Sunday, March 23, 2014

Pendidikan untuk mengatasi, kemiskinan, Karena itu, berikan keterampilan.





LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN

Analisis  M.Rakib Ciptakarya.Pekanbaru Riau Indonesia



Pendidikan untuk mengatasi, kemiskinan,
Karena itu, berikan keterampilan.
Untuk menyongsong, masa depan.
Benar-benar meyakinkan.

IPS dan IPA,. Dipadatkan
         Kecerdasan agama, diterapkan
                Perdagangan bebas, jadi tantangan
               Etika dan HAM, dipertimbangkan

Kemiskinan, bangsa Indonesia  dilihat dari rendahnya mutu keterampilan daLAM PENDIDIKAN. latar belakang etnik atau kesukuan merupakan sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan disatukan sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka ragaman bahasa daerah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing etnik. Secara keseluruhan bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat yang pluralistik. Dengan kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik ditinjau dari segi akademik maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari sisi akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat membekali anak didik atau siswa pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu sosial sebagai basis dari pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga pendidikan atau persekolahan. Melalui pendidikan dan pengajaran IPS siswa diharapkan memiliki bakat dan minat terhadap ilmu-ilmu sosial dan dapat memecahkan persoalan-persoalan yang riil ketika mereka tamat pada jenjang persekolahan tertentu dan dapat hidup berinteraksi dalam lingkungan masyarakat sebagai insan pembangunan bangsa yang memiliki moral, pekerti yang baik dan mandiri. Keberehasilan pendidikan dan pengajaran IPS akan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan dan pengajaran IPS di Indonesia sudah mendapatkan landasan hukum yang kuat sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 2  UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang menegaskan bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Dengan dasar tersebut diatas pada kurikulum pendidikan dan pengajaran dibawah naungan Pendidikan Nasional terdapat kebijakan kurikulum mata pelajaran IPS , misalnya Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan Pendidikan dasar dan Menengah, sedangkan untuk lembaga pendidikan tinggi melalui surat Dirjen Dikti Nomor 30/DIKTI/KEP/2003, telah ditetapkan rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat di Pergurtuan Tinggi. Untuk Pendidikan dan Pengajaran IPS pada satuan Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/Mts) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, termasuk didalamnya kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pengajaran pada satuan pendidikan IPS diberikan secara terpadu. Pada tingkat SMA/MA pelajaran IPS bermuatan akademis dan masuk pada kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


Kajian Teoritis Landasan Filosofis Pemberantasan Kemiskinan Melalui Kurikulum Pendidikan IPS
Pengembangan suatu kurikulum haruslah memiliki landasan filosofis, dimaksudkan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implimentasinya. Filsafat pendidikan mengandung suatu nilai-nilai atau cita-cita masyarakat, berdasarkan cita-cita tersebut terdapat sebuah landasan, yang tidak lain mau dibawa kemana arah pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat.
Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsif – prinsif  pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok (1) Cita-cita masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan utama dalam mengembangkan kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan Filosofis.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum  Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :



1.      Esensialisme
Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan  bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa, pendidikan pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme. Proses belajar-mengajar yang dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan penguasaan disiplin ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada guru jika dibandingkan dari siswa. Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran IPS menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS pada aspek kognitif (pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif (sikap). Siswa belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
2.      Perenialsme
Perenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer of culture), seperti dalam Implementasinya pada  kurikulum IPS yang bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik dalam rangka menuju tercapainya  integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
3.      Progresivisme
Progresivisme; adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali  kepada siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.


4.      Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme; adalah aliran ini berpendapat  bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran. Dalam implementasi pembelajaran IPS , misalnya siswa mempelajari fakta-fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru. Misalnya dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang dan lainnya dalam aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif melihat fakta dan dapat mendifinisikannya.


Kesimpulan
Perkembangan istilah atau nama Social Studies pertama kali dimasukan secara resmi  kedalam   kurikulum sekolah  Rugby di Inggris  pada tahun 1827,  Dr. Thomas Arnold direktur  sekolah  tersebut  adalah  orang  pertama yang  berjasa  memasukan Social Studies kedalam kurikulum sekolah.  Pada awal abad ke – 20 sebuah Komite Nasional dari The National Education Assciation memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan sekolah menengah di Amerika Serikat. Tahun 1921 berdirilah “National Council for the Social Studies “ atau disingkat ( NCSS ),  sebuah organisasi professional yang secara khusus membina dan mengembangkan social  studies  pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, serta kaitannya dengan  disiplin ilmu – ilmu  sosial  dan disiplin ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic. Pada pertemuan ilimiah dalam sebuah seminar Nasional Indonesia tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah, dalam paparan seminar tersebut ditawarkanlah 3 (tiga) istilah untuk dimasukan dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Pertama; Istilah Pengetahuan sosial; kedua, Studi Sosial (Social Studies) dan ketiga , Ilmu Pengetahuan Sosial.

Pada tahun 1972 – 1973 sudah pernah dilakukan uji coba pertama konsep IPS masuk dipersekolahan Indonesia diterapkan pada kurikulum proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan geografi saja, sehingga dilakukan reeduksi mata pelajaran mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas saat itu dimasukan mata pelajaran ilmu social serumpun atau sejenis digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu perberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975 dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia. Tahun 1993 National Council for the Social Studies (NCSS) mengeluarkan definisi resmi yang membawa  social studies sebagai kajian yang terintegrasi dan  mencakup ilmu yang semakin luas.  NCSS memaparkan kurikulum standar untuk studi sosial menyediakan kerangka kerja yang dimusyawarahkan secara professional. NCSS pertamakali menerbitkan standar kurikulum nasional pada tahun 1994. Sejak saat itu standar kurikulum banyak digunakan diberbagai negara sebagai kerangka kerja bagi guru dan sekolah – sekolah untuk menyelaraskan kurikulum dan pembangunan dalam bidang pendidikan. Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994 -1995 merupakan pembenahan atas pelaksanaaan kurikulum 1984 setelah memperhatikan tuntutan perkembangan dan keadaan masyarakat saat itu, khususnya yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni. Pembenahan kurikulum ini didorong oleh amanat GBHN 1988 intinya antara lain  a) perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan; (b) perlunya persiapan perluasan wajib belajar pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan (c) perlunya segera dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menghendaki pelaksanaan program Pendidikan IPS yang powerful, hal tersebut dicirikan oleh pengembangan program Pendidikan IPS yang bermakna, integratif, berbasis nilai, menantang dan menerapkan prinsip belajar aktif. Pendidikan IPS bertujuan meningkatkan kecakapan hidup (life skills) siswa untuk menjadi kompetensi yang dapat digunakan dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pelaksanaan Kurikulum 2006 atau dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  mengacu pada standar nasional pendidikan; standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Salah satu dari delapan standar nasional pendidikan tersebut adalah Standar Isi (SI) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum disamping Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum  Mata Pelajaran IPS ” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Tahun 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut  berikut :
pertama; Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan  bahwa kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu Tujuan dari aliran esensialisme adalah menciptakan intelektualisme Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa.
kedua Perenialsme; adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara.
Ketiga;  Progresivisme; adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau pendidik. aliran Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali  kepada siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya.
Keempat; Rekonstruksionisme; adalah aliran ini berpendapat  bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik  dalam proses pembelajaran guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Saran – Saran
Guru IPS harus berperan aktif dalam tatanan kerja dimana saat ini sedang  dalam kemajuan belajar melalui Informasi  Teknologi, paling tidak guru IPS harus dipertautkan kembali dalam keterlibatan filosofis atau filsafat yang berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas ; pertama sikap reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati dan takut kepada pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap paling keranjingan  atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat menempati salah satu  titik utama  yang terletak diantara dua ekstreminitas tersebut. Agar jangan sampai dinilai oleh siswa sebagai guru yang kolot dan ketinggalan, sebaiknya guru atau pengajar harus banyak belajar seiring dengan kemajuan Informasi dan teknologi, karena perkembangan informasi Global membuka seluas-luasnya pelajaran di dunia maya, internet dan media massa, paling tidak guru mampu mengimbangi proses-belajar mengajar dengan memanfaatkan  peralatan teknologi sebagai alat pengajaran.




Mubazir, Depdiknas Terlalu Cepat Merubah Kurikulum
Kamis, 09 Agustus 2007, 03:21:39 WIB

Rakyat Merdeka. Akibat terlalu cepatnya perubahan kurikulum pendidikan oleh Dinas Pendidikan Nasional, makanya pengadaan buku yang sudah dibeli Disdikpora tak cocok lagi dengan Kurikulum Terpadu Standar Pendidikan (KTSP).

Demikian dikatakan Kepala Sekolah SD 001 Limapuluh Naguib Nasution, Rabu (8/8) di ruang kerjanya. Menurutnya Pemko dalam hal ini Disdikpora tidak salah, sebab seharusnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) itu berjalan sepuluh tahun baru ada perubahan.

''Tapi yang tak abis pikir kurikulum yang ditetapkan Dediknas, tahun 2004 lalu hanya berjalan dua tahun sampai tahun 2006 saja, sedangkan tahun 2007 ini dengan sitem KTSP,'' kata Naguib Nasution.

''Jadi tak ada yang bisa disalahkan, apakah Disdikpora maupun Pemko. Perubahan kurikulum itu yang menyebabkan buku itu tidak sesuai lagi,'' katanya.

Bukan pihak sekolah saja, malahan penerbit yang sudah mencetak ribuan dan miliaran jumlah buku merasa kecewa dengan keputusan perubahan kurikulum begitu cepat.

Dikatakannya, untuk kurikulum itu maksimalnya bisa berubah paling maksimal 10 tahun, misalnya dari tahun 1984 dan berubah kurikulumnya tahun 1994 dan dari 1994 berubah kurikulumnya tahun 2004. ''Sayangnya kurikulum 2004 baru saja berjalan, sudah berubah lagi tahun 2007,'' katanya.

Dikatakannya, buku yang dibagikan dan telah dibeli Pemko itu tidak sia-sia dan masih tetap bisa dipakai, sebagai buku esensial terutama materi-materi dasar. Bahkan untuk Matematika dan IPA masih bisa dipakai.

''Meskipun demikian bukan yang sudah diserahkan Disdikpora itu tetap dipakai, dan dipinjamkan kepada siswa jika ingin meminjamnya. Jadi tidak sia-siakan,'' tuturnya. esi/jpnn

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook