Friday, September 26, 2014

kritik sastra, puisi bentuk gurindam yang hampir mati,



KRITIK TERHADAP PENELITIAN PENDEKATAN KUALITATIF

 
      Penulis ingin mengembangkan kritik  sastra, puisi bentuk gurindam yang hampir mati, untuk dihidupkan kembali. Inilah gurindam 13 tentang lingkungan:

1. Kepada lingkungan, tidak sopan
Akan menuai, badai dan topan
2. Jika jamban, tidak bersih,
Banyaknya cacing, seperti buih.
3. Kurang bersih, kurang cermat,
Tentu dirimu akan tersesat
4. Apabila rumah, disapunya jarang,
Lipas dan semut, akan meyerang.
5. Ke laut membuang, racun bebisa,
Makhluk hidup, akan binasa.
6. Jika ke sungai, membuang sampah,
Anak cucu, akan menyumpah.
7. Orang asing, menambang emas,
Putra daerah, dibuat lemas.
8. Saluran air, jika tersumbat
Banjir datang, di hujan lebat.
9. Jika kebun, dibiarkan semak
Babi akan, beranak pinak.
1O. Siapa saja, merusak hutan,
Dialah sebenarnya, sahabat Setan.
11.Siapa zalim, kepada binatang
Hati nuraninya pasti, akan menentang
12. Siapa saja menyayangi, tumbuh-tumbuhan,
Penyakitnya mudah, mendapatkan kesembuhan
13. Siapa selalu, menanam kayu,
Jauhlah penyakit, lumpuh layu
Fasal 1
1. Kepada lingkungan, tidak sopan
akan menuai, badai dan topan.
2. Sopan terhadap lingkungan itu, ada empat,
siapa mengamalkan, akan mendapat.
Pertama, lingkungan ,rumah harus bersih,
Supaya Allah, mejadi kasih.
Kedua, lingkungan kota, harus rimbun,
Semua jalan, dinaungi daun.
Ketiga, sanitasi, harus berbau harum,
Tamu yang datang, hormat dan maklum
Keempat, tidak boleh ditemukan, jalan yang banjir,
Parit dan selokan, harus disisir.
Fasal 2
Apabila jamban, tidak bersih,
datanglah cacing banyak, seperti buih.
1. Siapa saja , punya perhatian terhadap kebersihan toilet
Kesehatan dirinya tidak akan meleset.
2. Siapa selalu, berak di sungai,
Hilang wibawa, buruk perangai.
3. Siapa selalu berak, di semak,
Pola pikirnya, sulit bergerak.
4. Siapa perutnya , banyak cacing,
otaknya lemah, kepalanya pusing.
5. Siapa saja, mandi tidak bersih,,
ibadahnya hanya, mendapat letih.
Fasal 3

Lingkungan kumuh, tentu tak sehat,
sampah menumpuk, berbagai tempat.
1. Apabila sampah, menumpuk di jalan,
banyak problema, jadi persoalan.
2. Apabila tempat tidur, banyak kepinding,
tidak dapat tidur, kepala pening.
3. Apabila pemukiman kumuh,dibiarkan.
penyakit menyebar, tak terkendalikan.
4. Bersungguh-sungguh engkau menyingkirkan kotoran,
apakah yang berat ,maupun yang ringan.
5. Apabila pemukiman terlalu semberono,
muncullah perbuatan yang tiada senonoh.
6. Anggota masyarakat, hendaklah ingat,
di situlah banyak orang , mendapat laknat.
7. Hendaklah peliharakan kebersihan bersama,
dari pada kelak, membawa bencana.
8. Jangan sembarangan, membakar plastik,
asapnya berbahaya, seperti narkotik.
Fasal 4
Apabila rumah, disapunya jarang,
Lipas dan semut, akan meyerang
1. Lipas dan semut,bukan hanya mengigit,
Tapi juga, membawa penyakit..
2. Lipas adalah lambang, orang yang dengki,
menebar kebusukan, tiada henti.
3. Semut lambang, ahli pikir,
di dalam berjalan, tak pernah tergelincir.
4. Pekerjaan menyapu, harus dibela,
oleh seorang pesuruh, maupun oleh seorang kepala.
 Memang setiap orang bebas untuk menyampaikan kritikan dan aspirasi kepada pemerintah. Ada berbagai cara untuk menyampaikan, mengungkapkan, menuangkan kritik terhadap situasi sosial tersebut, misalnya dengan berkirim surat, demonstrasi, pidato, wawancara, sms, facebook, e-mail, dan media lainnya. Namun demikian, sesungguhnya ada satu media lagi yang berperan penting dalam penyampaian kritik sosial, yakni karya sastra. Sastra dapat digunakan untuk menyampaikan kritik secara cerdas, elegan dan santun. Menyampaikan kritik melalui sastra memang bukanlah hal baru. Di Indonesia, sejak zaman Belanda, Jepang, Revolusi, Orde Baru, dan Reformasi selalu saja ada karya sastra yang diarahkan untuk mengkritik pemerintahan yang berkuasa. Hal ini bisa terjadi lantaran sastra memang seringkali hadir sebagai refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat.
       Sebagai salah satu bentuk sastra, pantun pun dapat digunakan sebagai sarana menyampaikan kritik sosial tersebut. Pantun merupakan salah satu bentuk puisi lama yang paling akrab dengan masyarakat dibandingkan dengan bentuk puisi lama yang lain. Pantun menjadi sarana yang efektif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Pantun dapat digunakan sebagai alat komunikasi, untuk menyelusupkan nasihat atau wejangan, atau bahkan untuk melakukan kritik sosial. Pantun dapat dimanfaatkan dalam berbagai kesempatan dan disampaikan dalam sembarang waktu, dalam kegiatan apa pun, dan dilakukan oleh siapa pun juga. Pantun adalah bentuk puisi lama yang tampak luarnya sederhana, tetapi sesungguhnya mencerminkan kecerdasan dan kreativitas pembuatnya, karena pembuat pantun harus membuat sampiran dan isi yang keduanya sama sekali tidak berkaitan. Ciri utama pantun adalah bentuknya yang dalam setiap baitnya terdiri dari empat larik (baris) dengan pola persajakan a-b-a-b. Dua larik pertama disebut sampiran, dua larik berikutnya disebut isi.
Sejalan dengan kurikulum Bahasa Indonesia SMA, menulis pantun merupakan salah satu kompetensi dasar yang wajib dikuasai peserta didik. Berdasarkan isinya, jenis-jenis pantun yang selama ini diperkenalkan kepada peserta didik adalah pantun nasihat, pantun agama, pantun orang muda, atau pantun jenaka. Sejalan dengan perkembangan zaman, isi pantun dapat terus dikembangkan, antara lain untuk menyampaikan kritik sosial. Melalui kegiatan menulis pantun inilah, guru dapat mengajak peserta didik untuk mencoba menyampaikan kritik dan sarannya mengenai realitas sosial di sekitarnya.
Sebagai contoh terlihat dari hasil tulisan beberapa peserta didik berikut ini.
Makan roti, berlapis keju
Jangan rakus, jangan boros.
Jikalau ingin,  pendidikan maju
Jangan korupsi, dana BOS.
Bunga melati, indah ditatap.
Mekar mewangi,  indah di taman
Bagaimana korupsi,  bisa lenyap,
Bila koruptor,  ringan hukuman
Anak  desa, main gasing.
Bajunya bagus berbahan sutera
INDONESIA, terjual kepada asing,
Pejabat Cuma,  pandai bicara
Pantun kritik sosial seperti di atas, peserta didik memang harus peka membaca realitas di sekitarnya sebagai bahan dasar pantun yang hendak ditulisnya. Sebab, tanpa membaca realitas di sekitarnya, peserta didik tentu akan kesulitan untuk menciptakan pantun kritik sosial ini.
Ya, menyampaikan kritik dan saran yang membangun tidak selalu harus melalui unjuk rasa. Terlebih, selama ini unjuk rasa selalu berujung pada tindakan anarkis yang justru menimbulkan masalah baru. Sementara itu, menyampaikan kritik dan saran melalui kegiatan menulis pantun ini memiliki banyak manfaat, antara lain:
  1. Mengembangkan kreativitas peserta didik. Dengan menulis pantun, siswa menjadi lebih kreatif, khususnya dalam merangkai dan memilih kata yang tepat.
  2. Mengajak peserta didik untuk menghubungkan kegiatan pembelajaran dengan realitas sosial/kenyataan di sekitarnya. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kontekstual, artinya apa yang dipelajari di kelas sedapat mungkin dihubungkan dengan kehidupan nyata.
  3. Mengajak dan melatih peserta didik untuk bersikap kritis ketika melihat hal-hal yang tidak benar di sekitarnya.
  4. Menanamkan karakter santun. Menyampaikan kritik melalui tulisan tentu akan terlihat elegan dan tidak akan menimbulkan kekerasan atau tindakan anarkis. Terlebih bahasa dalam pantun (dan sastra umumnya) seringkali menggunakan kiasan atau lambang.
Nah, melihat manfaat-manfaat tersebut, para guru sepertinya tak perlu sangsi lagi untuk mengajak peserta didik mencoba menyampaikan kritik dan sarannya terhadap realitas sosial ke dalam bentuk pantun. Dengan demikian, kritik yang mereka sampaikan pun terlihat lebih santun.
Kritik atas Pendekatan Kualitatif
1.      Hasil penelitiannya tidak representatif
2.      Terlalu bersifat Subjektif
3.      Tidak dapat digunakan untuk menggeneralisir suatu fakta sosial secara universal dan hanya dapat digunakan pada “wilayah” kontekstual
4.      Cenderung melebih-lebihkan pada penghargaan terhadap subjektifitas individu, kelompok, masyarakat dan atau suatu organisasi tertentu (Fatchan, 2001).

      UNSUR-UNSUR PENELITIAN
Usman (2001) menyebutkan beberapa unsur-unsur penelitian sebagai berikut (khususnya untuk penelitian kuantitatif):
1.      Konsep Awal
2.      Konsep Sederhana
3.      Istilah
4.      Definisi
5.      Pengertian
6.      Faktor
7.      Proposisi atau embrio teori
8.      Konsep lanjutan atau teori
9.      Hukum atau dalil
10.  Asumsi Dasar atau postulat
11.  Evidensi atau bukti atau premis
12.  Hipotesis
13.  Definisi Operasional dan
14.  Variabel
1.      Konsep awal adalah fakta yang diserap inderawi, direkam oleh otak untuk diungkapkan kembali
2.      Konsep sederhana, yakni konsep awal yang diabstraksikan dengan nama atau lambang
3.      Istilah adalah nama atau lambang yang dipersepsi secara sama
4.      Definisi adalah istilah yang dijelaskan secara khusus
5.      Pengertian adalah definisi yang dijelaskan secara khusus
6.      Faktor, adalah fakta yang mempengaruhi
7.      Proposisi, adalah hubungan antar faktor atau konsep yang dapat dinilai benar atau salah
8.      Teori, adalah hubungan proposisi secara khusus atau konsep yang terkait secara sistematis dengan definisi dan proposisi sehingga dapat menjelaskan gejala
9.      Dalil adalah teori yang teruji dan bertahan
10.  Postulat adalah pernyataan yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya
11.  Hipotesis adalah rumusan proposisi untuk diuji kebenarannya.
12.  Definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur
13.  Variabel adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai



No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook