Sunday, June 8, 2014

M.RAKIB CIPTAKARYA RIAU INDONESIA 1.Apa pengertian abstrak?




PERSIAPAN UJIAN DISERTASI HUKUM ISLAM


M.RAKIB CIPTAKARYA RIAU INDONESIA


1.Apa pengertian abstrak?
Dari disertasi yang berjudul:  ANALISIS YURIDIS TENTANG KONSEP KEKERASAN PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP ANAK
OLEH  MUHAMMAD RAKIB. NIM  3089 110 0007
Kata Konkret dan Abstrak
Secara sederhana, Abstrak itu, menyimpan ide-ide yang banyak, pada tempat yang sedikit. Kata yang acuannya semakin mudah diserap oleh panca indra disebut kata konkrit.
Contoh: lemari, kursi, mobil, tampan. Jika acuannya sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak. Contoh: kebijakan, usulan, khayalan, impian.


Kata abstrak digunakan untuk menggungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.


Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkrit mempunyai referensi objek yang dapat diamati. Pemakaian dalam penulisan bergantung pada jenis dan tujuan penulisan. Karangan berupa deskripsi fakta menggunakan kata-kata konkrit, seperti: hama tanaman penggerak, penyakit radang paru-paru, Virus HIV. Tetapi karangan berupa klasifikasi atau generalisasi sebuah konsep menggunakan kata abstrak, seperti: pendidikan usia dini, bahasa pemograman, High Text Markup Language (HTML). Uraian sebuah konsep biasanya diawali dengan detil yang menggunakan kata abstrak dilanjutkan dengan detil yang menggunakan kata konkrit.

Contoh:
1.Pegawai Negri RI mendapatkan kenaikan sepuluh persen (kata konkrit)
2.Kebaikan (kata abstrak) seseorang kepada orang lain bersifat abstrak. (tidak berwujud atau tidak berbentuk)

3.kebenaran (kata abstrak) pendapat itu tidak terlalu tampak.

2.Apa fokus penelitian ini?

Fokus penelitian ini adalah konsep kekerasan terhadap anak, yang memberikan legitimasi terhadap hukuman memukul anak yang bersifat pendidik. Landasannya adalah hadis Abu Daud:

ABU DAUD (NO. 495) AHMAD (6650)
M.Rakib LPMP Riau Indonesia


BAGAIMANA CARANYA MEMUKUL ANAK YANG MENINGGALKAN SHALAT?

Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) telah meriwayatkan dari Amr bin Syu'aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
 مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ  (وصححه الألباني في "الإرواء"، رقم 247)
"Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni (1/357)
"Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh."
As-Subki berkata, "Wali bagi anak diwajibkan memerintahkan anaknya untuk melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun dan memukulnya (apabila masih belum melaksanakan shalat) saat mereka berusia sepuluh tahun.Kami tidak mengingkari wajibnya perintah terhadap perkara yang tidak wajib, atau memukul terhadap perkara yang tidak wajib. Jika kita boleh memukul binatang untuk mendidik mereka, apalagi terhadap anak? Hal itu semata-mata untuk kebaikannya dan agar dia terbiasa sebelum masuk usia balig."
(Fatawa As-Subki, 1/379)
 Maka anak kecil dan budak anak kecil diperintahkan untuk melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun dan dipukul saat mereka berusia sepuluh tahun. Sebagaimana mereka juga diperintahkan untuk berpuasa Ramadan dan dimotivasi untuk melakukan segala kebaikan, seperti membaca Al-Quran, shalat sunah, haji dan umrah, memperbanyak membaca tasbih, tahlil, takbir dan tahmid serta melarang mereka dari semua bentuk kemaksiatan.
Disyaratkan dalam masalah memukul anak yang tidak shalah yaitu pukulan yang tidak melukai, tidak membuat kulit luka, atau tidak membuat tulang atau gigi menjadi patah. Pukulan di bagian punggung  atau pundak dan semacamnya. Hindari memukul wajah karena diharamkan memukul wajah berdasarkan larangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Pukulan hendaknya tidak lebih dari sepulu kali, tujuannya semata untuk pendidikan dan jangan perlihatkan pemberian hukuman kecuali jika dibutuhkan menjelaskan hal tersebut karena banyaknya penentangan anak-anak atau banyak yang melalaikan shalat, atau semacamnya.
Dari Abu Burdah Al-Anshar, dia mendenar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Seseorang tidak boleh dipukul lebih dari sepuluh kali kecuali dalam masalah hudud (hukuman tetap) dari Allah Ta'ala." (HR. Bukhari, no. 6456, Muslim, no. 3222) 
Ibnu Qayim rahimahullah berkata,
"Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, 'Tidak boleh memukul lebih dari sepuluh kali kecuali dalam masalah hudud' maksudnya dalam hal jinayat (pidana kriminal seperti mencuri, dll) yang merupakan hak Allah.
Jika ada yang bertanya, "Kapan harus memukul di bawah sepuluh kali jika yang dimaksud hudud dalam hadits tersebut adalah jinayah?"
Jawabannya adalah saat seorang suami memukul isterinya atau budaknya atau anaknya atau pegawainya dengan tujuan mendidik atau semacamnya. Maka ketika itu tidak boleh memukul lebih dari sepuluh kali. Ini merupakan kesimpulan terbaik dari hadits ini." (I'lamul Muwaqqi'in, 2/23) 
Selayaknya hal tersebut dilakukan tidak di depan orang lain untuk melindungi kehormatan sang anak atas dirinya dan orang lain dari teman-temannya atau selainnya.
Juga hendaknya diketahui bahwa dalam perjalanan hubungan bapak dengan anak-anaknya dan pengajarannya bahwa sang bapak memukul sang anak semata-mata bertujuan agar dia taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tujuannya semata-mata untuk kebaikannya secara sempurna dan perhatiannya dalam mendidiknya sesuai ketentuan syari agar jangan sampai timbul perasaan benci sang anak terhadap perkara syar'i yang berat dia lakukan dan karena meninggalkannya dia dipukul.
Syekh Ibn Baz rahimahullah berkata,
 "Perhatikanlah keluarga dan jangan lalai dari mereka wahai hamba Allah. Hendaknya kalian bersungguh-sungguh untuk kebaikan mereka. Perintahkan putera puteri kalian untuk melakukan shalat saat berusia tujuh tahun, pukullah mereka saat berusia sepuluh tahun dengan pukulan yang ringan yang dapat mendorong mereka untuk taat kepada Allah dan membiasakan mereka menunaikan shalat pada waktunya agar mereka istiqomah di jalan Allah dan mengenal yang haq sebagaimana hal itu dijelaskan dari riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam."
(Majmu Fatawa Bin Baz, 6/46)
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan agar kita memerintahkan anak-anak kita melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, atau kita memukul mereka saat mereka berusia sepuluh tahun. Padahal ketika itu mereka belum berusia balig. Tujuannya adalah akar mereka terbiasa melakukan ketaatan dan akrab dengannya. Sehingga terasa mudah dilakukan apabila mereka telah besar dan mereka mencintainya. Begitupula dengan perkara-perkara yang tidak terpuji, tidak selayaknya mereka dibiasakan sejak kecil meskipun mereka belum balig, agar mereka tidak terbiasa dan akrab ketika sudah besar."
(Fatawa Nurun ala Darb, 11/386)
Beliau juga berkata,               
"Perintah ini bermakna wajib. Akan tetapi dibatasi apabila pemukulan itu mendatangkan manfaat. Karena kadang-kadang, anak kecil dipukul tapi tidak bermanfaat pukulan tersebut. Hanya sekedar jeritan dan tangis yang tidak bermanfaat. Kemudian, yang dimaksud pukulan adalah pukulan yang tidak melukai. Pukulan yang mendatangkan perbaikan bukan mencelakakan."
(Liqo Al-Bab Al-Maftuh, 95/18)
Beliau juga berkata,
"Tidak boleh dipukul dengan pukulan melukai, juga tidak boleh memukul wajah atau di bagian yang dapat mematikan. Hendaknya dipukul di bagian punggung atau pundak atau semacamnya yang tidak membahayakannya. Memukul wajah mengandung bahaya, karena wajah merupakan bagian teratas dari tubuh manusia dan paling mulia. Jika dipukul bagian wajah, maka sang anak merasa terhinakan melebihi jika dipukul di bagian punggung. Karena itu, memukul wajah dilarang."
Fatawa Nurun ala Darb (13/2)
Syekh Fauzan berkata,
"Pukulan merupakan salah satu sarana pendidikan. Sorang guru boleh memukul, seorang pendidik boleh memukul, orang tua juga boleh memukul sebagai bentuk pengajaran dan peringatan. Seorang suami juga boleh memukul isterinya apabila dia membangkang. Akan tetapi hendaknya memiliki batasan. Misalnya tidak boleh memukul yang melukai yang dapat membuat kulit lecet atau mematahkan tulang. Cukup pukulan seperlunya." Selesai dengan diringkas.
(Ighatsatul Mustafid Bi Syarh Kitab Tauhid, 282-284)
Penting juga diperhatikan bahwa pembinaan terhadap anak, bukan hanya karena dia meninggalkan shalat saja, tapi juga jika sikapnya meremehkan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya dan wajibnya. Kadang sang anak shalat, tapi shalatnya dia jamak, atau dia shalat tanpa wudhu, atau tidak benar shalatnya. Maka ketika itu hendaknya diajarkan semua perkara shalat dan memastikan bahwa dia menunaikan kewajiban, syarat dan rukunnya. Jika mereka lalai dalam sebagiannya, maka kita kuatkan lagi nasehatnya, diajarkan terus menerus. Jika masih juga lalai, boleh diperingatkan dengan pukulan hingga shalatnya benar.
3.Mengapa bahasa disertasi antar pragraf tidak nyambung no connected?
4.Apa temuan(tesis) penelitian anda?
Yang penulis temukan ialah: 1.Ternyata tidak semua pukulan dari guru atau orang tua terhadap anaknya termasuk kekerasan. Memukul anak yang tidak shalat tidakklah termasuk tindak kekerasan, karena tidak berbekas dan tidak di tempat yang sensitif..2.Ada midle theory yang menyatakan bahwa anak yang pernah dipukul di waktu kecilnya, akan lebih mandiri,dan lebih percaya diri..
5.Alasan mendasar peneltian ini dilakukan: 1.Karena banyaknya keluhan dari guru dan orang tua, mengapa memberikan hukuman untuk mendidik anak, justru dianggap melanggar HAM, bahkan bisa dimasukkan ke penjara..2.Ada keinginan di hati penulis untuk membela nasib guru-guru yang kurang mendapatkan perlindungan hukum, ketika mendidik muridnya yang bermasalah. Berguna sebagai masukan kepada Depdikbud, Kementerian Agama dan guru-guru di sekolah.
6.Apa buku pokok yang anda pakai?
7.Pendekatan ilmu apa yang anda gunakan?
Saya gunakan pendekatan sosiologi hukum
SOSIOLOGI HUKUM untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang Itali yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882. Sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli, baik di bidang filsafat hukum, ilmu maupun sosiologi.[1] Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang pesat. Ilmu ini diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang berlaku artinya isi dan bentuknya berubah-ubah menurut waktu dan tempat, dengan bantuan faktor kemasyarakatan. Adapun pengertian dari sosiologi hukum itu sendiri antara lain:
1.    Soerjono Soekanto
Ø Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik antara  hukum dengan gejala-gejala lainnya.
2.    Satjipto Raharjo
Ø Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial.
3.    R. Otje Salman
Ø Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
4.    H.L.A. Hart
Ø H.L.A. Hart tidak mengemukakan definisi tentang sosiologi hokum. Namun, definisi yang dikemukakannya mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hokum memngandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan (secondary rules).[2] Aturan utama merupakan ketentuan informal tentang kewajiban-kewajiban warga masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup sedangkan aturan tambahan terdiri atas :
a.    Rules of recognition, yaitu aturan yang menjelaskan aturan utama yang diperlukan berdasarkan hierarki urutannya,
b.    Rules of change, yaitu aturan yang mensahkan adanya aturan utama yang baru.
c.    Rules of adjudication, yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu apabila suatu aturan utama dilanggar oleh warga masyarakat.

   Ruang lingkup; Metode, Kajian, Obyek sosiologi hokum
  Dalam beberapa hukum dan sosiologi sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk praktik professional memiliki kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali berbeda dalam tujuan dan metodenya. Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial. Perhatian utamanya adalah masalah preskriptif dan teknis. Sedangkan sosiologi memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial.[3] Meskipun demikian, kedua disiplin ini memfokuskan pada seluruh cakupan bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-hubungan sosial. Dan dalam praktiknya kriteria yang menentukan hubungan mana yang signifikan seringkali sama, yang berasal dari asumsi-asumsi budaya atau konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan yang sama.
Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian fenomena hukum, dituliskan oleh Curzon, bahwa Roscou Pound menunjukan studi sosiologi hukum sebagai studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat pengendalian sosial. Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai suatu ilmu deskriptif, yang memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan dengan perangkat hukum dengan tugas-tugasnya. Ia memandang hukum sebagai suatu produk sistem sosial dan alat untuk mengendalikan serat mengubah sistem itu.
Kita dapat membedakan sosiologi hukum dengan ilmu normatif, yaitu terletak pada kegiatannya. Ilmu hukum normatif lebih mengarahkan kepada kajian law in books, sementara sosiologi hukum lebih mengkaji kepada law in action[4]. Sosiologi hukum lebih menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif, sementara ilmu hukum normatif lebih bersifat preskriptif. Dalam jurisprudentie model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan atau produk aturan, sedangkan dalam sociological model lebih mengarah kepada struktur sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan metode kajian yang lazim dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara yang menjadi objek sosiologi hukum adalah :
1.      Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya atau Government Social Control. Dalam hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah khusus yang berlaku serta dibutuhkan, guna menegakkan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang berusaha membentuk warga masyarakat sebagai mahluk sosial. Sosiologi hukum menyadari eksistensinya sebagai kaidah sosial yang ada dalam masyarakat.

C.    Pengaruh dari Sejarah Hukum dan Filsafat Hukum.
Filsafat hukum dan ilmu hukum adalah dua hal besar yang mempengaruhi sosiologi hukum. Akan tetapi, hukum alamlah yang merupakan basis intelektual dari sosiologi hukum. Seorang tokoh yang terkemuka dari mazhab sejarah yaitu Carl Von Savigny (1779-1861) berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volgeist). Ia berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan dari pembentuk undang-undang.[5] Ia menantang kodifikasi hukum Jerman. Keputusan-keputusan badan legislatif, menurutnya membahayakan masyarakat karena tidak sesuai dengan dengan kesadaran hukum masyarakat.
Di abad ke-18 analisis rasional terhadap hukum tampil dengan sangat kuat, demikian pula dengan pengikatan kepada asas-asas dalam hukum. gabungan antara keduanya melahirkan cara berfikir dedukatif yang mengabaikan kenyataan sejarah dengan kekhususan yang ada pada bangsa-bangsa. Analisis hukum yang sedemikian itu mengabaikan lingkungan sosial hukum. [6]  Beberapa prinsip yang mencerminkan keterkaitan antara hukum dan basis sosialnya adalah sebagai berikut :
Ø  Hukum itu tidak dibuat, melainkan ditemukan. Pertumbuhan hukum itu pada hakikatnya merupakan proses yang tidak disadari dan organik. Hukum tidak dapat dilihat sebagai suatu institusi yang berdiri sendiri, melainkan semata-mata suatu proses dan perilaku masyarakat sendiri. Hanya kitalah yang melihat hukum itu sebagai suatu institusi yang terpisah dengan semua atribut dan konsep otonominya. Apa yang sekarang disebut sebagai hukum adalah putusan arbiter yang dibuat oleh badan legislatif.
Ø  Hukum itu tumbuh dari hubungan-hubungan hukum yang sederhana pada masyarakat primitif sampai menjadi hukum yang besar dan kompleks dalam peradaban modern. Kendati demikian, perundang-undangan dan para ahli hukum hanya merumuskan hukum secara tekhnis dan tetap merupakan alat dari kesadaran masyarakat (poular consciousness).
Ø  Hukum tidak mempunyai keberlakuan dan penerapan yang universal. Setiap bangsa memiliki habitat hukumnya, seperti mereka memiliki bahasa adatnya. Volksgeist (jiwa dari rakyat) itu akan tampil sendiri dalam hukum suatu bangsa.
Aliran sejarah memiliki kelemahan yang terletak pada konsepnya mengenai kesadaran hukum yang sangat abstrak. Pengkajian yang menolak untuk melihat hukum berdasarkan peraturan, tetapi lebih melihatnya berdasarkan masyarakat sebagaimana dianut oleh aliran sajarah, tetap tenggelam dibawah arus normatif-positivistis yang kuat diabad ke-19. Lain halnya dengan fisafat hukum yang memiliki fahamnya sendiri bagi kelahiran sosiologi hukum. Pemikiran filsafat selalu berusaha untuk menembus hal-hal yang dekat dan secara terus-menerus mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tuntas (ultimate). Oleh karena itu, filsafat hukum jauh mendahului sosiologi hukum apabila ia mempertanyakan keabsahan dari hukum positif. Pikiran-pikiran filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum, oleh karena scara tuntas dan kritis, seperti lazimnya watak filsafat, menggugat sistem hukum perundang-undangan. Pikiran filsafat tersebut juga dapat dimulai dari titik yang jauh yang tidak secara langsung menggugat hukum positif.[7] Seperti yang dilakukan oleh Gutav Radbruch dengan tesis “tiga nilai dasar hukum” yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.
Pengaruh yang khas dari filsafat hukum terlihat jelas pada kegiatan untuk menetralkan atau merelatifkan dogmatika hukum, tekanannya lebih diletakan bereaksinya atau berprosesnya hukum (law in action).[8] Roscou Pound berpendapat bahwa hukum merupakan suatu proses yang mendapatkan bentuknya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan. Ia mengedepankan idenya tentang hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, sorotan yang terlalu besar pada aspek statis dari hukum yang harus ditinggalkan. selain Pound, Cardozo berpendapat, bahwa hukum bukanlah penerapan murni dari peraturan perundang-undangan. Pad hukum berpengaruh pula kepentingan-kepentingan sosial yang hidup dalam masyarakat. Secara filosofis, fungsi dari sosiologi hukum adalah menguji apakah benar peraturan perundang-undangan yang dibuat dan berfungsi dalam masyarakat.



[1] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, hlm, 109.
[2]  Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm, 1-2
[3]  Roger Cotterrel, Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of  Law), Nusa Media, Bandung, 2012, hlm. 6
[4]  Yesmil Anwar dan Adang, Op.Cit, hlm 128.
[5]  Yesmil Anwar dan Adang, Op.Cit, hlm. 122
[6]  Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hlm. 15-16
[7]  Ibid, hlm 17
[8] Yesmil Anwar dan Adang, Op.Cit, hlm. 126
Diposkan oleh Junaidi Maulana di 07.18
8.Pendekatan yang digunakan pada penelitian adalah
Pendekatan suatu penelitian ditentukan berdasarkan jenis penelitian apa yang kita lakukan. Jadi jenis-jenis pendekatan juga dapat dikelompokkan berdasarkan jenis penelitian yang kita lakukan.
Jenis-jenis Pendekatan
1. Jenis Pendekatan menurut Teknik Samplingnya
Jenis pendekatan ini menggunakan objek yang diteliti dalam menggambil pendekatan suatu penelitian.
a. Pendekatan Populasi.
Dalam pendekatan populasi, peneliti menggunakan populasi atau seluruh komponen dari subjek penelitian sebagai sumber data dalam penelitian tersebut. Jadi yang menjadi target pendekatan penelitian ini adalah populasi.
b. Pendekatan Sampel
Seringkali terjadi bahwa peneliti tidak dapat melakukan studi terhadap semua anggota yang menjadi objek penelitian, sehingga mereka hanya mampu mengambil sebagian dari populasi (sampel), dalam penelitian ini biasanya digunakan pendekatan sampel. Pendekatan ini biasanya diterappkan terhadap penelitian yang populasinya cukup besar sehingga untuk mengumpulkan datanya membutuhkan tenaga, pemikiran, dan/atau dana yang besar sehingga menyulitkan peneliti dalam mengumpulkan datanya.
c. Pendekatan Kasus
Penelitian kasus adalah penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang suatu keadaan tertentu yang ada sekarang dan interaksi linkungan suatu unit sosial: individu, kelompok lembaga atau masyarakat.
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu. Misalnya, mempelajari secara khusus anak nakal, anak yang tidak bisa bergaul dengan orang lain atau anak yang selalu gagal belajar.
Peneliti memilih salah satu kasus dan mempelajarinya secara mendalam dan dalam jangka waktu tertentu. Artinya peneliti mengungkap semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan hal tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan.
2. Jenis Pendekatan menurut Timbulnya Variabel
a. Pendekatan Non-eksperimen (Penelitian Deskriptif)
Pendekatan Non-eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan/menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi). Misalnya, penelitian mengenai kemunduran prestasi belajar siswa, kemunduiran rasa tanggung jawab.
b. Pendekatan Eksperimen
Pendekatan Eksperimen adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel-variabel yang akan datang.
Pendekatan Eksperimen/eksplanatori adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi secara tertentu.
Jadi pendekatan ekperimen adalah penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian eksperimen.
3. Jenis Pendekatan menurut Pola-pola atau Sifat-sifat Non-Eksperimen
a. Pendekatan Kasus (case-studies)
Selain dapat dikumpulkan dari berbagai sumber pustaka yang telah ada, pengumpulan data suatu penelitian dapat pula dilakukan dengan mengadakan kuliah kerja (field work). Salah satu bentuk dari kuliah kerja itu adalah case study, yang dalam sejarah pertumbuhannya mula-mula dipergunakan untuk menggambarkan dan menunjang suatu pendapat atau dalil. Pendekatan ini digunakan untuk memecahkan suatu problema melalui pengumpulan data dalam bentuk beberpa case yang kongkret dan terperinci.
b. Pendekatan Kausal-Komparatif
Pendekatan Kausal-Komparatif adalah penelitian yang dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara berdasarkan atas pengamatan terhadap akibat yang ada, mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu. Hal ini berlainan dengan metode eksperimental yang mengumpulkan datanya pada waktu kini dalam kondisi yang dikontrol. Misalnya, penelitian sikap santai siswa dalam kegiatan belajar, mungkin menyebabkan banyaknya lulusan pendidikan tertentu yang tidak mendapat lapangan kerja.
c. Pendekatan Korelasi
Penelitian korelasional adalah penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Jadi dalam menggunakan pendekatan ini, peneliti dituntut mempelajari dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variabel dalam satu variabel berhubungan dengan variabel lain. Misalnya, studi mempelajari hubungan antara skor pada tes masuk perguruan tinggi dengan indeks prestasi.
d. Pendekatan Histori
Pendekatan historis yaitu usaha untuk mempelajari dan mengenali fakta-fakta dan menyusun kesimpulan mengenai peristiwa-peristiwa masa lampau. Disini peneliti dituntut menemukan fakta, menilai dan menafsirkan fakta yang diperoleh secara sistematis dan objektif untuk memahami masa lampau. Temuan-temuan masa lampau tersebut dapat dijadikan bahan untuk masa yang sekarang dan meramalkan peristiwa yang akan datang.
4. Jenis Pendekatan menurut Model Pengembangan atau Model Pertumbuhan
a. One-shot model yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data pada suatu saat. Misalnya, penelitian yang dilakukan untuk meneliti perkembangan motorik pada anak usia 1 tahun, penelitian dilakukan pada satu waktu terhadap satu kelompok.

9.Apa itu grand theories
1.    Grand Theory
Pada tataran grand theory digunakan teori kredo. Teori kredo atau syahadat yaitu teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum Islam oleh mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai konsekuensi logis dari pengucapan kredonya.[1] Teori ini sesungguhnya kelanjutan dari prinsip tauhid dalam filsafat hukum Islam. Prinsip tauhid yang menghendaki setiap orang yang menyatakan dirinya beriman kepada ke-Maha Esaan Allah ta’ala, maka ia harus tunduk kepada apa yang diperintahkan Allah ta’ala dalam hal ini taat kepada perintah Allah ta’ala dan sekaligus taat kepada Rasulullah SAW dan sunnahnya.

Teori Kredo ini sama dengan teori otoritas hukum yang dijelaskan oleh H.A.R. Gibb.[2] Ia menyatakan bahwa orang Islam yang telah menerima Islam sebagai agamanya berarti ia telah menerima otoritas hukum Islam atas dirinya. Teori Gibb ini sama dengan apa yang telah diungkapkan oleh imam madzhab seperti Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah ketika mereka menjelaskan teori mereka tentang Politik Hukum Internasional Islam (Fiqh Siyasah Dauliyyah) dan Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). Mereka mengenal teori teritorialitas dan non teritorialitas. Teori teritorialitas dari Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa seorang muslim terikat untuk melaksanakan hukum Islam sepanjang ia berada di wilayah hukum di mana hukum Islam diberlakukan. Sementara teori non teritorialitas dari Imam Syafi’i menyatakan bahwa seorang muslim selamanya terikat untuk melaksanakan hukum Islam di mana pun ia berada, baik di wilayah hukum di mana hukum Islam diberlakukan, maupun di wilayah hukum di mana hukum Islam tidak diberlakukan.

Sebagaimana diketahui bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia adalah penganut madzhab Syafi’i sehingga berlakunya teori syahadat ini tidak dapat disangsikan lagi. Teori Kredo atau Syahadat ini berlaku di Indonesia sejak kedatangannya hingga kemudian lahir Teori Receptio in Complexu di zaman Belanda.
Intisari dari teori ini adalah bahwa setiap muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan seluruh hukum Islam sebagai bentuk konsekuensi syahadatnya. Namun dalam prakteknya ternyata banyak umat Islam yang tidak bisa melaksanakan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Islam. Oleh karena itu teori ini tidak mengaitkannya dengan tradisi dan budaya yang ada di masyarakat sehingga diperlukan teori lainnya untuk menjelaskan deskripsi dari penelitian ini.
Namun, teori kredo ternyata belum mampu untuk menjelaskan mengenai penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat. Karena dalam faktanya walaupun mereka telah memeluk agama Islam namun dalam kehidupan sehari-hari tidak semua hukum Islam mereka laksanakan. Oleh karena itu diperlukan teori lain untuk bisa menjelaskan obyek penelitian ini yang akan dituangkan dalam middle theory.  
2.    Middle Theory
Penyerapan hukum Islam oleh masyarakat adat adalah sebuah fenomena yang terjadi di Indonesia. Maka untuk mendeskripsikan fenomena ini peneliti menggunakan teori resepsi (receptie) sebagai Middle theory. Teori ini digunakan untuk menjelaskan lebih lanjut masalah penyerapan hukum Islam oleh masyarakat di Indonesia maka. Teori resepsi adalah teori mengenai penyerapan hukum Islam oleh masyarakat Indonesia karena beberapa alasan, sebagian karena kesadaran akan konsekuensi syahadatnya, sebagian karena peraturan dari pemerintah menghendaki demikian dan karena kondisi lingkungan mengharuskan hal tersebut.
Penyerapan hukum Islam oleh masyarakat di Indonesia telah menarik  perhatian beberapa cendekiawan dari Belanda untuk melakukan studi dengan tema ini. Maka munculah beberapa teori mengenai hal ini yaitu teori receptio in complexu dan theory receptie. Kedua teori ini setelah masa kemerdekaan dikritik oleh para ahli hukum dalam negeri dengan theory receptie exit dan theory receptio a contrario. Berikut adalah pembahasannya:    
Teori pertama tentang penyerapan hukum adalah teori receptio in complexu yang dirumuskan oleh Lodewijk Willem Cristian Van Den Berg (1845-1927).[3] Sebelumnya teori ini juga disebutkan oleh H.A.R. Gibb, Menurut teori ini bagi orang Islam yang berlaku penuh adalah hukum Islam sebab dia telah memeluk Islam walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Secara fakta teori Berg lebih rinci dibandingkan teori yang dikemukakan H.A.R. Gibb, sebab prakteknya hingga sekarang umat Islam di Indonesia masih banyak yang belum taat dalam menjalankan ajaran Islam. Ketaatan mereka masih terbatas pada shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji, sedangkan ajaran Islam lainnya masih kurang diperhatikan misalnya ajaran Islam tentang ekonomi dan perbankan Islam.[4]
Teori penerimaan hukum ini kemudian dikenal dengan istilah receptio in complexu yaitu penerimaan hukum Islam secara keseluruhan oleh masyarakat yang beragama Islam. Karakteristik dari teori ini adalah:
1.        Hukum Islam dapat berlaku di Indonesia bagi pemeluk Islam
2.        Umat Islam harus taat pada ajaran Islam
3.        Hukum Islam berlaku universal pada berbagai bidang ekonomi, hukum pidana dan hukum perdata.[5]
Teori ini menjadi acuan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah penjajah waktu itu dengan dikeluarkannya peraturan dalam Regeering Reglement (RR) th.1855, Statsblad 1855 Nomor 2. RR merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Bahkan dalam ayat 2 pasal 75 RR itu ditegaskan: ”Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia itu atau dengan mereka yang dipersamakan dengan mereka maka mereka tunduk kepada hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang agama (godsdienstige wetten) atau ketentuan-ketentuan lama mereka”.
Teori ini kemudian digantikan oleh teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku apabila hukum adat menghendaki hal tersebut. Teori ini merupakan hasil dari penelitian Christian Snouck Hurgronye (1857-1936) yang dilakukan di Aceh dan Gayo. Ia menyimpulkan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku ketika telah diterima (receptie) oleh hukum adat. Teori ini tidak lepas dari kepentingan bangsa penjajah waktu itu yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam di Indonesia. Teori ini kemudian dikuatkan oleh kebijakan pemerintah kolonial dengan dikeluarkannya Wet op De Staatsregeling (IS) atau IS (Indische Staatsregeling) tahun 1929 Pasal 134 ayat (2) yang berbunyi: ”Dalam hal terjadi masalah perdata antar sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh Hakim agama Islam apabila hukum adat mereka menghendakinya”.
 
Teori ini mendapat pertentangan yang sengit dari kalangan umat Islam dan juga tokoh-tokoh hukum Belanda, Hazairin menyebut teori ini sebagai teori Iblis karena telah mematikan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Sementara Mr. Scholten van Oud Haarlem menulis sebuah nota kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap Bumiputera sebagai pencegahan terhadap perlawanan yang akan terjadi, maka diberlakukan pasal 75 RR (Regeering Reglement) suatu peraturan yang menjadi dasar bagi pemerintah Belanda untuk menjalankan kekuasaannya di Indonesia, S. 1855: 2 memberikan instruksi kepada pengadilan agar tetap mempergunakan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan itu sejauh tidak bertentangan dengan kepatutan dan keadilan yang diakui umum.
Teori yang dirumuskan Hazairin dikenal dengan teori receptie exit yang berarti bahwa setelah Indonesia merdeka dan setelah UUD 1945 dijadikan UUD negara, maka walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan ajaran receptie tidak berlaku lagi karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945. Setelah Proklamasi, kemudian Undang-undang Dasar 1945 dinyatakan berlaku yang di dalamnya ada semangat merdeka di bidang hukum. Dengan peraturan peralihannya guna menghindari kevakuman hukum masih diberlakukan ketentuan-ketentuan hukum dan bangunan-bangunan hukum yang ada selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 1945. Beliau berpendapat bahwa banyak aturan pemerintah Hindia Belanda yang bertentangan dengan UUD. Pertentangan tersebut terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Alinea ke III dan Alinea ke IV serta pada Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945. Kesimpulan dari teori ini adalah:
1.    Teori receptie telah patah, tidak berlaku dan exit dari tata negara Indonesia sejak Tahun 1945 dengan merdekanya bangsa Indonesia dan memulai berlakunya UUD 1945 dan dasar negara Indonesia. Demikian pula keadaan itu setelah adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali pada UUD 1945.
2.    Sesuai dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 1 maka negara Republik Indonesia berkewajiban membentuk hukum nasional Indonesia bahannya adalah hukum agama. Negara mempunyai kewajiban kenegaraan untuk itu.
3.    Hukum agama yang masuk dan menjadi hukum Nasional Indonesia itu bukan hukum Islam saja, melainkan juga hukum agama lain untuk pemeluk agama lain. Hukum agama di bidang hukum perdata dan hukum pidana diserap menjadi hukum nasional Indonesia. Istilah hukum baru Indonesia dengan dasar Pancasila.

10.Penelitian ini, apa intinya?


Inti penelitian terdapat pada bab 1, karena : Bab ini lazimnya merupakan penjelmaan dari proposal yang telah diajukan dan disetujui oleh pembimbing. Isi bab I ini akan menjadi cermin dari keseluruhan penelitian/ karya tulis ilmiah yang ditulis.

1.1 Latar Belakang
Berisi tentang apa saja yang menjadi latar belakang timbulnya permasahan, alasan mengapa masalah (topik) tersebut penting dan perlu diteliti.

1.2 Perumusan Masalah
Rumusan secara konkrit masalah yang ada, dalam bentuk pertanyaan.

1.3 Tujuan Penelitian
Memuat maksud dan tujuan penelitian yang tidak terlepas dari masalah yang akan diteliti.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian seyogianya berisi tentang manfaat penelitian bagi ilmu pengetahuan dan seyogianya dapat dimanfaatkan bagi masyarakat.


1.5 Sistematika Penulisan
Menjelaskan mengenai tahapan penulisan penelitian dari bab ke bab.
11.Apa perlunya sepuluh disertasi lain dibaca sebelum membuat disertasi sendiri?

Disertasi Lihatlah…kerangka teorinya..
Pengertian Literature Review ?
Merupakan analisa berupa kritik (membangun maupun menjatuhkan) dari penelitian yang sedang dilakukan terhadap topik khusus atau pertanyaan terhadap suatu bagian dari keilmuan.

Mengapa Melakukan Literature Review?
1.  Membentuk sebuah kerangka teoritis untuk topik/bidang penelitian
2.  Menjelaskan definisi, kata kunci dan terminology
3.  Menentukan studi, model, studi kasus yang mendukung topik
4.  Menentukan lingkup penelitian
–     Menunjukkan bahwa penulis memahami area penelitian dan mengetahui isu-isu utama penelitian, serta bahwa peneliti memiliki kompetensi, kemampuan, dan latar belakang yang pas dengan penelitiannya.
–     Menunjukkan kesinambungan dengan penelitian terdahulu dan bagaimana kaitannya dengan penelitian saat ini.
–     Mengintegrasikan dan menyimpulkan hal-hal yang diketahui dalam area penelitian tersebut.
–     Belajar dari orang lain dan menstimulasi ide-ide baru.

Langkah – langkah dalam Literature Review?

Langkah1: Formulasikan Permasalahan
  • Pilihlah topik yang sesuai isu dan minat
  • Permasalahan harus ditulis secara lengkap dan tepat
Langkah 2: Cari Literatur
  • Cari literatur yang relevan dengan penelitian
  • Dapatkan gambaran(overview) topik penelitian
  • Sumber sumber penelitian sangan membantu bila didukung pengetahuan topik yang dikaji.
  • Sumber sumber tersebut berikan gambaran/ringkasan penelitian sebelumnya
Langkah 3: Evaluasi Data
  • Lihatlah kontribusi apa saja terhadap topik yang dibahas
  • Cari dan temukan sumber data yang tepat sesuai kebutuhan guna mendukung penelitian
  • Data bisa berupa data kualitatif, data kuantitatif maupun data yang berasal dati kombinasi keduanya
Langkah 4: Analisis dan Interpretasikan
  • Diskusikan dan temukan serta ringkas literatur

Bagaimana Melakukan Teknik Review Literature?
  1. Cari kesamaannya (compare)
  2. Cari ketidaksamaannya (contrast)
  3. Berikan pandangan (criticize)
  4. Bandingkan (synthesize)
  5. Ringkasan (summarize)

Bagaimana Mencari Sumber –Sumber ?
  1. Publikasi paper dijurnal nasional dan internasonal
  2. Tesis (S2), penulis ilmiah yang sifatnya mendalam dan mengungkapkan suatu pengetahuan baru yang diperoleh melalui penelitian
  3. Disertasi (S3), merupakan penulisan ilmiah tingkat tinggi untuk dapatkan gelar Doktor Falsafah (ph.D). Disertasi berisi fakta berupa penemuan dari penulis berdasarkan metode dan analisis yang dapat dipertahankan kebenarannya
  4. Jurnal, Hasil hasil konferensi. Jurnal biasanya dihunakan sebagai bahan sitiran (sitasi) utama dalam penelitian karena jurnal memuat suatu informasi baru yang bersifat spesifikasi dan terfokus pada pemecahan masalah pada suatu topik penelitian
  5. Majalah, pamflet, kliping. majalah ilmiah merupakan sumber publikasi yang biasanya berupa teori, penemuan baru maupun berupa materi materi yang sedang populer dibicarakan dan diteliti
  6. Abstrak hasil penelitian
  7. Prosiding (proceedings). Pengambilan prosiding sebagai bahan literatur bisa memudahkan peneliti karena adanya kolaborasi antara peneliti dengan penulis prosiding yang mungkin berada astu Institusi, komuniti, peer group yang sama.
  8. Website yang memuat literatur ilmu komputer seperti, http://citeseer.nj.nec.com/cs, dan lainnya

Bagaimana Menulis Acuan dan Daftar Pustaka ?                    
Buku

D. Sarunyagate, Lasers, New York: McGraw Hill, 1996.

V. Hill,  The Structure of Metals, 3rd ed., Oxford: Pergamon Press, 1998,pp 126 – 230.

Austroads, Rural Road Design: Guide to the Geometric Design of Rural Roads, Sydney: Austroads, 1999.
Paper Jurnal

K. P. Dabke and K. M. Thomas, “Expert system guidance for library users,” Library Hi Tech,vol. 10, (1-2), pp. 53-60, 1992.
Tesis atau Disertasi

S. Birch, “Dolphin-human interaction effects: frequency mediated psychophysiological responses in biological systems,” doctoral dissertation, Dept. Electrical and Computer Systems Engineering, Monash University, Victoria, Australia, 1997.
Website

Pemerintah Kabupaten Cianjur. (undated). [Online]. Viewed 2011 September 30. Available: http://www.cianjurkab.go.id

Wikipedia. (undated). Sistem Diteksi Intrusi. [Online]. Viewed 2011 September 21. Available:http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_deteksi_intrusi
]
E. Kusmayadi. (2011, Oktober). Pengujian Web Dengan Serangan Denial of Service. [Online]. vailable: http://kuzmayadi.wordpress.com/2011/10/02/serangan-denial-od-service/
Buku Online

J.Jones. (1991). Networks. (2nd ed) [Online]. Available:  http://www.atm.com
Paper Jurnal Online
Ansari. (1999, Dec.). Langevin modes of analysis of myoglobin. Journal of Chemical Physics. [Online]. 110 (3), pp 210 – 234.  Available: http://ojps.aip.org/journals/doc/vol_110/iss.html
BAB III
Penutup
Literatur Review adalah uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas dari perumusan masalah yang ingin diteliti. Tujuan akhir Literatur Review adalah untuk mendapatkan gambaran yang berkenaan dengan apa yang sudah pernah dikerjakan orang lain sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kelompok 2
Kelompok 3
RETNO SARI S [672010079] BUNGA MEKAR C [672010120] YOHANNA AMELIA [682010007]
JUWITA ARTANTI K [682010008] NENCY NERISA [682010065]
A. Apa itu Literatur Review?
Menurut sumber yang diambil dari presentasi Bapak Yudi Agusta, PhD tahun 2007 mengenai Metode Penelitian :Literature Review is a critical analysis of the research conducted on a particular topic or question in the field of science yang artinya Literature Review merupakan analisa kritis dari penelitian yang sedang dilakukan terhadap topik khusus atau berupa pertanyaan terhadap suatu bagian dari keilmuan. Literature Review membantu kita dalam menysusun kerangka berfikir yang sesuai dengan teori, temuan, maupun hasil penelitian sebelumnya dalam  menyelesaikan rumusan masalah pada penelitian yang kita buat.
Menurut Hasibuan, Literatur review berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian lain yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian. Uraian dalam literatur review ini diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas tentang pemecahan masalah yang sudah diuraikan dalam sebelumnya pada perumusan masalah. Literatur review berisi ulasan, rangkuman, dan pemikiran penulis tentang beberapa sumber pustaka (dapat berupa artikel, buku, slide, informasi dari internet, dan lain-lain) tentang topik yang dibahas, dan biasanya ditempatkan pada bab awal. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain dapat juga dimasukkan sebagai pembanding dari hasil penelitian yang akan dicobakan disini. Semua pernyataan dan/atau hasil penelitian yang bukan berasal dari penulis harus disebutkan sumbernya, dan tatacara mengacu sumber pustaka mengikuti kaidah yang ditetapkan. Suatu literatur review yang baik haruslah bersifat relevan, mutakhir (tiga tahun terakhir), dan memadai.
B. Mengapa melakukan literatur review?
Tujuan melakukan literatur review adalah untuk mendapatkan landasan teori yang bisa mendukung pemecahan masalah yang sedang diteliti. Teori yang didapatkan merupakan langkah awal agar peneliti dapat lebih memahami permasalahan yang sedang diteliti dengan benar sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah. Tujuan lain dari literatur review ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang berkenaan dengan apa yang sudah pernah dikerjakan orang lain sebelumnya.
C. Langkah-langkah dalam literatur review?
Dalam membuat sebuah literatur review, langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu :
1. Formulasi permasalahan
Penulis memilih topic yang sesuai dan menarik. Selain itu, permasalahan yang diangkat harus ditulis dengan lengkap dan tepat.
2. Mencari literatur
Literature yag dicari harus relevan dengan penelitian. Sehingga membantu kita untuk mendapatkan gambaran (overview) dari suatu topic penelitian. Sumber-sumber penelitian tersebut akan sangat membantu bila didukung dengan pengetahuan tentang topik yang akan dikaji. Karena sumber-sumber tersebut akan memberikan berbagai macam gambaran tentang ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu.
3. Evaluasi data
Melihat dari literature yang ada, apa saja yang menjadi kontribusi tentang topik yang dibahas. Penulis harus mencari dan menemukan sumber data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data bisa berupa data kualitatif, data kuantitatif maupun kombinasi dari keduanya.



No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook