Tuesday, September 23, 2014

GURU UBUR-UBUR (JELLYFISH TEACHER).



GURU UBUR-UBUR (JELLYFISH TEACHER).

Catatan M.Rakib LPMP Riau Indonesia. 2004

Bekalnya cukup, untuk berbur
Di hutan jati, jangan tersesat
Mulianya hidup, sebagai guru
Sampai mati, tetap bermanfaat

Wawan Budi's photo. Wawan Budi's photo.
Sang guru  laiknya matahari di siang hari dan rembulan di malam hari.Kehadirannya amat dibutuhkan dan dirindukan karena keikhlasannya dalam menularkan ilmunya, keberadaannya menyejukkan hati karena kasih sayangnya yang tulus. Sebuah sosok dan figur yang terukir dan terpatri di hati hingga menjadi obsesi hampir disetiap murid.Sungguh mulia menjadi seorang guru yang bagai matahari di siang hari dan rembulan di malam hari.
Kenangan itu serasa masih dipelupuk mata padahal kejadian itu sudah hampir tiga puluh tahun berlalu.
Kini,segalanya sudah berubah.Mula-mula gejala alam akibat keserakahan manusia yang berujung terjadinya bencana  bertubi-tubi, disusul dengan kemajuan teknologi yang melesat tanpa bisa dibendung,tragisnya usernya (manusia)tidak dibekali dengan pondasi aqidah dan akhlak yang kuat dan kokoh.Sehingga guru banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam menanamkan caracter building pada anak didik disatu  sisi, sementara  anak didik kurang begitu yakin dengan keikhlasan dan kasih sayang dari guru dalam berbagai interaksinya di sisi lain.Kondisi ini diperparah oleh sebagian besar orang tua selaku wali murid yang kurang bahkan tidak peka dan tidak peduli terhadap perkembangan  psikhis dan fisiologis anak. Hal ini ditandai dengan persepsi sebagian besar orangtua (wali murid) yang menganggap di sekolah segala permasalahan anaknya sudah teratasi, sementara orang tua tinggal menunggu dan melihat hasilnya.
Dalam kondisi seperti ini hal yang dibutuhkan adalah kearifan dari berbagai pihak dan elemen lembaga pendidikan untuk saling  proakatif mengambil peran positif sehingga terbangun sinergi diametral sesama stake holder. Dengan tujuan adanya satu persepsi dalam mendidik anak yang kelak diharapkan menjadi generasi yang unggul dalam iptek dan tangguh dalam imtak.Tentu semua itu belum cukup untuk mewujudkan masyarakat madani yang mumpuni kecuali semua sepakat untuk senantiasa menjalankan segala aktivitas sesuai dengan sunnah-sunnah Rasululoh sallallohu alaihi wa sallam khususnya dalam hal yang terkait dengan ubudiyah, karena hanya beliaulah satu-satunya sosok uswah hasanah.

Penulis terterik dengan ungkapan AKHMAD SUDRAJAT tentang guru ubur-ubur..
Tata tertib kelas,  pengendalian kelas, manajemen kelas atau apapun namanya, merupakan hal yang amat krusial bagi seorang guru. Apabila seorang guru tidak mampu memelihara disiplin dalam kelas maka kemungkinan proses pembelajaran akan mengalami kegagalan. Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk menciptakan sebuah lingkungan belajar yang kondusif.
Sebagai agen sosialisasi (socialization agent), guru hendaknya membelajarkan siswa  tentang berbagai perilaku yang sesuai dengan tuntutan situasi. Dalam berinteraksi dan berkomunikasi  dengan siswa, guru menyampaikan berbagai pesan kepada siswa agar dapat berperilaku sesuai dengan situasi yang diharapkan di kelas.
Terdapat 4 (empat)  hal penting untuk mencapai kesuksesan di kelas:
  1. Guru perlu merencanakan secara matang pendekatan individual dalam mendisiplinkan siswa.
  2. Guru harus memahami secara baik berbagai teori disiplin, beserta asumsi yang mendasarinya.
  3. Guru memahami nilai-nilai dan filsafat pendidikan yang diyakininya.
  4. Guru  harus mampu menentukan pendekatan disiplin yang sejalan dengan keyakinan siswanya, sehingga tidak menimbulkan kebingungan siswa dan konflik personal.
Sesungguhnya, banyak teori  tentang disiplin yang bisa kita terapkan, salah-satunya adalah  teori Inner Discipline yang digagas oleh Barbara Coloroso. Dalam upaya mendisiplinkan siswa di kelas (sekolah), Coloroso mengemukakan 3 (tiga) kategori guru (dalam tulisan ini saya menggunakan istilah tipe guru), yaitu: (1) Brickwall  Teacher (Guru Tembok Bata); (2) Jellyfish Teacher  (Guru Ubur-ubur); dan (3) Backbone Teacher (Guru Tulang Punggung). Berikut ini disampaikan penjelasan singkat dari ketiga tipe tersebut:
  1. Guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher). Guru tipe ini berusaha membatasi dan mengendalikan siswa secara ketat,  menganggap siswa sebagai bawahan dan kerap menghina siswa. Disini tidak ada wilayah abu-abu, yang ada hanyalah dikhotomi antara hitam dan putih. Guru tipe ini mengoperasikan tugas dalam suasana ketakutan, melalui aturan tetap dan kaku, menekankan ketepatan waktu, kebersihan dan ketertiban.  Dalam proses pembelajaran sering mematahkan kehendak siswa, menekankan ritual dan hafalan, lebih mengandalkan pada kompetisi dan mengajarkan tentang  apa yang harus dipikirkan daripada bagaimana berpikir (what to think rather than how to think). Guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher) kurang memberi kepercayaan kepada siswa untuk mengembangkan Inner Discipline-nya.
  2. Guru Ubur-ubur (Jellyfish Teacher). Berbanding terbalik dengan Guru Tembok Bata, guru tipe yang kedua ini sama sekali tidak memiliki ketegasan dan cenderung lemah dalam mengelola kelas, sehingga memungkinkan terjadinya kekacauan dan anarki di kelas.  Tidak memiliki aturan dan struktur yang jelas, serta seringkali menetapkan  aturan dan hukuman yang tidak konsisten. Guru tipe ini cenderung menggunakan ancaman dan emosional serta meremehkan proses pembelajaran. Sama halnya dengan tipe guru Tembok Bata (Brickwall  Teacher),  guru tipe yang kedua ini  juga tidak memperhatikan kebutuhan siswa akan pengembangan kemampuan Inner Discipline-nya.
  3. Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher). Guru tipe  ketiga  ini adalah guru yang senantiasa berusaha memberikan dukungan dan menyediakan struktur yang diperlukan siswa untuk menyadari keunikan dan mengenal diri yang sejatinya. Proses pembelajaran berlangsung secara demokratis dengan aturan yang sederhana tetapi jelas. Guru tipe yang ketiga ini selalu berusaha mendukung siswa untuk melakukan kegiatan yang kreatif, konstruktif dan bertanggung jawab, memotivasi siswa agar  dapat melakukan semua hal yang mereka miliki bisa. Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) berupaya membelajarkan siswa bagaimana berpikir dan memperoleh kepercayaan terhadap diri sendiri maupun  orang lain. Pada Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) inilah memungkinkan terjadinya pengembangan Inner Discipline siswa.
Coloroso berkeyakinan bahwa dalam berhubungan dengan siswa, seorang guru seyogyanya dapat membantu siswa untuk mengembangkan Inner Discipline-nya. Dalam arti, membantu siswa agar mampu menunjukkan perilaku yang kreatif, konstruktif, kooperatif, dan bertanggung jawab, tanpa harus diatur dan dikendalikan orang lain. Siswa dibelajarkan untuk menerima masalah yang dimiikinya, mengambil tanggung jawab penuh atas masalah perilakunya  dan dapat mengambil  tindakan yang tepat untuk mengatasinya, bukan atas dasar rasa takut tetapi berdasarkan pemahaman dan kesadaran bahwa memang itulah hal yang benar untuk dilakukan (it is the right thing to do).
Teori Inner Discipline meyakini bahwa setiap siswa pada dasarnya terhormat, oleh karena itu sudah sepatutnya mereka menerima perlakuan secara terhormat dan setiap saat dapat diperlakukan dengan tanpa harus melukai kehormatan dirinya. Langkah-langkah penerapan Inner Discipline dikembangkan dalam 6 (enam) tahapan, yaitu:  (1) identifikasi dan mendefinisikan masalah; (2) menentukan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya; (3) mengevaluasi pilihan-pilihan yang tersedia; (4) memilih salah satu pilihan yang ada; (5)  membuat sebuah rencana dan melaksanakannya; (6) melakukan retrospeksi, dengan mengevaluasi ulang masalah dan solusi yang dijalankan.
Menurut Coloso, keenam langkah ini telah mencakup 3 R  tentang Disiplin, yaitu: (1) Restitusi: memperbaiki kerusakan perilaku dan kepribadian  yang dialami siswa ; (2) Resolusi: menentukan cara untuk tidak membiarkan perilaku itu terjadi lagi atau dengan kata lain siswa dapat menerima apa yang yang telah dilakukannya dan memulai hal baru;  dan (3) Rekonsiliasi: proses penyembuhan, siswa dibelajarkan untuk menghormati rencana restitusi yang telah disepakati,  dan berkomitmen untuk berbuat sesuai dengan resolusi.
Menjadi Guru Tulang Punggung (Backbone Teacher) yang mampu mengimplementasikan Inner Discipline sebagaimana disarankan oleh Coloso tentu bukan hal yang mudah, apalagi bagi guru-guru yang sudah kadung menjadi menjadi Guru Tembok Bata atau Guru Ubur-ubur,  tetapi barangkali itulah pilihan yang paling memungkinkan dalam konteks pendidikan saat ini, yang mengedepankan proses pemanusiaan manusia.
Bagaimana pendapat Anda?
Sumber:
Diolah dan adaptasi dari:  metu.edu.tr  dan ditulis dengan judul yang sama dari tulisan saya yang disimpan di website  Guraru


No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook