Saturday, February 1, 2014

Rahasia Hukum Islam (Asrarul Ahkam)...Oleh H.M.Rakib, SH.,M.Ag. Pekanbaru- Riau



EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM 


Rahasia Hukum Islam (Asrarul Ahkam)
·        Menempa ketakwaan
·        Memupuk disiplin
·        Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat


Epistemologi Potensi bawaan lahir manusia
1.  daya (nafsu) ofensif (quwwatul syhwat) yang mendorong untuk berbuat jahat (amarah)
2.  daya defensif (quwwatul ghadhab) yang mendorong untuk melakukan kebaikan (lawwamah)
3.  daya akal (quwwatul aql) yang menimbang antara kedua di atas (muthmainnah)

akal perlu dibimbing untuk bisa membuat keputusan terbaik yang mampu mengendalikan nafsu.


manusia dan hukum
upaya pencarian manusia untuk mengarungi hidup perlu dituntun agar terarah. Karenanya aturan hukum perlu mendampingi manusia agar betul selamat dunia akhirat.

Sumber dan metode hukum Islam
Sumber ada 2, yaitu asli (ilahiy, naqli, non ijtihadi, qat’iy) yang  meliputi Alquran dan Assunnah dan tabi’iy (insaniy, aqli, ijtihadi, zanniy) yang meliputi ijma’ qiyas dst.

Pengetahuan manusia  dibagi 2, yaitu tentang Tuhan (agama) dan hukum-hukum tuhan (segala yang ada). Pengetahuan itu merupakan ilmu yang bermula dari agama yang  kemudian dibuktikan oleh empirik. Berbicara soal pengetahuan berarti bicara epistemologi dengan berbagai pendekatan

Di barat epistemologi memiliki lima pendekatan yaitu empirisme, rasionalisme, fenomenologisme, intuisi dan empiris cum rasio.
Di Islam, epistmeologi ada 4, empirisme (alhissiyyah), rasional (aqliyah), intuisi (kasyfiyyah) dan otoritatif (sami’iyyah).

Pengetahuan tentang agama memiliki dua model, yaitu khabariyyah i’tiqadiyyah (info yang diyakini kebenarannya) ini dianggap otoritatif seperti tauhid dan Thalabiyyah i’tiqadiyah (info yang diteliti baru yakin) yang diangap non otoritatif seperti fiqh.

Alat memperoleh pengetahuan
Alat untuk memperoleh pengetahuan ada 3, qalbu, mata dan telinga. (lihat 16:78; 32:9; 17:36; 67:23; 46:26; 2:7; 7:179; 22:46; 25:49; 50:37; 10:42; 6:25;

Alat-alat yang mampu memperoleh pengetahuan harus diatur dalam sebuah tata azaz, jika tidak akan terjadi anomali. Untuk itu dikenal metode istinbath hukum. Dalam islam Metode istinbath hukum adalah naqliyah-aqliyah; yang terdiri dari; tajribah al-hissiyyah (empirik), al-mutawatirat (transmisi premis) dan istiqra’ (penelitian induktif). Istinbaht sah dilakukan dengan tetap mengacu pada prinsip hukum dalam Islam yaitu;

Prinsip hukum Islam
1.  Tauhid
2.  Keadilan
3.  Amar makruf nahi mungkar
4.  al-Hurriyyah (kebebasan)
5.  al-Musawah (egaliter)
6.  Ta’awun (tolong menolong)
7.  Tasammuh (toleransi)

Seluruh produk hukum yang digali dari teks oleh akal harus mengacu kepada hikmah hukum dalam Islam kerangka berikut ini;
Rahasia Hukum Islam (Asrarul Ahkam)
·        Menempa ketakwaan
·        Memupuk disiplin
·        Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat

Karakteristik Hukum Islam (Thawabiul Ahkam)
·        Sempurna (perfect/kaffah); Sumber Quran dan Hadis dianggap mampu mengcover seluruh problem yang bakal muncul (Shaalih likulli zamaan) dengan bekal ijtihad (terhadap 96% ayat)
·        Elastisitas; Bisa lentur (beradaptasi) menghadapi rupa-rupa persoalan baru sepanjang tidak aneh-aneh. Contoh: Berbelanja di Mall.
·        Universal dan Dinamis; Bisa dipakai pada zaman dan tempat apapun. Contoh: Piagam Madinah
·        Sistematis; Hukum Islam secara keseluruhan saling berkaitan secara organis, tidak sepenggal-sepenggal atau partial yang kesemuanya mengarah kepada titik tata kosmos.
·        Taaqquli dan Taabbudi; integralitas antara rasio, spiritual dan empiri.

Ciri Khas Hukum Islam (Khashaaishul Ahkam)
·        Berdasarkan kepada wahyu yang dibangun diatas pondasi aqidah dan rasio
·        Memiliki sangsi dunia dan akhirat
·        Mengatur manusia untuk mencapai kesejahteraan hidup secara kolektif.

Prinsip Dasar Hukum Islam (Mabaadiul Ahkam)
·        Menghindari hal-hal yang akan menyempitkan dan memberatkan (Adamul Haraj) = Laa Dharara walaa Dhirar, Addiinu Yusrun, Yassiruu walaa Tuassiruu, Laa yukallfullaahu Nafsan illa wusaha, Yuridullahu bikumul yusra, Addharuuratu tubiihul Mahzhuraat.
·        Memperkecil beban/realistis (taqliilu takliif) = Sholat jika tidak bisa berdiri, duduk saja, tidur saja atau disholatkan = Yuridullahu anyukhaffifa angkum
·        Bertahap dalam pemberian beban (tadarruj) contoh proses pengharaman khamar.
·        Berorientasi kepada kemaslahatan manusia secara universal; Setiap hukum lahir karena memang dibutuhkan untuk hadir untuk menata kehidupan guna mencapai ketertiban dan keteraturan hidup masyarakat sendiri.= Al hukmu yaduuru maal illati
·        Bercita rasa keadilan bagi semua (tidak berpihak dalam memberi taklif).= Walaa yajrimannakum syana aanu qaumin ala alla tadiluu.
Dasar-dasar Hukum Islam (Da aimul Ahkaam)
·        Musyawarah
·        Kebebasan
·        Toleransi
·        Solidaritas

Tujuan Hukum dan Islam
Tidak ada tujuan lain kecuali mewujudkan kebaikan, ketentraman, kenyamanan dan keamanan buat manusia (kemaslahatan), baik secara individu maupun social (Maqaashidus Syariiah) Kemasalahatan yang terpokok meliputi agama, jiwa, akal, nasab dan ekonomi. Dalam hal ini ada skala prioritas. (1) Tujuan yang pokok/primer (Dharuriyyat) (2) Tujuan yang dibetul-betul dibutuhkan/sekunder (Hajjiyat) (3) Tujuan yang sekedar tertier/Tahsiniyyat.
1.  Memelihara Agama; D= Sholat; H=Sholat berjamaah; T=Sholat pakai sorban
2.  Memelihara Jiwa; D=Makan; H=Makan di Texas; T=Makan pakai sumpit
3.  Memelihara Akal; D=Menghindari Narkoba; H=Menghindari merokok; T=Tidak banyak angan-angan.
4.  Memelihara Keturunan; D=nikah; H=Mahar; T=Resepsi di gedung
5.  Memelihara Harta; D=Memperoleh harta secara legal; H= Memperoleh harta lewat konsinyasi ; T= Memperoleh harta tanpa ada unsur gharar sama sekali.

Problem muncul dalam menentukan kemasalahatan (apa parameternya). Ada 4 jalan dalam menemukan kemaslahatan; a. diterangkan secara zahir oleh teks. B. ditemukan secara batin oleh orang yang memiliki otoritas c. melalui penerawangan rasio. d. tekstual cum rasio. Dari sinilah polemic hokum berkecamuk. (telusuri polemic hokum dalam 5 bidang, yaitu social-budaya, politik pemerintahan, HAM, lingkungan dan Kesehatan).


Keutamaan Hukum Islam (Mazaaya atau Mahaasin Al-Ahkam)
·        Terletak pada adanya interelasi yang harmonis antara hukum (peraturan) dengan dimensi moral atau etika. Sehingga dalam Islam: Hukum berdampingan dengan moral. Bukan hukum lebih dipentingkan dari pada moral atau sebaliknya. Jika hukum menepikan moral akan melahirkan kezaliman, sedangkan moral tanpa hukum melahirkan ketidak pastian hukum (anarkis)…




Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Hukum Islam
Oleh H.M.Rakib, SH.,M.Ag. Pekanbaru- Riau
Apa hukum itu, secara esensi, kata ontologi
Dari mana asalnya, kata Epistemologi
Baimana menerapkannya, kata aksiologi
Memburu makrifah, sangat berarti,

P
          Menarik kajian tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab ”apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda. Ontologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan lebih berkonsentrasi untuk mengkaji tentang hakikat sesuatu. Kaitannya dengan hukum Islam, ontologi berusaha memaparkan asal-muasal (hakikat) dari hukum Islam itu sendiri. Dengan mengetehui ontologi dari hukum Islam maka akan berpengaruh terhadap proses selanjutnya, yaitu epistemologi untuk kemudian bermuara pada “aksi” (aksiologi).
Jangan seperti penafasiran Wahabi, yang terlalu kaku mengikat diri pada tels, atau nash Hukum Islam sebagai sebuah ilmu, memang  berangkat dari nash-nash (teks-teks) agama yang nilai kebenarannya memang absolut (mutlak). Hukum Islam hadir sebagai jawaban dari realitas kehidupan manusia yang menghendaki keteraturan dalam hidupnya. Dalam Islam, sandaran paling populer berkaitan dengan disiplin ilmu ini adalah wahyu Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Wahyu tersebut yang sampai saat ini terus eksis yang familiar disebut dengan Al-Quran. Berangkat dari nash utama tersebut kemudian muncul hadits Rasul, selain sebagai bayān (penjelas) juga sebagai penafsiran lebih jauh dalam konteks praktis.
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki. Mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya.[4] Dalam bahasa yang lebih lugas, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa epistemologi adalah the way atau cara untuk memperoleh pengetahuan. Epistemologi bergerak dalam kebebasan ruang (the free space) yang menjelaskan motode yang benar untuk menggapai ilmu yang dimaksud. Dengan hadirnya epistemologi yang jelas maka sebuah ilmu dapat difahami dengan benar, namun masih dalam tataran teori.
Epistemologi hukum Islam mengacu kepada usaha untuk memahami Islam secara benar melalui proses pembelajaran yang benar pula. Dalam bahasa lain, epistemologi (mungkin) masih berkaitan dengan “ijtihad” dalam konstelasi hukum Islam itu sendiri. Ijtihad merupakan sebuah metode untuk menentukan hukum yang terikat dengan nilai. Dalam konteks ini, epistemologi memang harus “berurusan” dengan nilai agar tidak keluar dari kaidah yang benar. Hal ini karena dalam beragama, umat manusia harus terus melaju dalam medan yang lurus (ash-shirāth al-mustaqīm). Keterikatan dengan nilai ini memang harus dijaga karena pada purnanya, hukum Islam akan memasuki wilayah praktis, bukan sekadar teoritis.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.[5] Inilah yang dikenal dengan istilah aksiologi, yaitu bagaimana ilmu pengetahuan mampu menyelesaikan permasalahan yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Substansi dari kegunaan ilmu akan benar-benar kentara ketika (mampu) memasuki wilayah aksiologis. Sehingga wajar jika kemudian ilmu-ilmu yang tidak banyak memberikan kontribusi terhadap kehidupan harus rela hati untuk dimasukkan ke “keranjang sampah”. Hal ini karena memang segala sesuatu, termasuk ilmu akan mengalami proses seleksi yang memang sangat bergantung kepada keadaan.
Secara aksiologis, hukum Islam tentu sangat berperan untuk memberikan jalan hidup yang benar bagi umat manusia. Dengan adanya hukum, umat Islam dapat menjalankan kehidupannya dengan baik dan terarah. Arah dan tujuan hidup tersebut pada akhirnya akan menuju kepada Tuhan Yang Maha Segalanya, Allah SWT. Belakangan, betapa banyak masalah kontemporer yang dihadapi umat Islam. Realitas ini harus dijawab dengan segenap kesiapan yang selaiknya tetap memberikan kesempatan umat untuk menerima jawaban tersebut. Sehingga pada akhirnya, hukum Islam akan terlihat akomodatif, tidak kaku alias rigid.
Hukum Islam, tidak kaku,
Asal pemahaman, tidak keliru
Dapat aturan yang bermutu
Tenang dan damai selalu.

[1] [Sebuah Pengantar]. Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika di Pondok Pesantren Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (PPM UII).
[2] Santriwan Ponpes UII dan Mahasiswa Jurusan Hukum Islam (Syarī’ah) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Nomor Induk Mahasiswa (NIM): 09 421 021.
[3] Fakultas Syariah IAIN-SU, “Dasar-dasar Ilmu (ONTOLOGI-EPISTEMOLOGI-AKSIOLOGI)”, http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/26/dasar-dasar-ilmu-ontologi-epistemologi-aksiologi, diakses Senin (23/01), pukul 14.08 Wib.
[4] Ibid.,
[5] Ibid., “Dasar-dasar…”

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook