Saturday, October 4, 2014

SYAIR PENUTUP DISERTASI DI UIN SUSKA PEKANBARU



TUNJUK AJAR MELAYU
DAN SYAIR PENUTUP DISERTASI
DI UIN SUSKA PEKANBARU RIAU INDONESIA. 2014

MHUMMAD RAKIB 308911007

        Akhir kalam sebagai orang Melayu, penulis ingin menyatakan bahwa dengan aturan hukum saja, manusia tidak bisa menjadi ‘arif, karena itu perlu ditambah dengan etika dan moral, serta pesan-pesan para penyair yang beriman. Izinkanlah penulis mengutip sebuah renungan Tunjuk Ajar Melayu yang teramat dalam menyentuh kalbu, dari Tenas Efendi tahun 2004:
      1.  Anak dididik dengan kasih, kasih jangan berlebihan, berlebihan akan membutakan.
       2. Anak dididik dengan sayang, sayang jangan keterlaluan, terlalu sayang, membinasakan.
      3. Anak dididik dengan lembut, tetapi jangan terlalu lembut, terlalu lembut, membawa  hanyut.
       4. . Anak dididik dengan keras, tetapi jangan terlalu keras, terlalu keras, membawa  naas.
Dalam ungkapan lain, dinyatakan:
1.      Sebelum anak, ditunjuk ajari, baikkan dahulu, akhlak sendiri.
2.      Kalau hendak mendidik anak, sekali-kali jangan menyepak.
3.      Kalau hendak mendidk anak, jauhi perbuatan yang merusak.
4.      Kalau hendak mendidik anak, contoh yang baik mestilah tampak.
Perbaikan disertasi
KONSEP KEKERASAN PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP ANAK(Perbandingan Antara Hukum Islam dan Hukum Perlindungan Anak Dalam UU.RI Nomor 23 Tahun 2002).Definisi operasional dan peritislahan yang digunakan dalam disertasi ini ialah: 1.Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol.    2.Kekerasan fisik adalah agresi fisik diarahkan pada anak oleh orang dewasa, misalnya meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang anak. 3. Hukum Islam di sini maksudnya, keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib ditaati, yang diberi penalaran oleh fuqaha’.4.Hukuman fisik dahulunya berupa dirotan.(Perbaaikan halaman 11.)
            Manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang berfikir, yang dilengkapi pula dengan berasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan bersumber pada pengetahuan yang didapatkannya lewat kegiatan merasa atau berfikir. Penalaran merupakan kegiatan budi sebagai jalan mencapai pengetahuan dari pengetahuan yang satu kepada pengetahuan yang lain dengan perantaraan pengetahuan penghubung. Dan kemudian setiap manusia itu pasti pernah menghadapi suatu masalah, baik masalah kecil maupun besar.Dalam menghadapi masalah kemampuan seseorang itu berbede-beda, ada yang cepat menyelesaikannya, maupun ada juga yang lambat bahkan tak sanggup menghadapinya. Seseorang yang berpengalaman dalam menghadapi suatu masalah pada umumnya telah belajar dari pengalaman. Kadang kala masalah sejenis muncul kembali di waktu yang berbeda, atau terjadi pada orang lain. Untuk itulah, manusia belajar mengatasi masalah dan menemukan akar permasalahannya secara telliti agar ditemukan cara-cara mengatasi masalah yang dihadapi, serta berguna bagi orang lain yang menghadapi masalah yang serupa. Sebut saja masalah banjir. Manusia selalu mencari jalan untuk mencegah dan mengatasi dampak negative peristiwa banjir tersebut melalui kajian mendalam terhadap factor, kondisi, penyebab, dan akibat banjir terhadap manusia dan lingkungan. Di antara kegiatan kajiannya tersebut manusia melakukan upaya penelitian. Penelitian ada bermacam-macam salah satunya adalah penelitian hukum. Maka disini peneliti akan sedikit mengulas tentang penelitian hukum yang berkaitan dengan Desain Penelitian Hukum.
       Rumusan Masalah
1. Apa pengertian desain penelitian hukum?
2. Bagaimana tipologi penelitian hukum?
3.Bagaimana desain penelitian hukum itu?
4. Bagaimana penelitian hukum doktrinal?
5. Bagaimana penelitian hukum non doktrinal?





   Pengertian Desain Penelitian Hukum
1.Pengertian Desain Penelitian
         Desain penelitian disebut juga rencana penelitian. Rencana merupakan suatu kehendak atau keputusan yang dilakukan oleh seseorang. Rencana bisa juga berarti sebuah usulan (proposal) yang rinci untuk melakukan atau mencapai sesuatu. Adapun penelitian adalah pengamatan secara sistematis dan kajian atas bahan dan sumber sesuatu untuk membangun fakta dan kesimpulan. Jadi yang dimaksud dengan rencana penelitian adalah sebuah keputusan untuk mengamati atau mengkaji suatu bahan atau sumber secara sistematis.
           Desain penelitian berfungsi sebagai pedoman penelitian. Oleh karena itu sebuah desain penelitian harus dibuat secara rinci, jelas dan baersifat operasional, agar benar-benar berfungsi sebagai penuntun. Penyusunan desain yang bersifat rinci tidak  berarti sama sekali tidak boleh diperbaiki dan dikembangkan. Dalam kenyataannya apabila terdapat kekeliruan, selama penelitian berlangsung, maka mungkin saja dilakukan perubahan dan perbaikan. Namun harus disadari oleh setiap peneliti terapan, bahwa semakin sedikit perbaikan dan perubahan yang dilakukan, selama penelitian berlangsung berarti desain telah disusun secara baik dan benar.[1][2]
2.   Pengertian Desain Penelitian Hukum
           Hukum merupakan asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal. Beberapa definisi hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh para sarjana, yaitu:
a.          Thomas Hobbes merumuskan bahwa hukum adalah kebebasan untuk melakukan sesuatu.
b.         Roscoe Pound merumuskan bahwa hukum adalah alat untuk mengubah memperbaiki keadaan masyarakat.
c.          Land dan Van Kan merumuskan bahwa hukum merupakan keseluruhan peraturan yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan masyarakat.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hukum itu selalu ada hubungannya dengan manusia dalam arti ada hukum karena ada manusia yang hidup bermasyarakat dan sebaliknya ada manusia yang hidup bermasyarakat pasti ada hukum.
            Jadi desain penelitian hukum merupakan suatu rancangan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, selain itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan dalam gejala yang bersangkutan.[2][4]
b. Penelitian hukum dengan menggunakan metode dan teknik penelitian ilmu-ilmu sosial.
3. Menurut Soerjono Soekamto , berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi dalam:
 1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari:  
a. penelitian terhadap asas-asas hukum  
b. penelitian terhadap sistematika hukum 
c. penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum
 d. penelitian sejarah hukum
 e. penelitian perbandingan hukum
2. Penelitian Hukum Sosioligis atau Empiris, yang terdiri dari:
a.penelitian terhadap identifikasi hukum
b.penelitian terhadap efektifitas hukum.
4.Sedangkan Soetandyo Wignjosoebroto, membagi penelitian hukum dalam:
1. Penelitian Doktrinal, yang terdiri dari:
a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif
b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif
c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu  perkara hukum tertentu.
2. Penelitian Non Doktrinal, yaitu penelitian berupa studi-stidi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat.
                                                                       
           Desain Penelitian Hukum

  Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dalam bentuk hukum normatif atau doctrinal research, menggunakan pisau analisis berupa kaedah-kaedah hukum dengan metode normatif dalam jangkauan yang terbatas. Hanya digunakan sumber data sekunder, yaitu peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori-teori hukum, dan pendapat para sarjana hukum terkemuka, sedangkan analisis yang penulis gunakan berupa analisis normatif-kualitatif. Dalam hukum Islam merujuk pada al Qur’an dan al Hadits dan kitab-kitab fiqih (pendapat para ulama). Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang sesuai untuk diterapkan guna menyelesaikan perkara hukum tertentu.( Pebaikan halaman 26)
                   Grand Theory penelitian ini, pada tataran grand theory digunakan teori kredo. Teori kredo atau syahadat yaitu teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum Islam oleh mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai konsekuensi logis dari pengucapan kredonya. Teori ini sesungguhnya kelanjutan dari prinsip tauhid dalam filsafat hukum Islam. Prinsip tauhid yang menghendaki setiap orang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah, ia harus tunduk kepada perintah-Nya, sekaligus taat kepada Rasulul-Nya, bahwa orang yang telah menerima Islam, berarti ia telah menerima otoritas hukum Islam atas dirinya.(Perbaikan halaman 9).    ANALISIS TENTANG (7)

ANALISIS TENTANG KONSEP HUKUMAN FISIK TERDAP ANAK
Pasangan suami istri Malaysia didakwa melakukan "pelanggaran berat" di Swedia karena memukul empat anak mereka. Hukuman fisik terhadap anak dilarang di Swedia namun di Malaysia hukuman pencambukan masih berlaku di sekolah-sekolah. Azirul Raheem Awaluddin, direktur badan Pariwisata Malaysia, tinggal di Swedia bersama keluarganya dalam tiga tahun terakhir. Ia dan istrinya Shalwati Norshal, ditahan di Stockholm sejak Desember lalu setelah diduga berulang kali memukul tangan putranya karena menolak sembayang. Sejak penahanan itu, jaksa Swedia mengatakan mereka menemukan insiden pemukulan lain terhadap anak suami istri itu.Salah satu hukuman fisik terhadap empat anak mereka yang dilakukan antara tahun 2011 dan 2012 termasuk dengan menggunakan tali pinggang dan juga kayu.
Kasus itu mengejutkan banyak pihak di Malaysia karena hukuman fisik merupakan hal yang tergolong biasa di negara itu, kata wartawan BBC di Kuala Lumpur Jennifer Pak.Keempat anak pasangan itu telah dikembalikan ke Malaysia dan diasuh oleh sanak saudara mereka atas permintaan Perdana Menteri Najib Razak.
NEFOSNEWS, Jakarta – Jangan main-main tinggal di Swedia. Pasangan suami istri (pasutri) Malaysia dipenjara gara-gara memukul anak dengan tongkat, gantungan baju, dan tangan.
               

3. Konsep anti kekerasan terhadap anak, menurut Undang-Undang Nomor 23  Tahun 2002, sejalan dengan konsep dan implementasi perlindungan anak perspektif fiqh bahwa Syari’at Islam merupakan piranti perlindungan anak dari tindak eksploitasi, bahkan Hukum Islam sebagai salah satu norma yang dianut masyarakat, perlu dijadikan landasan dalam mengkaji persoalan perlindungan anak. Elastisitas hukum Islam  dengan prinsip “ Shalih li Kulli Zaman wa Makan”dan prinsip menghendaki dilakukannya  interpretasi baru sesuai dengan konteks  kejahatan saat ini.


Nilai transedental yang melekat pada norma hukum Islam, merupakan kelebihan tersendiri yang menyebabkan penganutnya lebih yakin bahwa jika ajaran agama dipahami dengan baik, maka akan disadari pula betapa agama tidak menghendaki terjadinya eksploitasi sesama manusia. Nilai-nilai penegakan keadilan, pencegahan kezaliman, dan perlunya kerjasama dalam mengatasi masalah masalah sosial merupakan misi  kemanusiaan yang dibawa agama. Namun demikian, nilai-nilai tersebut perlu senantiasa diaktualkan dan diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan terbaru modus kejahatan.Antisipasi normatif hukum Islam urgen dilakukan, karena tindak kekerasan terhadap anak banyak diwarnai aksi perlakuan sadis, tidak berprikemanusiaan, atau tidak lagi ada rasa kasih sayang pada diri pelaku. Padahal Rasulullah SAW menekankan perlunya kasih sayang dan saling menghargai di antara sesama, sebagaimana hadis riwayat Anas bin Malik:
                                                         Swedia tercatat sebagai negara pertama di dunia yang menerapkan larangan hukuman fisik terhadap anak pada 1979. Sama dengan UU Perlindungan Anak di Indonesia. Langkah Swedia ini kemudian diikuti oleh 36 negara lainnya.Negara di Eropa ini tidak main-main dengan larangan tersebut. Ada pasangan suami istri (pasutri) Malaysia, Azizul Awalludin dan Shalwati Norshal, harus merasakan kerasnya peraturan tersebut. Azizul dan istrinya diganjar hukuman penjara masing-masing 10 dan 14 bulan karena terbukti memukul anak yang berusia antara tujuh hingga 14 tahun dengan tongkat, gatungan baju, dan tangan.
               Kendati anak sendiri, terlarang bagi  orangtua melakukan kekerasan. Awalludin pengacara asal Malaysia, kecewa dan menyanggah tuntutan itu,” ujar kuasa hukum Jonas Tamm seperti diberitakan AFP, di internet, Sabtu (29/3/2014). Kekerasan terhadap anak ini terbongkar setelah salah seorang anak dari empat anak pasangan ini mengadu ke sekolah. Staf sekolah yang tanggap segera melaporkan nya ke dinas sosial yang berujung penahanan terhadap pasangan Malaysia tersebut.
 Kasus ini menjadi pembicaraan di kalangan pembela hak anak di Swedia. Sebaliknya, kasus ini juga menimbulkan pro dan kontra di Malaysia. Pasalnya, di Negara itu memukul anak bukan dianggap sebagai pelanggaran.
Najib Razak, Perdana Menteri Malaysia, bahkan turun tangan dengan menawarkan bantuan hukum bagi pasutri yang terpaksa harus mendekam di penjara akibat memukul anak sendiri. Hal itu diungkapkan Najib saat menyambut keempat anak pasangan Azizul dan Shalwati sementara kedua orangtua itu harus mendekam di penjara Stockholm sejak Desember 2013. (yuliani s aryuntra) Caption foto: keempat anak Malaysia yang pulang tanpa orangtuanya yang dipenjara di Swedia. (themalaysianinsider.com)




No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook