Friday, May 16, 2014

Kini Pohon Sudah Menjadi Pena, Laut Sudah Menjadi Tinta

Rakib dan Ramli Mahadun......




Drs.M.Rakib, S.H.,M.Ag. Jl.Ciptakarya Pekanbaru Riau
QS. Luqman 27, dan seri ini dibuka dengan ayat yang sama:

Wa law anna maa fi l-ardhi min syajaratin aqlaamun wa lbahri yamudduhu min ba'dihie sab'atun abhurin maa nafidat kalimaatu Llaahi 'aziezun hakiem.

Seandainya pepohonan di bumi jadi pena, dan laut kemudian ditambah lagi tujuh laut (menjadi tinta), niscaya tidak akan habis (dituliskan) kalimah Allah, sesungguhNya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana..
 
                  Ninik Mamak, orang sakti,
                  Menurut adat, zaman batu;
                  Jangan tuan, susah hati,
                  Niscaya Tuhan, akan membantu.


Anak labi, di rumpun pandan,
Beri makan, kelopak jantung;
Pada nabi, suri teladan,
Pada Tuhan,  kita bergantung.


                Nenek sihir, jalan perlahan,
                Menjual kemenyan, di hari  selasa;
                Kalau ada,  pertolongan Tuhan,
                Orang yang zalim, pasti binasa.


Kalau tuan, memetik rambai,
Rambai ada di ujung dahan;
Melalui pantun,  nasehat  disemai,
Haarga diri harus, dipertahankan.


Apa yang akan ditulis ini adalah aktual, tetap aktual. Yaitu mengenai kebesaran Allah. Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Allah tidak dapat dilihat dengan perangkat kasar, mata kasar. Allah hanya dapat dilihat dengan perangkat halus, mata batin. Namun kebesaran Allah, walaupun tidak dapat dilihat dengan mata kasar, alam ciptaan Allah dapat dilihat dengan mata kasar. Alam ciptaan Allah ini dapat menunjukkan kebesaran Penciptanya. Dalam Al Quran Allah membimbing manusia untuk dapat melihat kebesaran Allah, bukan sekadar yang kwalitatif, melainkan juga sampai-sampai kepada yang kwantitatif, seperti dalam S. Luqman 27 tersebut.

Saudaraku…,
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Pengetahuan Allah adalah meliputi segala sesuatu, sebagaimana penjelasan Al Qur’an berikut ini: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Thalaaq. 12).

Sementara kalimat-kalimat-Nya adalah tidak terbatas. Tidak mungkin bagi kita untuk menuliskan semuanya. Meski telah disediakan tinta sebanyak lautan yang ada di bumi ini untuk menuliskan kalimat-kalimat-Nya, maka pasti akan habis tinta itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat-Nya. Bahkan seandainya didatangkan tambahan tinta sebanyak itu lagi, tetap saja, pasti akan habis lagi tinta itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat-Nya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Al Qur’an dalam surat Al Kahfi berikut ini: “Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al Kahfi. 109).

Bahkan dalam ayat yang lainnya, diperoleh penjelasan bahwa seandainya pohon-pohon di bumi ini dijadikan pena dan laut menjadi tintanya untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah, kemudian ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tetap tidak akan pernah habis-habisnya dituliskan kalimat Allah tersebut. “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)-nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Luqman. 27)...
Sedangkan Al Qur’an itu sendiri, benar-benar datang dari Allah SWT., Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Oleh karena itu, janganlah kita termasuk orang-orang yang ragu-ragu.

“Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya*, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam”. (QS. Yunus. 37). *) Maksudnya: Al Qur’an itu menjelaskan secara terperinci hukum-hukum yang telah disebutkan dalam Al Qur’an itu pula.

Di sisi lain, ilmu pengetahuan yang kita miliki ternyata sangatlah terbatas. Semakin tinggi pendidikan kita, justru semakin menyadarkan kita, bahwa semakin banyak ilmu pengetahuan yang tidak kita ketahui. Teramat banyak ilmu pengetahuan yang tidak kita kuasai, karena pada kenyataannya kita memang tidak mungkin menguasai semua ilmu, meski setinggi apa-pun pendidikan kita. “... dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al Israa’. 85).

Ayat lain yang menggambarkan betapa ilmu kita (termasuk semua makhluk Allah yang lain) adalah sangat terbatas, adalah QS. Al Israa’ ayat 88. Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki, maka seandainya semua makhluk berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an (kitab suci yang benar-benar datang dari Allah, Tuhan yang ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu), niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Al Qur'an, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.


“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al Israa’. 88)…
Saudaraku…,
Perhatikan penjelasan Al Qur'an dalam surat An Naml ayat 88 berikut ini: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An Naml. 88)


Saudaraku…,
Ayat tersebut telah diturunkan ke muka bumi ini sekitar 15 abad yang lalu. Bisa dibayangkan, betapa pada saat itu akal manusia sungguh-sungguh sangat sulit untuk memahami bagaimana halnya gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya itu, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan.


Baru pada paruh kedua abad ke-20, akal manusia bisa memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya tersebut ternyata berjalan-jalan, yaitu setelah ditemukannya Teori Tektonik Lempeng* (
bahasa Inggris: Plate Tectonics) yaitu teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.


Pergerakan lempeng tersebut sebenarnya hanya mencapai 10-40 mm/a (secepat pertumbuhan
kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge*, ataupun mencapai 160 mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca*, namun dalam skala waktu geologis yang sangat lama (jutaan tahun), maka pergerakan / pergeseran lempeng tersebut (beserta lautan / benua di atasnya, termasuk gunung-gunung didalamnya) akan mencapai ribuan kilometer. Dari sini, barulah akal manusia bisa memahami bagaimana gunung-gunung yang kelihatannya tetap di tempatnya tersebut,
 



MIMPI MELIHAT ALMARHUM
AYAH TERSENYUM


Sabtu 17 Mei 2014 menjelang subuh, penulis bermimpi melihat al-marhum ayah tersenyum..
Rasanya masih di kampung (Penyalai Kuala Kampar Riau)…padahal kini peneulis baru saja menempati rumah baru milik sendiri, yang terindah dibandingkan rumah lainnnya..Nah dalam mimpi itu rasanya di kampung memakai lampu minyak tanah yang terbuat dari kaleng bekas..Suasana rasanya agak sedikit seram, karena di ujung kampung ada yang meninggal dunia…Ketika kami sedang asik berbicara,menjelang makan malam, tiba-tiba lampu minyak di arah dapur padam…”Siapa yang memadamkan?”, serentak kami bertanya..Tiba seorang anak kecil umur kira-kira delapan tahun, menirukan suara burung yang terkenal di tempat itu.

Kanya ;’‘”Awwwwak..Awwwak,” duakali, menirukan suara burung Uwak-Uwak. Spontan semuanya tertawa, tapi almarhum ayah rasanya yang paling lama tersenyum, bahkan penulis rasanya sempat melihat giginya yang indah karena ada sedikit hiasan platina…Setelah bangun pagi , selesai salat subuh, penulis terus menerus membayangkan senyum sang ayah ,,,ayah senyummmm,,,ayah senyum…(M.Rakib, Ciptakarya. Pekanbaru Riau Indonesia.)
M.Rakib dan Ramli Mahadun
 
Pernah kucoba, berladang padi,
Lima tahun, mengorbankan diri
Sambil sekolah, mencari rezeki,
Ke Airtiris, pergi mengaji.


Bagaimana beruang, duduk di kursi,
Seperti gajah, duduk di bangku,
Bagaimana orang, tidak korupsi,
Gaji sebulan, habis seminggu.


Di Pulau  jambu,menjahit sepatu
Duduk di bawah, pohon nangka.
Engkau dan aku adalah satu
Bersahabat dalam suka duka
===========================
Rusa mati, di lahan basah,
Kakinya putus, kena babat.
Bahasa itu, menunjukan bangsa
Bekerja keras,  punya martabat
===========================
Tanam padi,  di tengah sawah,
Sawah subur,  padi membentang..
Pagi hari,  pergi sekolah,
Sorenya bekrja, membanting tulang.


No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook