Friday, September 19, 2014

Puisi “Betul-betul kiamatlah dunia pendidikan”.Karya Muhammad Rakib



BETUL-BETUL KIAMATLAH DUNIA PENDIDIKAN
M.RAKIB LPMP RIAU.2014


Puisi  “Betul-betul kiamatlah dunia pendidikan”.Karya Muhammad Rakib
Aanakku, betul-betul kiamatlah dunia pendidikan
Yang pohonnya,  mati dililit hutang
Awalnya berdaun rimbun, pohonnya bongsor
Tapi di dalamnya kropos. Intinya dimakan ulat
Begitu tragis anak ku
Semuanya telah menjadi milik asing
Indosat dijual, Bank digadaikan, pulau-pulau disewakan
Tambang emas, dikontrakkan, tambang pasir dihibahkan
Sipadan dan ligitan, lepas untuk selamanya
Akibatnya, pohon sekolah dan pohon pendidikan engkau abaikan, tidak berbuah apa-apa.
Ilmu yang seharusnya kaudapati di sekolah engkau dapatkan dijalan
Tak pernahkah engkau berpikir akan jadi apa dirimu ini???
  
Engkau jadikan jalanan sebagai sekolahmu
Engkau  jadikan minuman keras sebagai sahabatmu
Ungkau jadikan buku sebagai musuh mu
Engkau jadikan sekolah sebagai neraka
Anakku, lautan kita begitu luas, tapi garam engkau beli dari Singapur
Kalkulator engkau inport dari Cina
Penari malam, kau inpotr dari Taiwan
Dari Timur tengah kau inport jutaan buku tentang bid’ah dan ilmuberpecah belah
Berubahlah anakku
Jika engkau berubah, TENANGLAH hatiku, karena langitpun  mendengar tangismu
Tenanglah, kerana bumi tidak lagi, dibebani dengan ratapan kesedihan.
Dia takkan melahirkan melodi dan nyanyianmu.
Tenanglah, karena roh-roh malam tak menghiraukan bisikan rahsiamu, dan bayang-bayang tak berhenti dihadapan mimpi-mimpi.
Tenanglah, hatiku. Tenanglah hingga fajar tiba, kerana dia yang menanti pagi dengan sabar akan menyambut pagi dengan kekuatan. Dia yang mencintai cahaya, dicintai cahaya.
Tenanglah hatiku, dan dengarkan ucapanku.

DALAM mimpi aku melihat seekor murai menyanyi saat dia terbang di atas kawah gunung berapi yang meletus.
Kulihat sekuntum bunga Lili menyembulkan kelopaknya di balik salju.
Kulihat seorang bidadari te***jang menari-menari di antara batu-batu kubur.
Kulihat seorang anak tertawa sambil bermain dengan tengkorak-tengkorak.
Kulihat semua makhluk ini dalam sebuah mimpi. Ketika aku terjaga dan memandang sekelilingku, kulihat gunung berapi memuntahkan nyala api, tapi tak kudengar murai bernyanyi, juga tak kulihat dia terbang.
Kulihat langit menaburkan salju di atas padang dan lembah, dilapisi warna putih mayat dari bunga lili yang membeku.
Kulihat kuburan-kuburan, berderet-deret, tegak di hadapan zaman-zaman yang tenang. Tapi tak satu pun kulihat di sana yang bergoyang dalam tarian, juga tidak yang tertunduk dalam doa.
Saat terjaga, kulihat kesedihan dan kepedihan; ke manakah perginya kegembiraan dan kesenangan impian?
Mengapa keindahan mimpi lenyap, dan bagaimana gambaran-gambarannya menghilang? Bagaimana mungkin jiwa tertahan sampai sang tidur membawa kembali roh-roh dari hasrat dan harapannya?

DENGARLAH hatiku, dan dengarlah ucapanku.
Semalam jiwaku adalah sebatang pohon yang kukuh dan tua, menghunjam akar-akarnya ke dasar bumi dan cabang-cabangnya mencekau ke arah yang tak terhingga.
Jiwaku berbunga di musim bunga, memikul buah pada musim panas. Pada musim gugur kukumpulkan buahnya di mangkuk perak dan kuletakkannya di tengah jalan. Orang-orang yang lalu lalang mengambil dan memakannya, serta meneruskan perjalanan mereka.

KALA musim gugur berlalu dan gita pujinya bertukar menjadi lagu kematian dan ratapan, kudapati semua orang telah meninggalkan diriku kecuali satu-satunya buah di talam perak.
Kuambil ia dan memakannya, dan merasakan pahitnya bagai kayu gaharu, masam bak anggur hijau.
Aku berbicara dalam hati,"Bencana bagiku, kerana telah kutempatkan sebentuk laknat di dalam mulut orang-orang itu, dan permusuhan dalam perutnya.
" Apa yang telah kaulakukan, jiwaku, dengan kemanisan akar-akarmu itu yang telah meresap dari usus besar bumi, dengan wangian daun-daunmu yang telah meneguk cahaya matahari?"
Lalu kucabut pohon jiwaku yang kukuh dan tua.
Kucabut akarnya dari tanah liat yang di dalamnya dia telah bertunas dan tumbuh dengan subur. Kucabut akar dari masa lampaunya, menanggalkan kenangan seribu musim bunga dan seribu musim gugur.
Dan kutanam sekali lagi pohon jiwaku di tempat lain.
Kutanam dia di padang yang tempatnya jauh dari jalan-jalan waktu. Kulewatkan malam dengan terjaga di sisinya, sambil berkata,"Mengamati bersama malam yang membawa kita mendekati kerlipan bintang."
Aku memberinya minum dengan darah dan airmataku, sambil berkata,"Terdapat sebentuk keharuman dalam darah, dan dalam airmata sebentuk kemanisan."
Tatkala musim bunga tiba, jiwaku berbunga sekali lagi.

PADA musim panas jiwaku menyandang buah. Tatkala musim gugur tiba, kukumpulkan buah-buahnya yang matang di talam emas dan kuletakkan di tengah jalan. Orang-orang melintas, satu demi satu atau dalam kelompok-kelompok, tapi tak satu pun menghulurkan tangannya untuk mengambil bahagiannya.
Lalu kuambil sebuah dan memakannya, merasakan manisnya bagai madu pilihan, lazat seperti musim bunga dari syurga, sangat menyenangkan laksana anggur Babylon, wangi bak wangi-wangian dari melati.
Aku menjerit,"Orang-orang tak menginginkan rahmat pada mulutnya atau kebenaran dalam usus mereka, kerana rahmat adalah puteri airmata dan kebenaran putera darah!"
Lalu aku beralih dan duduk di bawah bayangan pohon sunyi jiwaku di sebuah padang yang tempatnya jauh dari jalan waktu.

TENANGLAH, hatiku, hingga fajar tiba.
Tenanglah, kerana langit menghembus bau hamis kematian dan tak bisa meminum nafasmu.
Dengarkan, hatiku, dan dengarkan aku bicara.
Semalam fikiranku adalah kapal yang terumbang-ambing oleh gelombang laut dan digerakkan oleh angin dari pantai ke pantai
Kapal fikiranku kosong kecuali untuk tujuh cawan yang dilimpahi dengan warna-warna, gemilang berwarna-warni.
Sang waktu datang kala aku merasa jemu terapung-apungan di atas permukaan laut dan berkata,
"Aku akan kembali ke kapal kosong fikiranku menuju pelabuhan kota tempat aku dilahirkan."
Tatkala kerjaku selesai, kapal fikiranku
Aku mulai mengecat sisi-sisi kapalku dengan warna-warni - kuning matahari terbenam, hijau musim bunga baru, biru kubah langit, merah senjakala yang menjadi kecil. Pada layar dan kemudinya kuukirkan susuk-susuk menakjubkan, menyenangkan mata dan menyenangkan penglihatan.
Tatkala kerjaku selesai, kapal fikiranku laksana pandangan luas seorang nabi, berputar dalam ketidakterbatasan laut dan langit. Kumasuki pelabuhan kotaku, dan orang muncul menemuiku dengan pujian dan rasa terima kasih. Mereka membawaku ke dalam kota, memukul gendang dan meniup seruling.
Ini mereka lakukan kerana bahagian luar kapalku yang dihias dengan cemerlang, tapi tak seorang pun masuk ke dalam kapal fikiranku.
Tak seorang pun bertanya apakah yang kubawa dari seberang lautan
Tak seorang pun tahu kenapa aku kembali dengan kapal kosongku ke pelabuhan.
Lalu kepada diriku sendiri, aku berkata,"Aku telah menyesatkan orang-orang, dan dengan tujuh cawan warna telah kudustai mata mereka"

Setelah setahun aku menaiki kapal fikiranku dan kulayari di laut untuk kedua kalinya.
Aku berlayar menuju pulau-pulau timur, dan mengisi kapalku dengan dupa dan kemenyan, pohon gaharu dan kayu cendana.
Aku berlayar menuju pulau-pulau barat, dan membawa bijih emas dan gading, batu merah delima dan zamrud, dan sulaman serta pakaian warna merah lembayung.
Dari pulau-pulau selatan aku kembali dengan rantai dan pedang tajam, tombak-tombak panjang, serta beraneka jenis senjata.
Aku mengisi kapal fikiranku dengan harta benda dan barang-barang lhasil bumi dan kembali ke pelabuhan kotaku, sambil berkata, "Orang-orangku pasti akan memujiku, memang sudah pastinya. Mereka akan menggendongku ke dalam kota sambil menyanyi dan meniup trompet"
Tapi ketika aku tiba di pelabuhan, tak seorangpun keluar menemuiku. Ketika kumasuki jalan-jalan kota, tak seorang pun memerhatikan diriku.
Aku berdiri di alun-alun sambil mengutuk pada orang-orang bahawa aku membawa buah dan kekayaan bumi. Mereka memandangku, mulutnya penuh tawa, cemuhan pada wajah mereka. Lalu mereka berpaling dariku.

Jerih payah orangtuamu
Keringat yang membanjiri orangtuamu
Untuk menyekolahkan mu
Engkou jadikan angin lalu
    
Pendidikan yang seharusnya kou tempuh
Kini hancur sudah
Rasa cinta mu terhadap pergaulan
Menjadikan pendidikan mu berantakan

Sudahkah siswa-siswa kita, baik SMP, SMU atau SMK itu dibekali ilmu-ilmu entrepreneur yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka kelak. Sudahkah mereka dibekali ilmu-ilmu kewirausahaan(Tuntutlah ilmu interpreneur ke Cina), sehingga mereka tidak hanya bergantung pada dunia industri menengah dan PNS, di mana mereka mengimplementasikan ketrampilan.
PR Penyelenggara Pendidikan
Kejadian bergantungnya kawan-kawan buruh kepada besaran ideal upah bisa karena mereka tidak memiliki usaha pendukung lain yang dapat membantu memenuhi kebutuhan mereka. Ketrampilan mereka betul-betul hanya bidang terkait dengan pekerjaan mereka, sehingga bagi mereka yang tidak memiliki upah yang baik, tuntutan itu akan selalu muncul.
Setiap manusia berkeinginan untuk hidup lebih layak. Buruh, guru honorer, dosen, atau bahkan karyawan kantoran ingin mereka hidup dalam kewajaran. Paling tidak papan, sandang dan pangan tercukupi dengan baik. Namun demikian, selama ini hanya kawan-kawan buruh yang selalu mengajukan tuntutan kenaikan upah. Padahal mungkin, dalam kenyataannya teman-teman guru honorer lebih parah tingkat penghasilannya dan kesejahteraannya. Tidak hanya itu, banyak dosen yang notabene berpendidikan lebih dari cukup berpenghasilan di bawah UMP atau UMR. Belum lagi mereka-mereka yang tinggal di daerah-daerah yang nyaris setiap bulan hanya menerima Rp. 100.000,00.
Kembali kepada bahasan, dengan menimbang masalah tersebut, sudah waktunya kiranya siswa-siswa SMP atau SMU/ SMK dikenalkan pada dunia wirausaha, di luar kurikulum wajib. Pengenalan atau bila perlu dimasukkan sebagai matapelajaran terpisah, khusus kewirausahaan. Dengan demikian siswa-siswa itu memiliki wawasan kewirausahaan yang baik; kreatifitas, produksi, penentuan harga, pemasaran, hingga pasar-pasar yang potensial untuk produk yang diciptakannya.
Dengan demikian, mereka memiliki ketrampilan berbisnis di samping ketrampilan utama bidang yang ditekuninya. Dengan harapan, kelak, ketika siswa masuk dunia kerja tidak hanya berkarya sesuai dengan ketrampilannya namun bisa membangun dunia usaha yang dapat diandalkan.
Selain itu, bila di kondisi seperti yang sekarang sedang terjadi (demo besar-besaran menuntut upah layak), mereka dapat mendapatkan sesuatu untuk pemenuhan kebutuhannya. Dengan kata lain, mereka tidak hanya mengandalkan pekerjaan saat ini, namun memiliki pegangan secara ekonomi, yang akan membuatnya kuat.
Kita bisa membayangkan, bila mogok benar-benar terjadi, sedangkan perusahaan benar-benar tidak mampu membayar, kiamatlah ekonomi Indonesia. Karena investor akan mengatakan “GOOD BYE INDONESIA”.
Bila sudah demikian, siapa yang merugi?

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook