Monday, February 24, 2014

Fiqih nawazil, kasus-kasus baru Di dalam Islam, terus diburu




Mengenal Fikih Nawazil

Fiqih nawazil, kasus-kasus baru
Di dalam Islam, terus diburu
Pasti anda, akan terharu
Betapa indah, iman dan ilmu

Analisis Mr.Rakib Ciptakarya Pekanbaru Riau Indonesia,2014
Mengenal Fikih Nawazil*
Fikih nawazil terangkai dari dua kata yang memillki makna berbeda yaitu fiqh dan nawazil. Sebelum kita mengetahui makna fiqh nawazil setelah dirangkai menjadi satu dan menjadi sebuah nama, maka terlebih dahulu kita sebaiknya mengetahui makna dua kata tersebut.
Fikih, secara bahasa berarti memahami, sedangkan menurut istilah artinya memahami hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan amal perbuatan berdasarkan dalil-dalil rinci dari al-Qur’an dan hadits.
Nawaazil adalah bentuk plural dari kata naazilah yang memiliki makna asal “yang turun atau yang mampir.” Namun kata ini sudah menjadi sebuah nama bagi bencana yang menimpa. Dari sini kemudian kita kenal qunut naazilah.
Kemudian kata ini terkenal penggunaannya di kalangan Ulama ahli fiqh untuk menggambarkan suatu permasalahan baru yang terjadi di tengah umat dan menuntut adanya ijtihad dan penjabaran hukum,
Makna ini terfahami dari perkataan beberapa Ulama, misalnya, perkataan Ibnu Abdil Bar dalam kitab Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa fadhlihi:
Perkataan Ibnu Abdil BarrSebuah bab tentang berijtihad dengan akal berdasarkan kaidah-kaldah pokok saat tidak ada (keterangan) dari nash-nash (al-Qur’an dan Sunnah) ketika nazilah (permasalahan baru yang menuntut ijtihad dan penjabaran hukum-pent) terjadi.
Juga perkataan Imam Nawawi rahimahullah saat menjelaskan salah satu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Qoul Imam Nawawi-Syarah Shahih Muslim… dalam hadits ini terdapat (pelajaran) tentang kebolehan para pemimpin melakukan ijtihad pada masalah-masalah baru dan mengembalikan permasalahan ini kepada kaidah-kaidah pokok.
Juga Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Ini sebuah fasal yang menjelaskan bahwa para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan ijtihdd pada nawazil (kasus-kasus baru yang sedang terjadi)[1].
Makna inilah yang diinginkan dalam kalimat fiqih nawazil.
Jadi fiqh nawazil adalah
Makna Fiqh Nawazilmemahami hukum-hukum syari’at terkait dengan kejadian-kejadian baru yang mendesak.
Kesimpulan dari pengertian di atas adalah bahwa sebuah permasalahan dapat dikategorikan nawazil apabila :
a. Sudah terjadi. Ini berarti permasalahan yang belum terjadi tidak bisa dikategorikan nawazil. Namun permasalahan yang ditengarai besar kemungkinan akan terjadi, sebaiknya dibahas dan diperhatikan.
b.         Baru, maksudnya permasalahan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Peristiwa yang merupakan pengulangan dari peristiwa yang sudah terjadi sebelumnya tidak bias dimasukkan nawazil.
c. Syiddah, maksudnya permasalahan ini menuntut segera ditetapkan hukum syari’at. Kasus-kasus baru tidak dikategorikan nawazil jika tidak menuntut dan memerlukan hukum syari’at.Misalnya   kasus-kasus baru, yang hanya memerlukan analisa tenaga medis, seperti keberadaan penyakit baru. Juga terkait dengan kekacauan ekonomi dan suhu politik suatu negara. Kedua contoh ini tidak bisa  dikategorikan nawazil. Juga, kejadian-kejadian baru yang tidak terjadi di tengah masyarakat Muslim. Ini juga tidak bias dikategorikan nawazil, kecuali jika dikhawatirkan akan terjadi di tengah masyarakat Muslim.
Sumber: majalah as-Sunnah, edisi 02 thn. XIII/ Jumadil Ula 1430 H/2009 M, hal. 20


* Diangkat oleh Ahmad Nusadi dari kitab Fikih Nawazil 1/18-25 karya Muhammad Husain al-Jizaani.
[1] Syarah Shahih Muslim 1/213. Perkataan ini disebutkan saat menjelaskan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

KOLEKSI PANTUN
PENDIDIKANMELAYU
Mr.Rakib Ciptakarya LPMP Riau. 2014
              Bunga melur,  dalam jambangan,
              Di tepi kolam, lebar bunganya.
              Kucipta pantun,  buat renungan,
              Sumbangkan pengalaman, alahkadarnya.


Mekar sejambak,  bunga gubahan,
Jatuh sekuntum,  terinjak kaki,
Jangan melawan, takdir Tuhan,
Bekerja keras, mencari rezeki..

                   Cerana kesumba,  indah melati,
                   Cantik tersemat,  harum berminyak,
                   Ilmu ditimba,  sepenuh hati,
                   Hadapi penipuan, yang makin banyak.

Harum sungguh,  bunga kemboja,
Bunga karangan , cantik tersemat,
Janganlah membaca, sepintas saja,
Pantun ini, mengandung   hikmat.

                Tenun berseri,  pandang tak jemu,
                Seakan luruh ke dalam raga,
                Pantun berisi,  lautan ilmu,
                Dasarnya penuh mutiara berharga.

Daun nipah,  kajangnya rapat,
Hidangan tetamu,  di Kuala Maran,
Pantun menyimpan,  berjuta maklumat,
Fakta, ilmu, juga  hiburan.

               Anak muda,  pulang ke desa,
               Ibu dan ayah,  lama menanti,
               Pantun tidak, membuang waktu
               Isinya menjadi, teman sejati.

Pohon pedada,  di dalam taman,
Jadi idaman , si anak rusa,
Jangan khianat, kepada teman,
Anda akn menyesal,  sepanjang masa.
                 
                 Kalau naik, sepeda motor,
                Jangan lewati, pinggiran tebat.
                 Nasehatkanlah, teman  sekantor,  
                 Selingkuh itu, zina yang berat,
   
Cantik sungguh si bunga kejora,
Buat hiasan di hari raya,
Marilah sahut seruan negara,
Bangsa membaca bangsa berjaya.

BAHASA JIWA BANGSA
Saksikan purnama, di jalan Hangtuah,
  Di tengah hari,  membeli ragi.
  Ulama ibarat,  nyiur bertuah,
   Padat sari,  harum mewangi.


                         Curah serbat, di atas lantai,
                         Basah tikar, lupa disidai.
                         Muballigh ibarat, karang di pantai,
                         Tak pernah gentar dipukul badai.

  Pohon sena, tepi perigi,
  Tepi paya,  si pohon jambu;
  Masjid laksana,  mengtari pagi,
  Menyinar dunia tak pernah jemu.

                  Anak dara, ke Tanjung Batu,
                  Janji bertemu,  di Teluk Bayu;
                   Walau usia, dimakan waktu,
                   Wariskan keterampilan,  tak pernah layu.

  Bukan gua, sebarang gua,
  Gua satu,  milik petani.
  Bukan usaha,  sebarang usaha,
  Merdekakan Melayu, berekonomi.

                    Pergi ke Nilai, membeli jamu,
                    Jamu rasa, dari tenggara;
                    Tidak ternilai,  jasa guru,
                    Kepada bangsa,  juga negara.

Tidak goyah pancang seribu,
Tika masih badai menderu;
Engkau ayah engkaulah ibu,
Menumpang kasih mengubat rindu.

                   Pohon beringin,  di tepi tebat,
                   Makan terasi,  pucuk meranti.
                   Kalau ingin,  hidup selamat,
                    Pencopet berdasi,  dihukum mati.

  Beli keladi , di Pekan Lidup,
  Sayang rasa,  lemaknya kurang;
  Taburlah penipuan,  ketika hidup,
  Habislah jasa,  disumpahi orang.

                  Pintal kapas, menjadi benang,
                  Tenun benang,  beragi-ragi
                  PENJAJAHAN Belanda, terus  dikenang,
                  Karena pasti, terulang lagi.

Pohon senduduk baru di tanam,
Sayang mati di pijak pak tani;
Dari duduk baik bersenam,
Senang hati sihat jasmani.

                Apa guna,  parang panjang,
                Kalau tidak,  dengan tujuan;

                Gunakanlah, umur yang panjang,
                 Memerangi, berbagai kemiskinan.

Timba suasa,  di tepi kali,
Buat mengambil, pepaya betik.

Pemimpin terasa, kejam sekali,
 Orang di sekelilingnya, pelit dan licik.

                   Betik muda, buat halwa,
                   Kelapa muda, belum bersantan.
                   Biar muda, di dalam jiwa,
                   Takut dan malas, harus singkirkan.

Ikat jerami muat ke kandar,
Selepas makan mandi di telaga;
Ucap difahami wasangka terhindar,
Bahasa kebangsaan penyatu warga.

                   Batang talas, di bawah rumah,
                   Hendak ditanam, di dalam taman;
                   Rasa malas, musuh bersama,
                   Kita perangi, sepanjang zaman.

Terbang tempua ke semak berduri,
Singgah sekali di pohon rumbia;
Bahasa kita lambang jati diri,
Tidak rugi berbahasa Malaysia.
Berbanjar cemara di tanah rata,
Tempat teduhan sekumpulan murai;
Segar dan mesra bahasa kita,
Anugerah warisan usah terburai.
BAHASA JIWA BANGSA (2)
Riuh nelayan memunggah pelata,
Beli seraga dibawa pulang;
Bahasa kebangsaan jiwa kita,
Jati diri warga gampak cemerlang.
Busut di hutan sarang kelekatu,
Angsana tumbang terkejut tempua;
Berbahasa kebangsaan saban waktu,
Makin berkembang ke serata benua.
Dari Benta ke Kota Gelanggi,
Singgah di Jengka membeli toman;
Bahasa kita martabatnya tinggi,
Lingua franca zaman-berzaman.
Sepohon celagi lanjut usia,
Tempat istirahat ayam jantan;
Tidak rugi berbahasa Malaysia,
Warga erat sejahtera watan.
lampiran pantun 2,4,6,8 keratPantun Melayu Tradisional
PANTUN BUDI

Tegak rumah kerana sendi,
Runtuh sendi rumah binasa;
Tegak bangsa kerana budi,
Runtuh budi hilanglah bangsa.
Bunga melati bunga di darat,
Bunga seroja di tepi kali;
Hina besi kerana karat,
Hina manusia tidak berbudi.
Limau manis dimakan manis,
Manis sekali rasa isinya;
Dilihat manis dipandang manis,
Manis sekali hati budinya.
Di sana padi di sini padi,
Baru bernama sawah dan bendang;
Di sana budi di sini budi,
Baru sempurna bernama orang.
Awal pertama orang berbangsa,
Kedua banyak ribu dan laksa;
Ketiga majlis bermanis muka,
Keempat banyak berbudi bahasa.
PANTUN NASIHAT
nasihat
Orang Jawa mencari benang,
Mencari benang di atas bukit;
Orang jauh jangan dikenang,
Lama-lama jadi penyakit.
Orang berkain corak berbelang,
Mengayuh rakit mencari duku,
Jangan bermain kekasih orang,
Nyawa tersangkut di hujung kuku.
Patah jarum dalam peti,
Buat menjahit kain bertimbun;
Nasihat sepatah kurang dimengerti,
Rupanya penawar beribu tahun.
Padi muda jangan dilurut,
Kalau dilurut patah batangnya;
Hati muda jangan diturut,
Kalau diturut susah datangnya.
Bawa mari ke kedai Cina,
Kerana itu buah dagangan;
Hidup kita biar sempurna,
Kerana dunia ini adalah tumpangan.
Beras kisar mudik ke hulu,
Tanak pulut santan durian;
Tak ada orang menyesal dahulu,
Banyak orang menyesal kemudian.
Bukan tidak saya katakan,
Merbuk biasa makan di papan;
Bukan tidak saya katakan,
Buah mabuk jangan dimakan.
Bukit Jertih berhutan buluh,
Tempat raja pergi memburu;
Minta selisih malaikat empat puluh,
Janganlah saya diberi malu.
Orang hulu memalu nobat,
Nobat dipalu kayu berangan;
Fikir dahulu sebelum buat,
Kalau dibuat menyesal jangan.
Angin teluk menyisir pantai,
Hanyut rumpai di bawah titi;
Biarlah buruk kain dipakai,
Asal pandai mengambil hati.
Buah pelaga makan dikikir,
Dibawa orang dari hulu;
Sebarang kerja hendak difikir,
Supaya jangan mendapat malu.
Hendak belayar ke Teluk Betong,
Sambil mencuba labuhkan pukat;
Bulat air kerana pembetung,
Bulat manusia kerana muafakat.
Pakai baju warna biru,
Pergi ke sekolah pukul satu;
Murid sentiasa hormatkan guru ,
Kerana guru pembekal ilmu.
Jangan pergi mandi di lombong,
Emak dan kakak sedang mencuci;
Jangan suka bercakap bohong,
Semua kawan akan membenci.
Jikalau tuan mengangkat peti ,
Tolong masukkan segala barang;
Jikalau anak-anak bersatu hati .
Kerja yang susah menjadi senang .
Asam kandis mari dihiris ,
Manis sekali rasa isinya ;
Dilihat manis dipandang manis ,
Lebih manis hati budinya .
Selasih tumbuh di tepi telaga ,
Selasih dimakan si anak kuda;
Kasih ibu membaa ke syurga,
Kasih saudara masa berada.
Masuk hutan pakai sepatu,
Takut kena gigitan pacat;
Kalau kita selalu bersatu,
Apa kerja mudah dibuat.
Orang haji dari Jeddah
Buah kurma berlambak-lambak
Pekerjaan guru bukanlah mudah
Bagai kerja menolak ombak
Pinang muda dibelah dua
Anak burung mati diranggah
Dari muda sampai ke tua
Ajaran baik jangan diubah
Asal kapas menjadi benang
Dari benang dibuat kain
Barang yang lepas jangan dikenang
Sudah menjadi hak orang lain
Kapal Anjiman disangka hantu
Nampak dari Kuala Acheh
Rosak iman kerana nafsu
Rosak hati kerana kasih
Tingkap papan kayu bersegi
Sampan sakat di Pulau Angsa
Indah tampan kerana budi
Tinggi darjat kerana bahasa
Bintang tujuh sinar berseri
Bulan purnama datang menerpa
Ajaran guru hendak ditaati
Mana yang dapat jangan dilupa
Parang tajam tidak berhulu
Buat menetak si pokok Ru
Bila belajar tekun selalu
Jangan ingkar nasihat guru
Hari malam gelap-gelita
Pasang lilin jalan ke taman
Sopan santun budaya kita
Jadi kebanggaan zaman berzaman
Pergi berburu sampai ke sempadan
Dapat Kancil badan berjalur
Biar carik baju di badan
Asalkan hati bersih dan jujur
Dalam semak ada duri
Ayam kuning buat sarang
Orang tamak selalu rugi
Macam anjing dengan bayang
Baik-baik mengirai padi
Takut mercik ke muka orang
Biar pandai menjaga diri
Takut nanti diejek orang
Ke hulu membuat pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Supaya jangan sesal kemudian
Orang Daik memacu kuda
Kuda dipacu deras sekali
Buat baik berpada-pada
Buat jahat jangan sekali
Dayung perahu tuju haluan
Membawa rokok bersama rempah
Kalau ilmu tidak diamalkan
Ibarat pokok tidak berbuah
Kalau kita menebang jati
Biar serpih tumbangnya jangan
Kalau kita mencari ganti
Biar lebih kurang jangan
Adik ke kedai membeli halia
Emak memesan membeli laksa
Jadilah insan berhati mulia
Baik hati berbudi bahasa
Pantai Mersing kuala Johor
Pantainya bersih sangat mashyur
Pohonkan doa kita bersyukur
Negara kita aman dan makmur
Tuan Mahmud bermain tombak,
Dang Kasuma menangkap tupai;
Kalau takut dilambung ombak,
Jangan berumah di tepi pantai.
Sayang Musalmah memakai tudung,
Tudung dipakai sebelah kiri;
Apa dikenang kepada untung,
Untung tak untung diri sendiri.
Ambil bertih dari hulu,
Isi mari di dalam balang;
Bersihkan laman kita dahulu,
Baru bersihkan halaman orang.
Anak tiung anak ketitir,
Anak balau terlompat-lompat;
Barang dikendong habis tercicir,
Barang dikejar haram tak dapat.
PERTANDINGAN BERBALAS PANTUN RANCANGAN PANJANG AKAL TV3
Selangor menjual :
Dihujung selat bertiup bayu,
Teratai di kolam tampak serinya;
Dikandung adat budaya Melayu,
Dicemar susila mana manisnya?
Melaka membeli :
Sinis surya di persada meriah,
Tatkala camar memainkan rebab;
Manis budaya pada maruah,
Susila yang cemar dipulihkan adap.
Melaka menjual :
Rejang menuding belukar nan kelam,
Pelepah bidara bergalang malap;
Bijak berunding luar dan dalam,
Indah bicara di mana silap?
Selangor membeli :
Buah bidara di dalam kaca,
Serai seikat di pangkal bertemu;
Salah bicara bukanlah punca,
Hanya mufakat belum ditemu.
Pantun Agama – Kanak-kanak

Anak katak terlompat-lompat,
Terlompat-lompat di tepi paya,
Janganlah kita suka mengumpat,
Kelak hilang semua pahala.
Enak rasanya ikan gelama,
Jika dimasak secukup rasa,
Solat itu tiang agama,
Perlu dijaga setiap masa.
Lemak kubis santan kelapa,
Ikan haruan dimasak cuka,
Taatlah kepada ibu dan bapa,
Jangan menjadi anak derhaka.
Pohon sena tumbuh menjulang,
Pandan semerbak tepian mempelas,
Bila Ramadhan mulai menjelang,
Puasalah dengan hati yang ikhlas.
Pak tani membeli baja,
Baja ditabur di sawah padi,
Hidup ini sementara sahaja,
Akhirat di sana kekal abadi.
PANTUN UNTUK MAJLIS RASMI

PANTUN PEMBUKA ACARA
Melati kuntum tumbuh melata,
Sayang merbah di pohon cemara;
Assalamualaikum mulanya kata,
Saya sembah pembuka bicara.
Ingin rasa memakan kari,
Kari cendawan batang keladi;
Girang rasa tidak terperi,
Bertemu tuan yang baik budi.
Mencari timba si anak dara,
Di bawah sarang burung tempua;
Salam sembah pembuka bicara,
Selamat datang untuk semua.
Sayang kumbang mencari makan,
Terbang seiring di tepi kali;
Selamat datang kami ucapkan,
Moga diiring restu Ilahi.
Ke Pekan Kuala membeli bingka,
Sayang pesanan terlupa sudah;
Majlis bermula tirai dibuka,
Dengan alunan madah yang indah.
Indah berbalam si awan petang,
Berarak di celah pepohon ara;
Pemanis kalam selamat datang,
Awal bismillah pembuka bicara.
Mega berarak indah berbalam,
Dipuput bayu ke pohon ara;
Pemanis kalam selamat malam,
Awal bismillah pembuka bicara.
PANTUN BACAAN DOA
Kalau pergi Tanjung Keramat,
Anak manis jangan diangkat;
Bersama kita memohon rahmat,
Moga majlis mendapat berkat.
Tetak buluh kajang sepuluh,
Laksana dititing kias ibarat;
Angkat tangan jemari sepuluh,
Doa di pohon biar selamat.
Garam ada kicap pun ada,
Sayang lada terlupa bagi;
Pantun ada ucapan ada,
Sayang tiada berdoa lagi.
Lebat kemiri pohonnya rendah,
Dahan terikat tali perkasa;
Sepuluh jari kami menadah,
Mohon berkat yang Maha Esa.
Tetak buluh kajang sepuluh,
Mari jolok sarang penyengat;
Angkat tangan jemari sepuluh,
Doa di pohon biar selamat.
PANTUN JEMPUT MAKAN
Lebat rumbia di Sungai Kedah,
Sayang senduduk di tepi muara;
Penganan mulia terletak sudah,
Samalah duduk menjamu selera.
Terbang sekawan si burung merbuk,
Batang selasih di Tanjung Dara;
Padamu tuan kami persembah,
Santapan kasih juadah mesra.
Kalau tuan pikat cemara,
Buatlah bara bakar selasih;
Sudilah tuan jamu selera,
Hidangan mesra pengikat kasih.
Sungguh indah bunga kemboja,
Di bawah atap tepi halaman;
Juadah sudah letak di meja,
Sudilah santap tuan budiman.
PANTUN UCAPAN ALU-ALUAN
Bukan rumput sebarang rumpun,
Rumput penghias tepi halaman;
Bukan jemput sebarang jemput,
Jemput memohon kata aluan.
Duduk sekawan gadis jelita,
Buat santapan untuk pahlawan;
Tampillah tuan kami meminta,
Madah ucapan kata aluan.
Sudilah tuan jalan berlapan,
Jalan berlapan di malam kelam;
Sudilah tuan beri ucapan,
Kata aluan pemanis kalam.
Emas tempawan buatmu puteri,
Busana indah buat rupawan;
Sudilah tuan tampilkan diri,
Bersama madah kata aluan.
PANTUN JEMPUTAN UCAPAN
Terbang di awan burung jentayu,
Di atas papan batang selisih;
Tampillah tuan kami merayu,
Bersama ucapan pengikat kasih.
Besar langit di tepi busut,
Besar tak muat di dalam peti;
Besar hajat kami menjemput,
Besar niat di dalam hati.
Duduk sekawan si burung unta,
Tepi keramat di waktu malam;
Pada mu tuan kami meminta,
Kata azimat penutup kalam.
Terbang di awan burung jentayu,
Kerana penat gugur ke bumi;
Tampillah tuan kami merayu,
Bersama amanat bekalan kami.
Pergi ke kota beli selasih,
Sayang si dara buat halwa;
Berilah kata simpulan kasih,
Sulamkan mesra satukan jiwa.
PANTUN UCAPAN PERASMIAN
Terbang di awan burung jentayu,
Di atas papan batang jerami;
Tampillah tuan kami merayu,
Bersama ucapan kata perasmi.
Daun semulur di pekan sari,
Batang jerami rebah ke bumi;
Madah dihulur sembah diberi,
Kata perasmi hajatnya kami.
Jangan tertawan alpa duniawi,
Hanya indah serupa mimpi;
Duhai pahlawan ksatria pertiwi,
Hulurkan madah kata perasmi.
Kalau tuan pikat kenari,
Jangan patahkan batang jerami;
Kepada tuan sembah diberi,
Mohon rasmikan majlis kami.
PANTUN AKHIR MAJLIS
Banyak keluk ke penarik,
Keluk tumbuh pohon kuini;
Nan elok bawalah balik,
Nan tak elok tinggallah di sini.
Bunga dedap di atas para,
Anak dusun pasang pelita;
Kalau tersilap tutur bicara,
Jemari disusun maaf dipinta.
Pohon berangan tempat bertemu,
Girangnya rasa si anak dara;
Baliklah tuan membawa ilmu,
Binalah bangsa bangunkan negara.
Di atas dahan burung tempua,
Melihat rusa tepi perigi;
Salam perpisahan untuk semua,
Lain masa bersua lagi.
Bunga seroja di atas para,
Jatuh ditimpa buah berangan;
Andai kata tersilap bicara,
Kemaafan jua kami pohonkan.
Dari Rokan ke Indragiri,
Membawa tinta ke Kuala Linggi;
Baliklah tuan rehatkan diri,
Esok kita bersua lagi.
Dari Kedah ke pekan sari,
Beli suasa di Kota Tinggi;
Selesai sudah tugas diberi,
Di lain masa bersua lagi.

PANTUN BUAT WARGA EMAS
  Saksikan purnama, di jalan Hangtuah,
  Di tengah hari,  membeli ragi.
  Ulama ibarat,  nyiur bertuah,
   Padat sari,  harum mewangi.

                         Curah serbat, di atas lantai,
                         Basah tikar, lupa disidai.
                         Muballigh ibarat, karang di pantai,
                         Tak pernah gentar dipukul badai.

  Pohon sena, tepi perigi,
  Tepi paya,  si pohon jambu;
  Masjid laksana,  mengtari pagi,
  Menyinar dunia tak pernah jemu.

                  Anak dara, ke Tanjung Batu,
                  Janji bertemu,  di Teluk Bayu;
                   Walau usia, dimakan waktu,
                   Wariskan keterampilan,  tak pernah layu.

  Bukan gua, sebarang gua,
  Gua satu,  milik petani.
  Bukan usaha,  sebarang usaha,
  Merdekakan Melayu, berekonomi.

                    Pergi ke Nilai, membeli jamu,
                    Jamu rasa, dari tenggara;
                    Tidak ternilai,  jasa guru,
                    Kepada bangsa,  juga negara.

Tidak goyah pancang seribu,
Tika masih badai menderu;
Engkau ayah engkaulah ibu,
Menumpang kasih mengubat rindu.

                   Pohon beringin,  di tepi tebat,
                   Makan terasi,  pucuk meranti.
                   Kalau ingin,  hidup selamat,
                    Pencopet berdasi,  dihukum mati.

  Beli keladi , di Pekan Lidup,
  Sayang rasa,  lemaknya kurang;
  Taburlah penipuan,  ketika hidup,
  Habislah jasa,  disumpahi orang.

                  Pintal kapas, menjadi benang,
                  Tenun benang,  beragi-ragi
                  PENJAJAHAN Belanda, terus  dikenang,
                  Karena pasti, terulang lagi.

Pohon senduduk baru di tanam,
Sayang mati di pijak pak tani;
Dari duduk baik bersenam,
Senang hati sihat jasmani.

                Apa guna,  parang panjang,
                Kalau tidak,  dengan tujuan;

                Gunakanlah, umur yang panjang,
                 Memerangi, berbagai kemiskinan.

Timba suasa,  di tepi kali,
Buat mengambil, pepaya betik.

Pemimpin terasa, kejam sekali,
 Orang di sekelilingnya, pelit dan licik.

                   Betik muda, buat halwa,
                   Kelapa muda, belum bersantan.
                   Biar muda, di dalam jiwa,
                   Takut dan malas, harus singkirkan.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook