Monday, June 30, 2014

Memukul tangan salah satu anak mereka yang berusia 12 tahun, dihukum penjara sebulan



Ditangkap otoritas sekuler Swedia karena dituduh memukul tangan salah satu anak mereka yang berusia 12 tahun


Mendidik anak melaksanakan shalat, sepasang Muslim Malaysia ditahan otoritas Swedia
SWEDIA (Arrahmah.com) – Ribuan warga Malaysia tengah mendukung sebuah kampanye untuk membebaskan sepasang suami istri Muslim Malaysia yang ditangkap otoritas sekuler Swedia karena dituduh memukul tangan salah satu anak mereka yang berusia 12 tahun ketika anak itu tidak mau mengerjakan shalat.

Azizul Raheem Awalludin adalah seorang direktur Stockholm dari Dewan Pariwisata Malaysia di Swedia. Dia telah dimasukkan ke penjara selama lebih dari satu bulan bersama istrinya yang seorang guru, Shalwati Nurshal, karena mendidik anak mereka sesuai syariat Islam.
Mereka memukul anak mereka tanpa meninggalkan memar di tangannya sebagai wujud kasih sayang mereka untuk mendidiknya agar menjadi anak shaleh yang menjalankan perintah Allah.
Pengecaman umat Islam Malaysia atas penahanan keduanya pun meningkat tatkala empat anak mereka kemudian dikabarkan malah dititipkan kepada orang tua asuh non-Muslim, lansir Telegraph pada Kamis (23/1/2014).

Sebuah halaman Facebook yang mendukung pembebasan keduanya telah mengumpulkan lebih dari 14.000 pengikut dalam lima hari ketika adanya laporan media Malaysia yang menyatakan bahwa anak pertama Azizul dan Shalwati yang bernama Aisyah menyampaikan tidak nyaman tinggal di sebuah rumah di mana makanan haram disajikan. Selain itu, orang tua asuh non-Muslim mereka juga memelihara anjing di rumah.
“Meskipun mereka tidak memberi kami makan makanan yang haram, [tetapi] kami berbagi peralatan dan perabotan yang digunakan untuk [memasak] makanan haram,” katanya.
“Kami harus berjuang untuk diri kami sendiri. Setiap hari kami harus menggunakan transportasi umum seperti bus atau kereta api di tengah cuaca dingin. Kami tidak memiliki cukup pakaian hangat.”
Gadis itu juga mengeluhkan sikap pemerintah Swedia yang melarang dia dan adik-adiknya menemui kerabat mereka yang telah terbang ke Swedia untuk mengunjungi mereka.
Sementara orang tuanya yang ditahan otoritas Swedia telah meminta Dinas Sosial Swedia untuk mengizinkan anak-anak mereka untuk sementara diasuh oleh sebuah keluarga Muslim di kedutaan Malaysia di Swedia sampai kasusnya diselesaikan, menurut surat kabar Free Malaysia Today.
Rohani Abdul Karim, Menteri Malaysia untuk Keluarga mengatakan kepada media Malaysia bahwa pemerintah telah melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan kasus ini melalui hubungan diplomatik, “Kami percaya tidak ada kekerasan terhadap anak yang terjadi.”
“Itu mungkin hanya kesalahpahaman tentang orang tua yang mendidik anak-anak mereka dan menanamkan nilai-nilai agama Islam yang baik terhadap mereka sejak dini.”
Pemerintah Swedia yang diberitahu tentang “insiden” itu oleh pihak sekolah salah satu anak mereka terus menginvestigasi orang tua anak itu.
Swedia memiliki hukum yang ketat yang melarang segala hukuman fisik terhadap anak-anak. Dengan demikian banyak pengguna internet yang mempertanyakan bagaimana mungkin keluarga ini seakan tidak mengetahui undang-undang perlindungan tersebut, padahal diketahui bahwa mereka telah tinggal di negara itu selama tiga tahun. Dengan kata lain, banyak yang berpendapat bahwa mereka juga tidak mungkin melanggar batas-batas yang sudah begitu jelas.
Hukum Swedia tersebut benar-benar telah mengejutkan banyak orang di Malaysia, di mana para orangtua yang memukul anak-anak mereka dalam rangka mendidik dengan tegas tanpa kekerasan berlebihan telah diterima secara luas sebagai hal yang normal dan sesuai syariat.
Dalam Islam, pada saat usia anak menginjak 7 tahun, anak harus diajarkan untuk menjalankan praktek shalat. Ketika anak berusia 10 tahun, orangtua diperbolehkan memukul anak jika dia tidak melaksanakan shalat.
Pendidikan shalat pada anak usia 7 tahun ialah anak mulai dikenalkan dengan syarat sahnya shalat, rukunnya, dan larangan-larangannya. Orangtua dianjurkan untuk mengingatkan anak-anak mereka untuk shalat dengan cara halus dan penuh rasa cinta, dan belum diizinkan untuk memukul jika anak belum menurut untuk melaksanakan shalat.
Sementara pada saat anak menginjak usia 10 tahun, orangtua diizinkan untuk memukul anak mereka jika dia belum atau tidak mau melaksanakan shalat, dengan pukulan yang mendidik dan bukan dengan kekerasan.
Dalam hal memukul anak yang tidak melaksanakan shalat yaitu dilakukan dengan pukulan yang tidak melukai, tidak membuat kulit luka, atau tidak membuat tulang atau gigi menjadi patah, serta tidak memukul di bagian wajah. Pukulan tersebut tidak lebih dari sepuluh kali dan hanya bertujuan untuk mendidik dengan tegas.
Dari Umar bin Syu’aib berkata, Rasulullah Shalallahu Alayhi Wassalam bersabda: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah mereka apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud)
(banan/arrahmah.com)


 Fenomena sosial anak jalanan setelah krisis moneter dan ekonomi
masih sangat rawan dengan aneka permasalahan.
(39.861 anak jalanan yang dilaporkan survei Departemen Sosial tahun
1998, dari jumlah itu, 13 % mengalami putus sekolah).
Masalah anak lain yang perlu perhatian serius adalah timbulnya
pengungsi akibat konflik sosial dan politik, dan bencana alam di berbagai
wilayah Indonesia.
Sejauh ini hanya ada data jumlah pengungsi, namun tidak ada data
jumlah anak pengungsi berdasarkan klasifikasi usia dan jenis kelamin.
Akibatnya, bantuan hanya terfokus pada kebutuhan manusia dewasa.
Sangat sedikit bantuan yang mendukung perkembangan fisik dan psikis
anak serta membantu mengurangi trauma.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook