Thursday, February 6, 2014

Budak uang, dan hamba nafsu, Tak pernah dirinya, merasa berdosa.



BUDAK UANG
DAN HAMBA HAWA NAFSU
Nestapa Pengekor Hawa Nafsu

Air kelapa, dicampur susu,
Diminum oleh, orang Bangkinang
Nestapa Pengekor, Hawa Nafsu,
 Hidup di dunia, tak pernah tenang.

                   Anak udang, di dalam pasu
                    Dijual saja, di Pekan selasa.
                    Budak uang, dan hamba nafsu,
                    Tak pernah dirinya, merasa berdosa.

Oleh: Drs.Haji M.Rakib, S.H.,M.Ag.
Pekanbaru- Riau Indonesia. 2014
        Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani, menyatakan: . Sesungguhnya di dunia ini bagi manusia hanya ada dua jalan; jalan kebenaran dan jalan hawa nafsu. Jalan kebenaran adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan hawa nafsu merupakan jalan yang diprakarsai oleh setan sebagai musuh manusia guna menimbun bahan bakar api neraka pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alihi wasallam tatkala menerangkan tentang petunjuk, acap kali mengingatkan pula tentang bahaya hawa nafsu.

          Hawa nafsu berarti ‘kecenderungan manusia kepada perkara yang di suka oleh jiwanya’. Hawa nafsu yang tercela adalah hawa nafsu yang menyelisihi petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa para salaf menggelari sebagian orang yang menisbatkan diri kepada ilmu atau ibadah sebagai pengikut hawa nafsu, karena mereka menyelisihi petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Petunjuk Allah yaitu ilmu agama yang diwahyukan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada nabi-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman kepada Nabi Dawud ’alaihis salam:

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ 
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Shad: 26)
Hawa nafsu menjalar pada diri seseorang laksana sebuah penyakit yang sangat ganas, bahkan lebih berbahaya dari rabies pada seekor anjing. Hawa nafsu lebih berbahaya karena tidak disadari oleh pengidapnya tetapi lebih mematikan. Jika rabies dapat membinasakan jasad manusia maka hawa nafsu bisa menghancurkan jiwanya. Sehingga hatinya pun mati dan gelap gulita. Pada akhirnya, dia tak lagi mampu menerima petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di antara semua zaman yang pernah ada di dunia, zaman di mana kita hidup sekarang ini merupakan sebuah zaman yang sangat materialistis. Orang dinilai berdasarkan status sosial dan materi yang mereka miliki. Manusia yang memiliki banyak uang – tidak peduli cara mereka mendapatkannya – akan dihormati dan diperlakukan secara istimewa. Mereka menguasai dunia usaha, mempengaruhi dunia politik, dan semua orang di sekeliling mereka membungkuk ketika mereka lewat.
Menurut Webster dan Oxford Dictionary, arti kaya adalah memiliki banyak harta atau properti, tetapi menurut Robert T Kiyosaki, kaya adalah memiliki passive income (pendapatan tanpa bekerja karena uang mereka yang bekerja) yang nilainya lebih besar daripada biaya hidup sehingga tanpa bekerja pun, seseorang atau sebuah keluarga dapat tetap menjalani kehidupan dengan standar yang sama (layak). Begitulah definisi kaya orang dunia pada umumnya.

Kaya sebenarnya bukan hanya dilihat dari satu dimensi, yaitu dimensi material, tetapi kaya yang sesungguhnya banyak dimensi. Kaya dalam iman, dalam pengetahuan, dalam kasih dan pelayanan kepada orang lain (2 Kor 8:7). Kekayaan yang hanya dilihat dari satu dimensi (material), sungguh merupakan definisi kaya yang sempit.  Kekayaan tidak seharusnya hanya dilihat dari satu dimensi saja (dimensi material saja), tetapi dari banyak dimensi (rohani, psikologis, sosial, dll).

Oleh sebab itu, ada beberapa ciri-ciri orang kaya yang memenuhi definisi kaya dari berbagai dimensi tersebut:
-    Orang kaya adalah orang yang mengendalikan uang/kekayaannya, bukan dikendalikan oleh uang/kekayaannya. Penulis memiliki moto yang berbunyi, “Orang yang tidak dapat mengendalikan uang akan dikendalikan oleh uang.”
Banyak orang kaya menganggap diri mereka sebagai pemilik kekayaan padahal justru mereka yang dimiliki dan diperbudak orang kekayaan mereka. Kita seharusnya menjadi tuan atas uang atau kita menjadi budaknya.
Kata ekonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani oikos dan nomos. Kata oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti aturan. Jadi ekonomi berarti aturan rumah tangga atau mengatur rumah tangga. Maka ekonomi sebenarnya berbicara mengenai bagaimana mengatur rumah tangga supaya rumah tangga tersebut berjalan dengan baik. Ekonomi sebenarnya bukan berbicara mengenai bagaimana mengejar kekayaan sebanyak mungkin bahkan dengan mengorbankan keluarga dan rumah tangga demi karier atau pekerjaan. Padahal justru keluargalah yang seharusnya menjadi karier yang utama dan pekerjaan hanya sebagai pendukungnya. Ekonomi keluarga yang baik hanyalah sarana untuk mencapai keluarga yang bahagia dan bukan sebaliknya. Tetapi kenyataannya, banyak keluarga yang kaya tidak bukan merupakan keluarga yang bahagia.
-    Orang kaya adalah orang yang dapat mengendalikan keinginannya, bukan dikendalikan oleh keinginannya. Banyak orang pada masa konsumerisme ini yang membeli sebuah barang bukan karena kebutuhan, melainkan karena keinginan (karena gengsi, peer-pressure, dll).
-    Orang kaya adalah orang rela memperkaya orang lain (atau murah hati). John Wesley mengatakan, “Carilah uang sebanyak-banyaknya, simpanlah sebanyak-banyaknya, bagikanlah sebanyak-banyaknya.” Dia kemudian melanjutkan, “Uang tidak pernah lama bersama karena ia akan membakarku. Kulemparkan dari tanganku secepat saya mampu agar jangan sampai ia memperoleh jalan masuk ke dalam hatiku.”
Kekayaan bukan untuk dicintai dan ditumpuk, melainkan untuk dikelolah untuk melayani Tuhan dan sesama karena kekayaan yang Tuhan percaya kepada kita kelola (sebagai seorang penatalayan/stewardship). Misalnya: menghemat untuk dapat mendukung pelayanan Tuhan yang lebih banyak, seperti membantu orang miskin (Luk 19:1-10; Mat 26:6-13; Mrk 26:6-13; Mrk 14:3-9; Kis 2:45; 4:32-5:11; 6:13; 1 Tim 6:17-19; Yak 2), anak yatim piatu, janda dan pendatang (Ul 24:19-22; Im 23:22).
Kekayaan bukan ditentukan oleh seberapa banyak yang kita miliki, melainkan seberapa banyak yang telah kita pakai untuk menjadi berkat bagi banyak orang lain. Kekayaan terbesar adalah kebaikan, bukan hanya memberi uang, tetapi juga waktu, tenaga, perhatian, dorongan, dll.
-    Orang kaya adalah orang yang dapat bersyukur dapat segala keadaan dan situasi, atas apa yang dia miliki dan apa yang tidak dia miliki. Orang seperti inilah yang benar-benar dapat menikmati kehidupannya.
Adalah sebuah ilustrasi yang bagus mengenai hal ini: Seorang yang sangat kaya memiliki sebuah rumah yang sangat besar, tetapi dia sendiri jarang di rumah karena harus mengurusi banyak bisnisnya. Di rumah tersebut ada seorang pelayanan, seorang penjaga/saptam, dan seekor anjing penjaga. Dan yang sebenarnya lebih menikmati rumah besar dan semua fasilitasnya adalah pelayan, saptam dan anjing tersebut.
Bagi penulis, kemiskinan yang sesungguhanya adalah ketakutan kepada kemiskinan yang menyebabkan kita menjadi orang yang melakukan apa saja untuk mencapai kekayaan. Orang yang sesungguh kaya sebenarnya mengetahui bahwa uang atau kekayaan hanyalah alat untuk melakukan tujuan yang lebih mulia dan besar.
Lalu apa kata Alkitab mengenai kekayaan? Berikut ini adalah beberapa pernyataan Alkitab mengenai kekayaan:
1. Alkitab mengatakan bahwa kekayaan kadangkala merupakan sebuah pemberian dari Allah (Kej 26:12-14). Tetapi kekayaan terkadang juga dapat merupakan suatu hasil dari perbuatan jahat (Yer 5:26-28; Yak 5:1-6).
2. Alkitab juga mengatakan bahwa kekayaan bukanlah hal terpenting dalam hidup ini (Amsl 15:16-17), oleh karena itu, kita tidak boleh bergantung kepadanya (Amsl 11:28; 1 Tim 6:17) dan tidak boleh memusatkan hidup kita untuk mengumpulkan kekayaan (1 Tim 6:9-10). Sebaliknya, kita seharusnya belajar mencukupkan diri dengan apa yang diperlukan oleh hidup kita (1 Tim 6:6-8; Ibr 13:-6; Amsl 30:8-9).
3. Alkitab juga mengatakan bahwa kekayaan bukan untuk dicintai dan ditumpuk, melainkan untuk dikelola untuk melayani Tuhan dan sesama karena kekayaan yang kita miliki adalah titipan yang Tuhan percayakan kepada kita untuk kita kelola (sebagai seorang penatalayan/stewardship).
Kita hanyalah seorang pengelola, bukan pemilik. Kita harus menggunakannya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, misalnya: menegakkan kebenaran-keadilan di dunia, menghemat untuk dapat mendukung pelayanan Tuhan yang lebih banyak, seperti membantu orang miskin (Luk 19:1-10; Mat 26:6-13; Mrk 26:6-13; Mrk 14:3-9; Kis 2:45; 4:32-5:11; 6:13; 1 Tim 6:17-19; Yak 2), anak yatim piatu, janda dan pendatang (Ul 24:19-22; Im 23:22).
Agustinus mengatakan bahwa harta yang kita miliki secara berlebihan adalah milik orang asing yang kita tahan. Maka dalam pengertian ini, mencuri bukan hanya mengambil milik orang lain, tetapi juga bukan berarti mengambil atau menahan milik orang lain yang Tuhan titipkan melalui kita.
4. Alkitab juga mengatakan bahwa orang Kristen boleh mengumpulkan kekayaan dan harta, tetapi harta di surga, bukan di dunia karena alasan:
a. Tidak ada harta yang kekal di bumi. Harta di bumi mengalami penyusutan. Ada kerusakan (ngerat dan karat).
b. Ada pencuri, perampok, kerugiaan (karena salah investasi, inflasi, dll).
5. Alkitab juga mengatakan bahwa kekayaan kita melayani arah hati kita (di mana hati kita berada, di situ harta kita berada), misalnya: kalau kita suka membaca, maka kita akan menghabiskan banyak uang kita untuk membeli buku.
Karena kita menghabiskan banyak waktu kita untuk mencari uang, maka bagaimana cara kita menghabiskan uang kita mencerminkan bagaimana cara kita menghabiskan hidup kita, yang menggambarkan apakah tujuan hidup kita dan apa prioritas kita.
Manusia tidak mengendalikan kehidupan mereka. Kita selalu hidup untuk sesuatu hal dan kita dikendalikan oleh hal itu (ia menjadi tuhan atas hidup kita). Jika hal itu bukan Tuhan (kekayaan, kemasyuran, dll), maka ia akan menindas kita. Itu sebabnya banyak orang yang mengatakan bahwa uang dan harta adalah budak yang baik tetapi tuan yang kejam.
Tuhan Yesus juga mendesak kita untuk memilih antara melayani Allah atau mammon. Agustinus mengatakan bahwa orang benar menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya dan hal yang lain sebagai alat (uang, kesenangan, dll) untuk mencapai tujuan tersebut, sedangkan orang fasik menjadikan hal yang lain sebagai tujuan hidupnya dan Allah sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut (menggunakan Allah sebagai sarana untuk mencapai tujuannya).
6. Alkitab juga mengatakan bahwa kekayaan tidak dapat membeli semua hal.
Ada cukup banyak hal yang tidak bisa dibeli oleh uang, misalnya: keselamatan, surga, anugrah Allah, kasih yang sejati, dll. George Horace Lormier mengatakan, “Baguslah bila Anda mempunyai uang dan barang yang dapat dibeli dengan uang. Tetapi tidak kalah bagus bila Anda tidak kehilangan hal-hal yang tidak dapat dibeli dengan uang.” Uang dapat membeli obat-obatan dan pengobatan, tetapi tidak dapat membeli kesehatan. Uang dapat membeli tempat tidur yang nyaman tetapi tidak dapat membeli ketenangan batin yang dibutuhkan untuk tidur nyenyak.
Junedy Lee
Comments:

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook