Monday, October 27, 2014

Falsafah perampok, "bialah panjaro nan diadang'.



Nasabah Dirampok, Rp300 Juta

Daripado bacakak jo galang-galang, bialah panjaro nan diadang.


Dalam filosofi orang Minang, tanggungjawab intelektual kira-kira adalah kesesuaian antara raso jo pareso. Dalam bahasa lain adalah perpaduan antara kematangan emosional (emotional quotion) dan kemampuan intelijensia. Hal mana bila perpaduan ini sudah dimiliki oleh seorang anak adam, maka semakin sempurnalah anak adam tersebut, karena itu akan membuat seseorang bertindak dan bersikap adil, objektif, bertanggungjawab, berkarakter, argumentatif, rasional dan beretika.
Akan tetapi, terkait dengan persoalan kapasitas para intelektual kita sekarang ini, sungguh ironis bahwa tidak cukup banyak diantara intelektual kita yang mau mempertanggungjawabkan keilmuannya dihadapan khalayak ramai. Justru yang terjadi ilmu yang mereka dapatkan dibawa “lalok”. Bahkan gawatnya, menjadikan mereka tukang doktrin dan cenderung tertutup. Pada hal tak sedikit dari ilmu yang didapatkannya, baik melalui program S2 dan S3 (dalam negeri maupun luar negeri) adalah berasal dari pembiayaan negara (uang rakyat).

Realitas lain menunjukkan bahwa sangat jarang para intelektual kita yang mau menulis dan berkarya. Pada hal, tanggungjawab intelektual itu adalah sebuah kewajiban sosial yang harus dibayarkan kembali oleh setiap kaum intelektual kepada masyarakat. Bukankah ilmu yang diperoleh itu, sebagian diantaranya berasal dari uang rakyat. Sementara, mereka pun membiarkan dirinya menjadi intelektual menara gading. Malahan yang terjadi ilmu pun dijual, sehingga bertambahlah kerusssakan dimuka bumi, karena merajalelanya kemungkaran dan kebatilan. Seperti halnya klise Thomas Hobbes, bahwa manusia yang satu menjadi srigala bagi manusia yang lainnya (homo homini lupus). Lalu, bagaimana dengan dunia kampus kita - yang katanya sebagai gudang para pakar, intelektual, pengabdi, peneliti, dan segala macam gelar dan pujian-pujian tertinggi dalam tingkat komunitas kaum cendikia. Mengapa banyak diantara mereka, melakukan penjumudan intelektual dengan memutarbalikan fakta, melakukan pembenaran (justifikasi) dan berselindung dengan dalil administrasi dan birokrasi, dalil ilmiah maupun objektivitas.
Kalau begini, masih patutkah mereka berlindung dibalik klise ilmu yang bermanfaat itu akan menolong mereka kelak”. Sementara mereka justru tidak berbuat banyak sebagaimana mestinya. Bukankah mereka ini, terutama para pakar, para intelektual itu nantinya - akan ditanyai dan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah sekaitan dengan apa yang ia perbuat selama didunia ini. Wallahu alam.***

“SOAL GALANG-GALANG”

Oleh :
 Fauzan Zakir

“Anjing menggonggong, kapilah berlalu”. Pepatah ini tepat untuk menggambarkan betapa Jakarta sama sekali tidak mengindahkan spin off PT. Semen Padang. Bahkan sampai-sampai DPRD dan Pemda Provinsi Sumatera Barat maupun Kotamadya Padang telah prustasi dan apatis dibuatnya. Pada hal, patut dipertanyakan, entah berapa ratus juta uang rakyat Sumatera Barat “habis percuma” untuk memperjuangkan spin off ini ?Sementara kita disini, sepertinya masih “bakalibuik” soal galang-galang. Memang dasar karakter orang awak, soal galang-galang adalah soal esensial. Bak bunyi pepatah, “daripado bacakak jo galang-galang, elok bacakak jo urang”.

Hak Asasi Manusia memang mengakui, bahwa setiap manusia mempunyai hak atas dasar kepentingannya masing-masing. Setiap manusia misalnya, mempunyai kepentingan yang paling dasar untuk hidup yang layak dan bermartabat. Oleh sebab itu, tidaklah salah kalau persoalan galang-galang tadi memang harus terus diisi. “Dapur harus terus berasap”, kata seorang kawan di Maninjau.
Sebaliknya janganlah pula sampai galang-galang orang lain terganggu oleh kita. Hendaknya kita semua berupaya menyatukan kepentingan-kepentingan itu dalam mekanisme yang demokratis. Tidak ada istilah “membelah betung”, yang satu kaki memijak, yang lain tangan mengambungkan. Tidak ada yang merasa tidak dibawa serta. Semua ikut “sato sakaki”. Kalau tidak - sebutlah perjuangan spin off - bisa hasilnya menjadi sia-sia belaka. Boleh jadi, akibat kita memang tidak bersatu padu, maka akhirnya semua kita juga yang mendapatkan getahnya, yaitu hanya mendapatkan kerugian semata.

Menarik mengamati, kegagalan diskusi yang diangkatkan oleh LASP di hotel Pangeran baru-baru ini. Mungkin kita sampai mengira-ngira, kenapa sampai gagal atau mungkinkah digagalkan ?. Boleh-boleh saja orang mengatakan diskusi ini tidak adil, diskusi ini sangat bias dan sarat muatan politis atau mungkin juga sarat dengan beragam kepentingan, baik individu dan kelompok. Tapi sebagai seorang “pengamat”, tentunya tidak terlalu menjadi soal, kalau kepentingan itu hanya soal galang-galang saja? Sebaliknya sungguh disayangkan, kejadian yang menimbulkan ricuh dalam diskusi LASP kemaren, jadinya sebagai preseden buruk. Atau setidaknya cukup bukti menandakan orang awak masih butuh waktu untuk memahami HAM, hukum dan demokrasi secara cerdas.

Kembali kepada spin off, bahwa ada yang terlupakan oleh kita. Bahwa bisnis adalah bisnis. Semuanya itu diikat oleh perjanjian-perjanjian dagang dalam ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik dalam ikatan hukum dagang nasional dan hukum dagang internasional. Ada satu kesalahan yang sangat fatal dan sering dilakukan oleh pemerintah dan investor di Indonesia, ialah tidak pernah melibatkan masyarakat adat dan hukum adat yang berlaku di suatu daerah. Sehingga hal ini cukup sering menjadi penyebab timbulnya konflik kepentingan dalam pengelolaan SDA. Seperti halnya konflik horizontal yang terjadi antar sesama masyarakat lokal ataupun konflik vertikal yang terjadi antara masyarakat lokal disatu pihak dengan pemerintah dan investor dipihak lain.

Oleh sebab itu, kedepan kita berharap supaya perjanjian-perjanjian dagang tidak lagi menjadi monopoli pemerintah dan pelaku usaha semata. Tetapi yang terpenting adalah, masyarakat adat harus dilibatkan dalam setiap perjanjian dan pengelolaan SDA. Dalam hal ini, janganlah sama pula kita dengan pemerintahan kolonial Belanda - yang konon pun masih lebih arif dan bijaksana dalam soal memakai hukum adat - pada setiap kongsi dan perjanjian dagangnya. Kalau sudah demikian jadinya, maka yang terpenting dari missi perjuangan spin off PT. Semen Padang, adalah bagaimana semaksimal mungkin melibatkan semua pihak (stake holders), agar mengimplementasikan asas manfaat untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat, dengan kewajiban semua pihak menghormati hukum masyarakat lokal. Sebagaimana yang diamanahkan oleh pasal 33 UUD 1945, bahwa “bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya semuanya wajib dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat”.

Nasabah Bank Tewas Dirampok, Rp300 Juta Raib
Muldjono (58) seorang nasabah bank tewas dirampok kawanan bandit di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru. Akibat perampokan tersebut uang sebesar Rp300 juta raib. Ilustrasi (Sindonews)
Wak den cuma maanalisa dari barang-barang nan inyo ambiak inyo rampok. Jiko inyo mambiak pitih, berarti inyo banyak hutang, atau kalah judi, atau ingin pesta pora. Kalau inyo maambiak bareh, pasti untuak dimakan, kalau inyo maambiak honda itu kamungkinan untuak dijua. Kini nan diambiaknyo henpon jo benggo anggota dewan, itu aratinyo si maliang punyo cito-cito manjadi anggota dewan pulo sajak dulu. Henpon bisa dipagunoan untuak manalepon relasinyo dan benggo tantu dipasangnyo pulo di dado, sarupo anggota dewan sabananyo. Baa gak ati?” Baitu tanggapan jo panjalasan Kari.
“Iya juga kali ya. Wah, nggak nyangka ternyata Kari santing juga menganalisa,” baleh Sutan Subarang.
“Untuang lai indak sintiang Sutan katoan tadi,” semba Tan Baro sambia galak manih.
“Urang maliang memang pancilok. Karano itu, awak paralu waspada. Indak sajo bahati-hati di rumah, tapi juo di dalam kampuang atau komplek,” kecek Uncu.

“Yo, lah patuik lo awak maiduik-an rundo malam dan siang baliak mah. Apolai kaidupan jo ekonomi bantuak kini, ado di antaro awak nan bapikia pendek. Daripado bacakak jo galang-galang, bia panjaro diadang. Kan iyo bantuak itu ndak Tan?” kecek Angah sambia mintak pandapek ka konco palangkinnyo.
“Urang mancilok benggo anggota dewan tu paralu ditanyo elok-elok saandainyo tatangkok beko mah. Mano tau, inyo iyo mancilok untuak sabuah cito-cito tinggi nan tapendam salamo ko. Kalau memang bantuak itu, patuik dicalonkan di duo ribu ampek baleh mah,” kecek Tan Baro.
“Sadangkan indak urang maliang dasarnyo, lah banyak juo nan ciluah. Apolai kok iyo urang maliang nan manjadi calon, tantu bisa tandeh nagari ko deknyo,” semba Mak Pono. (eSPe St.Soeleman)
            Kehilangan itu mungkin Anda alami dalam waktu yang lama. Nah, tentu saja ada penyebab sehingga Anda kehilangan sukacita itu. Mungkin perampok sukacita sedang beroperasi dalam hidup Anda. Dan, karya ini mengungkapkan fakta hidup yang sering dikendalikan oleh para perampok sukacita.

Buku ini menarik. Kunci-kunci untuk memelihara sukacita dibahas dengan jelas. Sikap positif merupakan sikap yang dianjurkan untuk memelihara sukacita sejati. Memang, tekanan-tekanan datang menindih kita. Tetapi, jika kita punya sikap positif hal itu dapat diatasi. Mau tahu caranya? Bukunya ini menyajikannya secara tuntas. Tips-tips praktis yang mudah diterapkan mendapat perhatian penulisnya.

          Cobalah analisis  kejadian di PEKANBARU - Muldjono (58) seorang nasabah Bank Permata tewas dirampok kawanan bandit di  Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, Senin (27/10/2014). Akibat perampokan tersebut uang Muldjono sebesar Rp300 juta yang baru diambil dari bank raib digondol kawanan perampok.

Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Hariwiawan mengatakan, aksi perampokan terhadap nasabah bank ini terjadi sekitar pukul 10.00 WIB.

Diduga usai mengambil uang sebesar Rp300 juta Muldjono langsung dibuntuti. Kemudian korban yang menggunakan sepeda motor langsung dipepet para pelaku. Para pelaku yang sudah mengetahui letak uang Rp300 juta langsung menarik jaket korban. Akibat aksi ini, kata kasat, korban langsung terjatuh dan kepalanya terbentur aspal.


Sementara helm terjatuh. Melihat korban jatuh, salah satu pelaku langsung mengambil uang sebesar Rp300 juta yang ada di jaket korban.

Usai melakukan aksi perampokan pelaku langsung kabur. Sementara sejumlah saksi mata yang melihat aksi perampokan di siang bolong dan padat lalu lintas tidak bisa menolong karena takut pelaku membawa senjata tajam.

"Korban langsung meninggal di tempat. Muldjono mengalami luka parah di bagian kepala. Korban saat itu berangkat dari rumahnya di Jalan Kina Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru," kata Hariwiawan, Senin (27/10/2014).

Akibat aksi perampok, korban meninggal dunia. Sementara uang korban sebesar Rp300 juta yang akan disetor korban ke Bank Permata raib dibawa kabur pelaku. "Pelakunya ada empat orang menggunakan dua sepeda motor," timpalnya.  Saat ini jenazah korban telah dibawa ke RS Bayangkara Polda Riau untuk dilakukan visum.


"Kita sudah mengetahui ciri-ciri pelaku. Saat ini kita bersama Polda Riau tengah mengejar pelaku," tandasnya.




No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook