Monday, July 21, 2014

HAM BARAT VERSI YAHUDI, MENGUASAI DUNIA TIADA HENTI






Bukan hanya Deklarasi Universal HAM saja yang telah dihasilkan oleh PBB, ada beberapa perjanjian lain tentang HAM yang telah dihasilkan seperti perjanjian Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, perjanjian Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966), dan Deklarasi Wina (1993). Dalam Deklarasi Wina tercapai konsensus bahwa hak asasi memiliki sifat yang universal, sekalipun dalam implementasinya terdapat perbedaan di masing-masing negara.




          M.RAKIB             ASWIR ASTAMAN


Penulis setuju dengan tulisan saudaraku Aswir Astaman di face book bahwa Hak asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia masih dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) sedangkan di Indonesia tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Dalam perkembangannya,  HAM yang kita kenal sekarang adalah sesuatu yang sangat berbeda dengan yang hak-hak yang sebelumnya seperti yang dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara wajib  melindungi HAM seluruh warga negarnya dan orang asing yang berada di kawasannya. Demikian juga negara asing tidak boleh sewenang-wenang dengan warga negara lainya. HAM  menjamin setiap manusia, tidak memandang dari mana dia berasal, dari negara mana, apapun warna kulitnya dan apapun agamanya  mendapat perlindungan dari kesewenangan dari pihak manapun.
Namun dalam praktek sehari-hari semuanya ini adalah omong kosong. Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang merupakan corong HAM, secara telanjang mempertontonkan kemunafikan mereka tentang HAM yang mereka agung-agungkan. Sehingga kita mengambil kesimpulan bahwa bagi negara barat yang kuat, HAM hanya berlaku untuk golongan mereka saja dan kelompok yang sehaluan dengan mereka. Tapi bagi manusia yang tidak sealiran dengan Amerika  dan terutama yang beragama Islam HAM tidak berlaku.
Tidak susah-susah untuk membuktikanya. Berapa banyak manusia dibantai di Mesir oleh Meliter, berapa banyak umat islam yang dibantai Afrika tengah dan belahan dunia lainya, namun pelakunya tidak dikenakan pelanggaran HAM karena pemerintah yang membantai rakyatnya sesuai dengan keinginan Amerika serikat
Yang paling istimewa dan kebal HAM dipertontonkan oleh negara Zionis Yahudi Israil. Mereka dengan bebas boleh saja membunuh orang Palestina kapan saja di mana saja. Hampir setiap hari mereka membunuh orang Palestina, baik di Gaza  ataupun tepi barat. Tidak pernah ada tuntutan HAM terhadap mereka. Demikian juga pembantaian masal yang dilakukan tentera Israil di Shabra dan Shatila Lebanon tidak dimasukan sebagai pelanggaran HAM.
Sebaliknya Presiden Sudan dikatogarikan sebagai penjahat perang karena ia menumpas pemberontakan di Sudan selatan yang didukung oleh negara barat. Tentara kita yang menjalankan tugasnya di Timor timur juga dikenakan pelanggaran HAM, karena Timor timur ketika itu didukung oleh negara barat.
Berdasarkan sejarah negara yang paling banyak melanggar HAM  itu adalah  Negara yang selalu mengkapanyekan HAM itu sendiri yaitu Amerika serikat. Mereka seenaknya saja membunuh rakyat sipil dalam perang Vietnam, Kamboja, Laos, Afganistan, Irak, dan lain-lainnya .Kesimpulannya, HAM adalah budaya munafik negara barat.
Namun sangat disayangkan negara Arab atau orang Islam yang selalu menjadi korban tidak tergerak hatinya untuk melawan ketidak adilan ini baik secara organisasi maupun negara. Sepertinya mereka ikhlas saja menjadi korban.
Lebih menarik lagi tulisan Harda Armayanto  berikut ini:
RESOLUSI Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) 1973/2011 menjadi green light bagi pasukan Koalisi yang dipimpin Amerika untuk menggempur Libya.
Sesuai mandat Resolusi tersebut operasi militer itu bertujuan untuk mengurangi kekuatan rezim Muammar Qadhafi di bidang militer, yaitu perintah gencatan senjata, penerapan zona larangan terbang, dan embargo senjata, dan di bidang ekonomi, yakni pembekuan aset Muammar Qadhafi dan keluarganya.
Di luar dari mandat itu, alasan lain dari misi ini sesuai yang diungkap dalam wawancara yang dilakukan Republika, Kamis, (24/03) dengan Ted Osius, Wakil Dubes AS untuk Indonesia, adalah bahwa penyerangan ini berdasarkan pada prinsip universal di mana kebrutalan terhadap warga sipil tidak dapat diterima dan tidak dapat ditoleransi.
Pengusungan isu Hak Asasi Manusia (HAM) dari kelompok koalisi ini menjadikan penyerangan yang dilakukan seolah semakin humanis. Artinya, apa yang dilakukan saat ini terhadap Libya semata-mata untuk melindungi rakyat sipil dari kesewenang-wenangan Muammar Qadhafi. Padahal faktanya, malah yang banyak menjadi korban adalah warga sipil Libya yang tidak berdosa.
Terlepas dari jumlah korban di atas, intervensi militer Barat pimpinan Amerika Serikat di Libya ini telah memunculkan masalah baru, apakah isu HAM dapat seenaknya menyerang suatu negara berdaulat? Dan bahkan melanggar HAM warga sipil Libya yang tak berdosa?
HAM versi Amerika-Sekutu
Pada tanggal 10 Desember 1948, melalui resolusi 217 A (III) Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Deklarasi ini muncul atas dasar (i) bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia; (ii) bahwa pengabaian dan penghinaan terhadap hak asasi manusia telah mengakibatkan tindakan-tindakan keji yang membuat berang nurani manusia, dan terbentuknya suatu dunia dimana manusia akan menikmati kebebasan berbicara dan berkeyakinan, serta kebebasan dari ketakutan dan kekurangan telah dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi manusia pada umumnya; (iii) bahwa sangat penting untuk melindungi hak-hak asasi manusia dengan peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir menentang tirani dan penindasan; (iv) bahwa sangat penting untuk memajukan hubungan persahabatan antar bangsa-bangsa; (v) bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam Piagam PBB telah menegaskan kembali kepercayaan mereka terhadap hak asasi manusia yang mendasar, terhadap martabat dan nilai setiap manusia, dan terhadap persamaan hak laki-laki dan perempuan, dan telah mendorong kemajuan sosial dan standar kehidupan yang lebih baik dalam kebebasan yang lebih luas; (vi) bahwa bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Negara Pihak telah berjanji mencapai kemajuan universal dalam penghormatan dan ketaatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar, (vii) bahwa pemahaman yang sama tentang hak-hak dan kebebasan ini sangat penting dalam untuk mewujudkan janji tersebut sepenuhnya.
Bukan hanya Deklarasi Universal HAM di atas saja yang telah dihasilkan oleh PBB, ada beberapa perjanjian lain tentang HAM yang telah dihasilkan seperti perjanjian Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, perjanjian Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966), dan Deklarasi Wina (1993). Dalam Deklarasi Wina tercapai konsensus bahwa hak asasi memiliki sifat yang universal, sekalipun dalam implementasinya terdapat perbedaan di masing-masing negara.




No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook