Sunday, March 9, 2014

KEMAMPUAN MENEMBUS LAPIS FENOMENA



KESADARAN MANUSIA MAMPU
 MENEMBUS LAPIS FENOMENA

 
M.Rakib Ciptakarya Pekanbaru Riau 2014

          Ada kesadaran manusia mampu menembus lapis fenomena untuk mencapai lapis esensial, saya pikir: puisi Agam Wispi ini berhasil memenuhi kriteria tersebut. Pertama, “Matinya Seorang Petani (Buat L. Darman Tambunan)” sejatinya mengacu kepada fakta tentang adanya penggusuran petani di Tanjung Morawa—dan puisi itu berada dalam posisi yang sama dengan fakta tersebut. Kedua, puisi Agam Wispi ini memungkinkan kita melihat bahwa peristiwa “tersungkurnya seorang petani” adalah perwujudan dari “tanah dan darah memutar sedjarah”. Ketiga, sebagaimana sudah tersirat dalam yang kedua, lapis esensial dari fenomena “tersungkurnya seorang petani” adalah terjadinya ketidakadilan, yang mewujud dalam larik “tanah dan darah memutar sedjarah”.  

             Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan segala kelebihan untuk mempermudah manusia itu sendiri dalam menjalani kehidupannya. Salah satu potensi manusia yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal adalah pikiran bawah sadar . Manusia cenderung mengunakan pikiran sadarnya yang hanya mempunyai kekuatan 12 persen sedangkan pikiran bawah sadarnya mempunyai kekuatan 88 persen . dalam bahasan kali ini saya akan fouskan untuk membahas cara memasuki pikiran bawah sadar dan memaksimalkan potensinya dengan memanfaatkan kondisi gelombang otak kita yaitu gerbang pembuka menuju pikiran bawah sadar adalah di kondisi gelombang   alpha

         Renungan ini, semata-mata sekedar mensyukuri anugrah tuhan dengan cara lebih konkrit yakni berbagi pengalaman kepada saudara-saudara yang budiman. Barangkali ada suatu pelajaran yang dapat kita petik. Kejujuran apa adanya disampaikan,  walaupun akibatnya pahit, lebih baik daripada kita membuat semua orang senang, tetapi berpijak pada kebohongan dan kemunafikan belaka. Saya yakin di antara para pembaca pasti ada yang memiliki pengalaman spiritual berbeda dan lebih mendalam lagi. Karena Tuhan Maha Pemurah, Maha Adil, Maha Bijak, pasti melimpahkan segala rahmat, petunjuk, kemurahan, dan mukjizat, dalam wujud yang berbeda-beda kepada seluruh umat manusia makhluk ciptaanNya. Tanpa kecuali, dan tanpa membedakan apapun suku, bangsa, agama dan sistem kepercayaan anda. Pastilah anda memiliki dan pernah merasakan “sentuhan” Tuhan di mana Kekuasan dan Mukjizat Tuhan terasa begitu dekat dengan diri anda.

        Aku dapat bertanya apa saja tentang yang gaib. Semua jawaban beliau-beliau amat sangat gamblang, jelas, tegas, sangat memuaskan dahaga spiritualku. Lalu pada suatu waktu, sampailah saatnya “dibukakan” mata hatiku akan  rahasia besar, tentang Kebesaran Tuhan, tentang Keadilan Tuhan, tentang Kebijaksanaan Tuhan. Namun dengan berat hati saya belum bisa memaparkan bagaimana rahasia besar tersebut secara rinci dan detail. Tidak bijaksana kiranya saya mengungkap rahasia besar Dzat Ilahi  pada media ini, karena dapat menimbulkan fitnah. Saya terdorong untuk bersikap bijak, bisa “ngemong” bagi saudara-saudara kita yang belum cukup bekal landasan ilmu untuk memahami dengan arif dan bijaksana akan rahasia besar alam gaib.

          Ada kesadaran manusia mampu menembus lapis fenomena untuk mencapai lapis esensial, yang berkaitan dengan zakat, seperti yang terjadi di PEKANBARU, RIAUAKSI.com-Kebijakan penarikan zakat untuk guru di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru yang ditetapkan Wali Kota Pekanbaru mulai tahun 2013 lalu kembali mendapat penolakan dari para guru. Sejumlah guru menolak gajinya dipotong untuk pembayaran zakat.


         Alasan para guru ini, mereka ingin mengeluarkan sendiri zakatnya untuk diberikan kepada saudara terdekat. Bahkan beberapa di antaranya ada yang menggalang tanda tangan guru yang sepakat menolak pemotongan zakat."Kami setuju saja ada zakat, namun biar kami saja yang memberikannya karena di lingkungan kami sendiri lebih banyak orang yang kami nilai berhak untuk menerima zakat. Selain itu, dengan pemotongan ini gaji yang kami terima semakin kurang," ungkap salah seorang guru SMA Negeri 2 Pekanbaru yang tidak bersedia namanya disebutkan, Rabu (5/3/14).


         Menurut guru ini, saat ini para guru negeri di sejumlah sekolah lainnya juga sudah melakukan aksi yang sama menolak gajinya dipotong untuk zakat. Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Zulfadil sangat menyesalkan penolakan para guru ini. Menurutnya, satu orang guru saat ini rata-rata bisa menerima gaji dan tunjangan mencapai Rp7 juta sampai Rp8 juta per bulan. Sedangkan besaran zakat yang ditarik Pemko hanya 2,5 persen dari gaji pokok guru.

"Masa cuma dipotong satu bulan 100 ribu keberatan, sedangkan yang mereka terima besar. Kalau memang alasannya ingin memberikan zakat dimaksud kepada saudara atau tetangganya, mereka bisa merekomendasikannya," tandas Fadil. (R2/Des)

LEBIH DARI MAHA ADIL
LEBIH DARI MAHA BIJAKSANA
LEBIH DARI MAHA BESAR
LEBIH DARI MAHA KUASA
LEBIH DARI MAHA KASIH DAN PENYAYANG
LEBIH DARI MAHA LEMBUT
LEBIH DARI MAHA PEMURAH

ALANGKAH DAMAINYA DUNIA INI
JIKA SEMUA ORANG MENGALAMI SAMA DENGAN APA YANG PERNAH SAYA ALAMI
JIKA TUHAN MEMBERI KESEMPATAN KEPADA SELURUH MANUSIA
UNTUK MELIHAT RAHASIA KEKUASAAN“NYA”
PASTI LAH TAK KAN ADA LAGI PERANG ANTAR AGAMA
TAK KAN ADA LAGI DEBAT KUSIR SIAPA SEJATINYA TUHAN
TAK KAN ADA LAGI RASA KEBENCIAN DAN PERMUSUHAN ANTAR AGAMA
TAK KAN ADA LAGI SALING CURIGA DI ANTARA UMAT
SAYA TELAH MENDAPATKAN PEMAHAMAN YANG AMAT SANGAT BERHARGA,
SAMPAILAH PADA PEMAHAMAN BETAPA TUHAN ITU LEBIH DARI MAHA SEGALANYA,
DARI SEMUA WUJUD KE-MAHA-AN TUHAN
YANG TERTULIS DI DALAM KITAB SUCI DAN AGAMA MANA PUN.


         Menarik hal yang berlatarkan peristiwa penggusuran petani di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, menurut saya, merupakan hasil yang sempurna dari perubahan fakta menjadi kata. Demikian saya kutipan bagian pertama puisi tersebut:

Depan Kantor Tuan Bupati
Tersungkur Seorang Petani
Karena Tanah Adalah Tanah

Dalam Kantor Barisan Tani
Silapar Marah
Karena Darah Karena Darah

Tanah Dan Darah Memutar Sejarah
Dari Sini Njala Api
Dari Sini Damai Abadi

          Petikan bagian pertama sajak di atas, tampak kepiawaian Agam Wispi memainkan rima akhir dan rima tengah; mengutamakan bunyi kakofoni pada tiga bait itu.

 Sebagai monumen yang berkedudukan setara dengan fakta, dalam pertimbangan saya, puisi Agam Wispi dapat dipergunakan untuk membaca sejarah Indonesia—tentu dengan pendekatan metodologi dan epistemologi tertentu. Di sini, puisi sudah menempati posisi yang sama dengan manusia, yaitu sebagai saksi (bisu) sejarah!—hanya dengan membaca sajalah para pembaca menyadari apa yang terjadi di masa lalu; dan barangkali hal demikian masih juga terjadi di masa sekarang, dan yang akan datang. Ketika puisi sudah menjadi saksi (bisu) sejarah, maka batas antara kebenaran dan puisi pun menjadi semakin tipis—dan jika batas kebenaran dan puisi menjadi semakin tipis atau bahkan tidak ada lagi, maka tindakan menulis atau membaca puisi pada saat bersamaan adalah tindakan menulis atau membacakan kebenaran; dan ada yang menamakan tindakan demikian sebagai revolusi.

          Ini perenungan untuk siapapun yang merindukan makna ‘kebenaran hakiki’ dan sekaligus sebagai argumentasi bagi siapapun yang selalu mempermasalahkan apa itu ‘kebenaran hakiki’.
Saya ingin memberi argumentasi melalui analogi analogi di bawah berikuti ini :
         Suatu waktu disebuah desa ada perselisihan besar diantara berbagai element-golongan masyarakat tentang suatu permasalahan yang ujungnya adalah masing masing golongan merasa benar dengan pandangannya masing masing artinya diantara mereka tidak ada yang mau  dianggap salah,dan karena itu permasalahan itu menjadi seperti tak pernah usai,dan tak bisa diselesaikan oleh siapapun warga desa itu, sebab bila ada seorang warga desa yang mencoba ‘menghakimi’ salah satu fihak sebagai benar dan fihak lain sebagai salah maka sang warga itu yang malah balik dihakimi sebagai ‘golongan yang ada pada fihak tertentu’ dan pandangannya selalu ditolak dengan dalih ‘pandangan yang berasal dari pandangan golongan tertentu’(yang ada didesa itu).
Nah merasa bahwa permasalahan itu tak bisa diselesaikan oleh warga dan pandangan warga, maka beberapa orang warga berinisiatip membawa permasalahan itu kepada orang yang kedudukannya diatas warga dan pandangannya juga otomatis akan dianggap memiliki derajat yang berada diatas pandangan pandangan para warga yaitu sang kepala desa.
         Maka turunlah sang kepala desa ke lapangan menemui berbagai golongan warga yang bertikai.nah setelah sang kepala desa mendengar argumentasi dari masing masing golongan maka di ujung sang kepala desa membuat kesimpulan bahwa golongan A lah yang benar dan golongan B yang salah, tentu dengan argumentasi yang bisa diterima semua fihak.dan semua fihak menerima sebab mereka beranggapan pandangan sang kepala desa adalah ‘kebenaran’ hakiki yang harus diterima oleh semua fihak.nah ‘kebenaran hakiki’ versi sang kepala desa maksudnya adalah kebenaran tetap yang tak bisa diubah oleh warga,yang mengikat semuanya sehingga semua fihak mau tak mau harus menerimanya.
        Nah kejadian serupa terjadi ditingkat kecamatan sehingga sang camat turun tangan,sehingga lahir ‘kebenaran hakiki’ menurut sang camat,lalu terjadi di tingkat kabupaten sehingga lahir ‘kebenaran hakiki’ menurut bupati, dan demikian seterusnya hingga ke tingkat kepala negara. Nah ‘kebenaran hakiki’ selalu menunjuk kepada bentuk kebenaran tertinggi yang mengadili dan menghakimi semua atau beragam ‘kebenaran’ yang diperselisihkan oleh yang dibawah sehingga oleh yang diatas itu diadili mana yang benar dan mana yang salah.
         Nah bagaimana kalau perselisihan itu terjadi di seluruh dunia, di antara berbagai golongan penghuni bumi. bayangkan milyaran manusia dari berbagai golongan bangsa - agama dan kepercayaan serta ideology berselisih tentang masalah ‘kebenaran’ maka apakah masalah itu bisa diselesaikan oleh pandangan manusia atau oleh sebuah pandangan yang berasal dari manusia ? sebab bila ada seorang manusia yang mencoba menyelesaikan permasalahan mereka maka ia akan dianggap ‘bagian dari golongan tertentu’ atau akan dianggap ‘sama saja manusia’.





No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook