Thursday, June 19, 2014

SEBELUM 19 DAN 16 TAHUN





JANGAN MENIKAH SEBELUM 19 DAN 16 TAHUN
Bottom of Form

 
M.RAKIB  CIPTAKARYA RIAU INDONESIA


ANAK ITU, PERANGI RASA MALASNYA,
AGAR KUAT DAYA JUANGNYA.
PERANGI, SIKAP BOROSNYA,
PUNYA PERHITUNGAN YANG BERMAKNA

PERANGI KECANDUANNYA, PADA NARKOBA,
AGAR HIDUPNYA TIDAK MENDERITA
PERANGI, PERGAULAN BEBASNYA
AGAR TERPELIHARA, KESUCIAN FITRAHNYA.


Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974  tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi “PERKAWINAN HANYA DIIJINKAN JIKA PIHAK PRIA SUDAH MENCAPAI UMUR 19 TAHUN (SEMBILAN BELAS) TAHUN DAN PIHAK WANITA SUDAH MENCAPAI UMUR  16 (ENAMBELAS) TAHUN. Selanjutnya dalam  Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8 “Apabila seorang calon sumi belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan seorang calon isteri belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus mendapat dispensasi dari pengadilan”.
Wawan Budi's photo.
ANAK ITU, PERANGI RASA MALASNYA,
AGAR KUAT DAYA JUANGNYA.
PERANGI, SIKAP BOROSNYA,
PUNYA PERHITUNGAN YANG BERMAKNA

PERANGI KECANDUANNYA, PADA NARKOBA,
AGAR HIDUPNYA TIDAK MENDERITA
PERANGI, PERGAULAN BEBASNYA
AGAR TERPELIHARA, KESUCIAN FITRAHNYA.

Di antara istri dan anakmu ada yang akan menjadi musuh bagimu.
(QS Al-Taghobun : 14)     
Anak durhaka  menjadi saksi bisu pembunuhan Linda Warau oleh anak kandungnya sendiri, Erick Karsoho, tadi pagi. Dengan luka bacok sekujur tubuhnya, korban meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Pantauan merdeka.com, di rumah berlantai dua itu masih terlihat bercak darah, seperti di bagian tembok, pintu hingga lantai di bagian teras depan. Mobil Avanza silver berpelat nomor B 1014 PFF milik korban masih terparkir di garasi. Saat ini pagar rumah masih terbentang garis polisi.
Ayah korban, Rusma Warsoto masih berada di kantor RW setempat. Menderita sakit stroke, Rusma dijemput keluarga ke rumah sanak saudaranya tanpa mau menjawab pertanyaan wartawan.
         Asisten rumah tangga korban, Ningkem (33) mengatakan sejak awal pelaku memang terlihat keras kepala dalam kesehariannya."Orangnya tuh emang ngeyel, kita sekali ngomong, dia bisa sepuluh kali ngomong. Sama setiap hari memang masih perawatan obat terus," ujar Ningkem kepada wartawan di kantor Mapolsek Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/4). Ningkem menambahkan, setiap harinya di rumah tersebut hanya ada tiga anggota keluarga. "Yah di rumah itu cuma bertiga aja, papanya sakit di kamar, ibu dan Erik. Adiknya kerja dan satu lagi masih kuliah di China," ujarnya.
       Metrotvnews.com, Jakarta: Seorang pemuda di Jakarta Utara nekad menghabisi nyawa ibu kandungnya, lantaran tidak diajak liburan ke luar negeri. Erik Karsoto mengakui perbuatan bidabnya itu dilakukan di depan ayah kandungnya yang tengah sakit, Jumat (12/4). Erik Karsoto (20) membunuh ibu kandungnya, Linda, menggunakan pisau daging. Linda sempat dievakuasi ke Rumah Sakit Mitra Kemayoran dalam keadaan berlumuran darah. Namun sayang, perempuan 50 tahun itu menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan ke RS.

       Sang anak mengaku nekad membunuh, karena merasa dikucilkan oleh keluarganya. Terutama ibu kandungnya sendiri. Polisi segera mengamankan Erik usai kejadian. Pisau yang digunakan untuk membunuh juga telah diamankan sebagai barang bukti. Polisi kini masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku di Polsek Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi juga akan memeriksakan kejiwaan Erik, yang mengaku tidak menyesal telah membunuh ibu kandungnya.
       JAKARTA, TRIBUNJAMBI.COM — Pasangan suami-istri, Lo Tirta Karya (54) dan So Indah Rani (51), dibunuh anak angkat dan temannya, Simon Law dan Deni Sumarsono, Selasa pukul 16.30 WIB. Kedua korban dibunuh di rumahnya, di Jalan Mandala Barat 2 Nomor 27 RT 4 RW 4, Tomang, Grogol-Petamburan, Jakarta Barat.

          Demikian diungkapkan Kasat Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Ferdy Sambo yang dihubungi beberapa menit lalu, Selasa (12/4/2011) malam. ”Kedua tersangka sudah kami tangkap, masih dalam pemeriksaan. Pasangan suami-istri ini diduga dibunuh anak angkat dan temannya,” ungkap Ferdy. Di lokasi, polisi menemukan dan menyita pisau, kapak, dan tongkat baseball. ”Kedua korban ditusuk pisau dan dipukuli,” tambah Ferdy. Kasus itu ditangani Polsek Metro Tanjung Duren, Jakarta Barat. Editor : ribut Sumber : Kompas.com









BAB     I

PENYEBAB ANAK DAN MURID HARUS DIPERANGI

A.Sudah berkali-kali diperingatkan

           Anak yang terus-menerus melakukan perbuatan yang buruk padahal sudah sering kali diperingatkan,  agar tidak melakukan perbuatan tersebut  harus dihentikan dengan hukuman. Kalau kebiasaan buruknya tidak segera dihentikan,  anak akan semakin berani melawan. Tentunya hukuman  harus ringan dan tepat sasaran.
             Alasan lain menurut kelompok  penantang, bahwa hukuman fisik sama sekali tidak mendidik, sebab hukuman itu tidak menghilangkan motivasi buruknya. Memang  akan mengurungkan niatnya, karena perasaan takut, tapi di dalam batinnya keinginan itu tetap ada. Ketika rasa takut itu, hilang, si anak akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Pukulan itu mungkin dihadapi oleh si anak dengan pura-pura berjanji akan menghentikan kebiasaan buruknya. Karena itu patut diingat statmen mereka bahwa hukuman juga akan melahirkan anak-anak yang asosial, penakut serta pasif.

              Pernyataan  bahwa hukuman itu tidak menghentikan apa yang bergetar di dalam batin. Untuk menghentikan kenakalan-kenakalannya, hal ini  menurut penulis, harus dipelajari apa sebetulnya yang menjadi latar belakang kenakalan-kenakalannya dan dicari solusinya sehingga anak-anak itu tidak mengulangi perbuatan buruknya.[1] Tetapi jika si anak tetap saja mengulangi perilaku jeleknya, maka tidak ada cara lain selain memberinya hukuman. Rasa takut akan hukuman itu dapat menghentikan keinginan atau minimal mengurangi minatnya untuk berbuat buruk. Kalau hukuman itu diberikan secara proporsional, tidak akan melahirkan hal-hal yang tidak diharapkan. Memang benar seorang anak harus tumbuh dalam keceriaan dan kebebasan tapi pada saat yang sama anak-anak juga harus diajari bahwa di dunia ini tidak semua orang bisa hidup dengan kebebasan mutlak, lebih-lebih lagi kalau kebebasan itu dapat merugikan orang lain.

1. Pukulan  sebagai  instrumen disiplin sekunder

            Hukuman pukulan bagi anak-anak adalah Instrumen sekunder . Sebagian pakar menerima hukuman sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, tapi tidak secara mutlak. Hukuman adalah instrumen sekunder dan diberikan dalam kondisi serta syarat tertentu. Jadi, menurut penulis, kalau guru atau orang tua masih bisa menangani anak didiknya dengan nasihat-nasihat atau dengan penjelasan rasional, tidak perlu  memberikan hukuman. Hukuman  boleh diberikan setelah nasihat-nasihat verbal atau apa saja tidak lagi dapat mengusik kesadarannya. [2]
            Dalam kaitan ini, Russel menulis, "Saya sendiri secara pribadi ingin mengatakan bahwa hukuman dalam proses pendidikan sangat tidak berarti, bahkan mungkin hanya masuk sebagai alternatif kedua."  John Locke menulis, "Benar bahwa hukuman fisik kadang-kadang diperlukan. Tetapi harus disadari bahwa tujuan sebuah pendidikan adalah mendidik moral. Yang harus kita lakukan adalah membuat si anak tersebut merasa malu berbuat nakal dan bukan malah takut akan hukuman. Hukuman yang terlalu keras melatih anak-anak menjadi patuh secara lahiriahnya saja."[3]
             A.L Gary Gore  menulis, "Ada kalanya orang dewasa harus memberikan hukuman kepada anak-anak. Misalnya jika anak-anak usia sekolah atau sudah agak dewasa mengganggu ayah dan ibu atau adik mereka. Sebelumnya sudah diperingatkan tapi tetap  meneruskan kenakalannya, maka anak-anak itu harus diberi hukuman.." Sebaliknya orangtua selayaknya menggunakan hukuman ini dengan cara dan strategi yang tepat. Kalau  dilaksanakan ketika  dalam puncak kemarahan dan tanpa pertimbangan terhadap kondisi dan psikologi anak-anak, maka bisa-bisa hukuman itu akan merusakkan hubungan orangtua dan anak. Si anak akan kehilangan kepercayaan dan juga akan dendam. Hukuman asal-asalan terhadap anak karena tidak mematuhi keinginan orang  tua  akan melukai hatinya. Sehingga timbul dalam diri si anak keinginan untuk membalas rasa sakit hatinya itu. Sebelum menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak sebaiknya pertimbangkanlah secara baik-baik dan pelajari manfaat dan mudaratnya secara seksama. Hukuman apa dan dalam kondisi bagaimana hukuman itu patut diberikan dan tidak patut diberikan terhadap anak-anak.

2.Pukulan ringan sebagai upaya pembinaan

           Pakar hukum  mengatakan bahwa hukuman memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membina anak-anak, malahan dalam situasi tertentu mutlak diperlukan. Tetapi pada saat yang sama ia sama sekali tidak setuju secara mutlak dengan hukuman fisik. Ia tidak keberatan dengan hukuman-hukuman non-fisik tapi bukan hukuman non-fisik yang berat. Ia menambahkan, "Perlu diingat bahwa jangan sekali-kali memberikan hukuman yang akan merendahkan harga diri anak, seperti hukuman badan, ancaman dengan siksaan atau apa saja demi menghancurkan keinginan buruknya.
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab II pasal 2 disebutkan bahwa Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqqan ghaliidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Karena pernikahan itu ibadah maka berkaitan erat dengan segala syarat dan rukun yang merupakan salah satu kewajiban yang harus terpenuhi sebelum pelaksanaan akad nikah dan akan berjalan tertib dalam pelaksanaannya.

Pernikahan merupakan akad yang suci yang menghalalkan pergaulan suami isteri dengan nama Allah. Saking pentingnya pernikahan Rasulullah SAW mengingatkan umatnya dalam khutbah haji wada di Namira sebagaimana sabdanya “Wahai manusia, berlaku baiklah terhadap isteri kalian mereka itu merupakan teman-teman yang akan membantu kalian, mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka, kalian telah mengambil mereka sebagai amanah Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah”. Dalam sebuah hadis lain Rasululah SAW bersabda  “Nikah itu sunnah kami, siapa yang membenci sunnahku maka bukan dari golonganku”. Oleh karena itu akad nikah merupakan suatu akad yang suci yang akan menghalakan kehormatan dengan nama Allah, dengan tujuan ibadah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah dan rohmah.

Salah satu persyaratan yang sering menjadi perbincangan masyarakat akhir-akhir ini adalah batas usia pernikahan. Hal ini sering muncul seiring dengan bermunculannya kasus-kasus yang menjadi sorotan media di berbagai daerah, seperti pernikahan yang dilakukan oleh Syeh Puji terhadap anak dibawah umur beberapa waktu yang lalu. Permasalahannya adalah berapa batas usia pernikahan dalam undang-undang di Indonesia? Untuk menjawabnya tentu kita perlu merujuk pada ketentuan perundangan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

            Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974  tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur  16 (enambelas) tahun. Selanjutnya dalam  Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8 “Apabila seorang calon sumi belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan seorang calon isteri belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus mendapat dispensasi dari pengadilan”. Pasal-pasal tersebut diatas sangat jelas sekali hampir tak ada alternatif penafsiran, bahwa usia yang diperbolehkan menikah di Indonesia untuk laki-laki 19 (sembilan belas)  tahun dan untuk wanita 16 (enambelas) tahun. Namun itu saja belum cukup, dalam tataran implementasinya  masih ada syarat yang harus ditempuh oleh calon pengantin (catin), yakni jika calon suami dan calon isteri belum genap berusia 21 (duapuluh satu) tahun maka harus ada ijin dari orang tua atau wali nikah, hal  itu sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 tentang Pencatatan nikah Bab IV pasal 7 “Apabila seorang calon mempelai belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus mendapat ijin tertulis kedua orang tua”. Ijin ini sipatnya wajib, karena usia itu dipandang masih memerlukan bimbingan dan pengawasan orang tua/wali. Dalam format model N5 orang tua /wali harus membubuhkan tanda tangan dan nama jelas, sehingga ijin dijadikan dasar oleh PPN/ penghulu bahwa kedua mempelai sudah mendapatkan ijin/restu orang tua mereka. Lain halnya jika kedua calon pengantin sudah lebih dari 21 (dua puluhsatu) tahun, maka para catin dapat melaksanakan pernikahan tanpa ada ijin dari orang tua/wali. Namun untuk calon pengantin wanita ini akan jadi masalah karena orang tuanya merupakan wali nasab sekaligus orang yang akan menikahkannya. Oleh karena itu ijin dan doa restu orang tua tentu suatu hal yang sangat penting karena akan berkaitan dengan salah satu rukun nikah yakni adanya wali nikah.
Dalam khazanah ilmu fiqh ada sebagian para ulama tidak memberikan batasan usia pernikahan, artinya berapapun usia catin tidak menghalangi sahnya pernikahan, bahkan usia belum baligh sekalipun, hal inilah yang menjadi dasar jaman dahulu ada yang disebut istilah kawin gantung. Namun mayoritas ulama di dunia Islam sepakat mencantumkan pembatasan usia nikah sebagai dasar yang dipakai di negara masing-masing. Di bawah ini adalah batas usia pernikahan di sebagian negara-negara muslim yang merupakan hasil studi komperatif Tahir Mahmood dalam buku Personal law in Islamic Cauntries ( History, Text and Comparetive Analysis ) :
Negara
Pria
/tahun
Wanita
/tahun
Aljazair
21
18
Bangladesh
21
18
Indonesia
21
21
Tunisia
19
17
Mesir
18
16
Irak
18
18
Libanon
18
17
Libya
18
16
Malaysia
18
16
Maroko
18
16
Pakistan
18
16
Somalia
18
18
Yaman Selatan
18
16
Suriah
18
17
Turki
17
15
Jordania
16
15
Yaman Utara
15
15

Data diatas menunjukan bahwa dalam menentukan batas usia pernikahan, para ulama di negara muslim  sepakat memberikan batasan  pernikahan setelah usia baligh, walaupun dalam rentang yang tidak sama dan berpariasi, karena di dalam ilmu fiqh baligh jika dikaitkan dengan ukuran usia berkisar laki-laki antara 15 ( lima belas ) tahun dan wanita antara 9 (sembilan) tahun.
Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana jika laki-laki masih dibawah 19 tahun dan wanita masih dibawah 16 tahun akan melaksanakan pernikahan?. Hal ini bisa didorong karena berbagai hal antara lain: khawatir jina’, sudah terlalu akrab, sudah tak bisa dipisahkan, sudah   cukup, cakap dan mampu dari segi materi serta fisik atau bahkan sudah kecelakaan.
Undang-undang perkawinan No 1 tahun 1974 ternyata tidak kaku dan cukup memberikan ruang toleransi, hal ini bisa terlihat dari  pasal 7 ayat (2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria ataupun pihak wanita. Bagi umat Islam tentu orang tua/wali  para catin harus mengajukan ijin dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah kabupaten didaerah catin tinggal. Setelah ijin keluar baru akad nikah bisa dilaksanakan. Ijin tersebut akan dijadikan dasar oleh PPN/Penghulu serta akan mencantumkannya dalam lembaran NB daftar pemeriksaan nikah poin II Calon Suami No 16 baris 33,34 dan poin III Calon Isteri No.16 baris 71,72. Dengan demikian pernikahan yang masih dibawah umur atas ijin pengadilan  menjadi sah dan berkekuatan hukum.
            Selanjutnya dalam Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) anak adalah seseorang yang telah berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ayat (2) Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskrimninasi.
Jika kita lihat sebagian pasal pada undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak diatas, tentu ada hal yang perlu di berikan elaborasi, terutama menyangkut batasan anak dan batasan nikah, karena kedua ukuran tersebut masih bisa menimbulkan perdebatan yang panjang. Disatu sisi ia masih katagori anak-anak tapi disi lain  dikatakan sudah cukup untuk menikah. Hal ini menjadi penting untuk ditindak lanjuti terutama oleh para pemangku kepentingan mungkin para akademisi, ulama, legislatip atau siapapun di Republik ini. Karena orang tua/wali membutuhkan kejelasan dan perlindungan hukum dalam membahagiakan anaknya, serta PPN/Penghulu membutuhkan  ketenangan dalam melaksanakan tugas sebagai pelayanan prima kepada masyarakat, apalagi dalam Undang-undang Perlindungan Anak Bab XII tercantum ketentuan pidana. Tentu hal ini perlu pengkajian yang konprehensip, agar  tidak menjadi media bagi pihak lain yang berkepentingan untuk menyudutkan dan atau menyalahkan pihak lainnya, yang pada gilirannya aturan itu bisa berjalan seiring, sejalan, saling mengayomi, saling melengkapi dan tidak saling bersinggungan.



            [1]Sudah tidak asing lagi di beberapa pondok,pengurus atau pihak pondok menetapkan aturan dng cara menta'zir yang salah satunya dng menarik uang(denda) bagi santri yang melanggar aturan yang telah ditetapkan pihak pondok. Contoh pada pesantren di Jawa, karena , mereka  para kiyai tahu hukum menta'zir dengan uang, sehingga  timbul pertanyaan: 1. bagaimanakah hukum menta'zir dengan meng-gunakan uang(mendenda).....2. jika tidak boleh,apakah ada cara lain yang membolehkanya,mungkin dengan hilah(mreka daya hukum)? 3. hukum helah yang diperbolehkan seperti apa kriteria yang diperbolehkan menurut syar'i? Ternyata di dalam madzhab Syafi'i menghukum dengan denda uang itu tidak boleh,tapi menurut pendapat imam malik boleh menghukum dengan denda uang.....Batas pukulan mendidik yaitu dari pantat ke bawah,kalau pun organ atas yaitu hanya kuping dengan cara dijewer. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qayyim,.
           [2]Anak yang menjadi dambaan setiap keluarga adalah rizki sekaligus ujian dari Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya bahwa anak adalah salah satu kesenangan dan perhiasan dunia, Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Qs. Al-Kahfi: 46) Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan amanah yang sangat besar bagi kedua orang tuanya. Oleh karenanya, para orang tua dituntut untuk senantiasa memperhatikan perkembangan jasmani dan rohani sang buah hati. Namun, belakangan sering ditemui peristiwa-peristiwa memilukan yang menimpa anak-anak akibat perbuatan orang tuanya. Lihat Mahjuddin, Masa’il al-Fiqhi , Kasus-Kasus Aktual Dalam Hukum Islam, (Kalam Mulia Jakarta: 2012), hlm. 71.
               [3]Hukuman dalam kasus  melatih anak-anak memiliki kepekaan terhadap lingkungan, memiliki rasa tanggung jawab dan kemampuan mengendalikan diri. Kemudian penyakit belajar adalah lupa dan kejenuhan.Lihat Muhibbin Syah. Psikologi Belajar, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006) , hlm. 167-168.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook