terlama 30 hari.
Tepatkah bila penahanan dengan tentang waktu seperti tersebut diatas diberlakukan pada anak yang belum dewasa?
Penahanan utnuk penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan terhadap anak menjadi kewenagan waliyul amri dengan tujuan yang terkait dengan kemaslahatan anak.
Dasar Pengambilan Hukum
Nihayat al Muhtaj VII hal 436
ويعزر القاذف المميز صبيا او مجنونا زجرا وتأديبا له
1.            Subyek Hukum
Subjek hukum atau pelaku hukum ialah orang-orang yang dituntut oleh Allah untuk berbuat, dan segala tingkah lakunya telah

2.            diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah.
Adapun syarat-syarat taklif atas subjek hukum, adalah sebagai berikut:
1. Ia memahami atau mengetahui titah Allah tersebut yang menyatakan bahwa ia terkena tuntutan dari Allah.
2. Ia telah mampu menerima beban taklif atau beban hukum.
3. Ahliyah al-Ada Kamilah atau cakap berbuat hukum secara sempurna, yaitu manusia yang telah mencapai usia dewasa.
Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
             a.  Manusia.     
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
          b.      Badan Hukum
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.


               [1]Jarimah ta'zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta'zir,pengertian ta'zir menurut bahasa ialah ta'dib atau memberi pelajaran.dan menurut istilah,sebagaimana yang dikemukakan oleh Iman Al Mawardi,pengertiannya sebagai berikut: Ta'zir itu adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara'.Secara ringkas ta'zir dapat di katakan bahwa hukuman ta'zir itu adalh hukuman yang belum ditetapkan oleh syara'.melainkan diserahkan kepada ulil amri.baik penentuan maupun pelaksanaannya.dalam menentukan hukuman tersebut,penguasa hanya menetapkan secara global saja.artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah ta'zir,melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman,dari yang seringan-ringannya sampai seberat-seberatnya.(A.Wardi Muslich 2004 : 19).
Hukuman ancaman (tagdid),teguran (tanbih)dan peringatan. Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta'zir dengan syarat akan membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong.minsalnya dengan ancaman akan dijilid,dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku mengulangi tindakanya lagi. Sementara hukuman teguran pernah dilakukan Rosulullah terhadap sahabat abu dzar yang memaki-maki orang lain dengan menghinakan ibunya.maka Rosulullah saw berkata;wahai abu dzar engkau menghina dia dengan menjelek-jelekan ibunya,engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat-sifat jahiliyah.Hukuman peringatan juga diterapkan dalam syari'at islam dengan jalan memberi nasehat kalau hukuman ini cukup membawa hasil.hukuman ini dicantumkan dalam al-Qur'an sebagaimana hukuman terhadap istri yang berbuat dikhawatirkan berbuat nusyuz.
Hukuman pengucilan (al-hajru). Hukuman pengucilan merupakan salah satu hukuman ta'zir yang disyari'atkan oleh Islam.dalam sejarah,Rosullah pernah melakukan hukuman pengecualin terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang tabuk,yaitu ka'ab bin malik,miroroh bin rubi'ah,dan hilal bin umaiyah.mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpak diajak bicara. Hukuman denda ditetapkan juga oleh syariat islam sebagai hukuman,antra lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya,hukuman didenda dengan lipat dua kali harga buah tersebut.  Addul Qodir audah membagi tiga hukuman terhadap jarimah ta'zir yaitu:
1.     Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengadung unsur shubhat atau tidak  memenuhi syarat namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat seperti pencurian harta syirkah,pembunuhan ayah terhadap anaknya dan pencurian yang bukan harta benda.
2.     Jarimah ta'zir dimana jenis jarimah di tentukan oleh nash,tetapi saksinya oleh syariat diserahkan kepada penguasa seperti sumpah palsu,sakit palsu,mengurangi, timbangan,menipu,mengikari janji,menghianati amanah,dan menghina agama.
3.     Jarimah ta'zir dimana jarimah dan saksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat.dalam hal ini akhak menjadi pertimbangan yang paling utama minsalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup ,lalu lintas,dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.

            [2] Tingkat kemampuan seorang mumayyiz. Kemampuan ‘aql atau nalar,adalah hal yang di perhitungkan pertama kali pada seorang anak untuk di sebut mumayyizBulugh (tanda-tanda pubertas fisik) dan ciri khasnya. Saat anak beranjak dewasa, menjadi lebih mudah bagi kita untuk mengetahui dengan tepat tingkat perkembangannya. Pada tingkat tertentu dalam kehidupan seorang anak, berbagai macam aspek perkembangannya dapat diamati. Masa pubertas dapat dengan mudah terlihat jika seorang anak berada dalam pengamatan yang terus menerus dan seksama. Istilah bulugh yang juga dikenal dengan istilah pubertas merupakan masa transisi fisik dari fase kanak-kanak menjadi fisik orang dewasa dengan ditandai oleh gejala-gejala fisik—penomena mimpi bagi laki-laki dan haid bagi kalangan perempuan. Adapun klasifikasi umur yang menginjak era pubertas/transisi fisik menurut para ahli hukum, sebagaiman di rangkum oleh Dadan Muttaqien, bahwa sejauh ini masa pubertas tidak pernah dicapai sebelum usia Sembilan tahun. Mereka juga menekankan bahwa masa puber tidak selalu terjadi di usia ini pada setiap anak, karena banyaknya factor-faktor yang munkin dapat menunda proses kedewasaan fisik. Oleh karena itu sebagian besar ahli hukum seperti: al-Awza’I, Imam Ahmad, al-Syafi’I, Abu Yusuf, dan Muhammad, semua berkesimpulan bahwa lima belas tahun adalah usia paling lambat bagi seseorang untuk mencapai kematangan fisik, terlepas dari tidak tampaknya tanda-tanda fisik. Rusyd (kedewasaan mental) . Hukum juga menekankan pentingnya pencapaian rusyd atau kedewasaan mental, yaitu baik kesempurnaan bulugh maupun kematangan mental, dalam arti mampu untuk berfikir (‘aql).

             [3]  Allah Swt berfirman (yang artinya): ”Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh (al hulum=mimpi), maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin“  (QS. An-Nur[24]:59)Syariah Islam mengarahkan anak sesuai masa baligh. Proses pendidikan anak dalam Islam, pada dasarnya mengarahkan anak agar dewasa secara pemikiran (aqil) seiring dengan kedewasaannya secara biologis (baligh). Ajaran Islam yang memerintahkan untuk mengajari anak  shalat pada usia tujuh tahun (HR Ahmad, at Tirmidzi, Thabrani dan Hakim), dan diperbolehkannya memukul tanpa menyakitkan anak  yang berusia sepuluh tahun bila ia tak mau sholat (HR Ahmad, Tirmidzi, Thabrani dan Hakim) hingga  ditetapkannya usia baligh sudah terbebani hukum syariah (mukallaf).Selanjutnya adalah pembahasan pertanyaan saya sendiri tentang hukuman bagi seorang anak yang melakukan tindak kejahatan. Di dalam Islam, seorang anak yang berbuat kejahatan, tidak dikenai hukuman, kecuali yang berkaitan dengan hukuman-hukuman tertentu yang sudah ditetapkan oleh Allah swt. Misalnya, jika seorang anak masih belum shalat meskipun umurnya telah mencapai 10 tahun, maka dia harus dipukul.
Keluarga, masyarakat dan negara bertanggung jawab terhadap kriminalitas yang dilakukan anak-anak saat ini. Tingkat tanggung jawabnya bertambah dan puncaknya berada di negara. Menyerahkan pendidikan anak kepada keluarga saja belum cukup, apabila masyarakat dan negara tidak menerapkan aturan dan sanksi untuk melindungi anak-anak dari tindak kejahatan dan berbuat jahat. Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan mengatasi persoalan kejahatan anak ini secara sempurna.  Ini karena Islam telah menjadikan berbagai hukum yang menjauhkan anak dari tindak kriminal dan mewajibkan negara untuk menerapkan hukum tersebut.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook