Saturday, November 1, 2014

ANAK YANG MALAS, JANGAN DISIKSA, HANYA BOLEH, SEDIKIT PAKSA.



MENGHUKUM  DENGAN KERAS ANAK YANG
OLEH  M.RAKIB  WIDYAISWARA  LPMP  RIAU INDONESIA

 
ANAK YANG MALAS, JANGAN DISIKSA,
HANYA BOLEH, SEDIKIT PAKSA.
TANYAKAN DAHULU, CITA-CITANYA
JANGAN DICACI,  JANGAN  DIHINA.

          Sejak  zaman dahulu kala, seringkali para orang tua dan guru menghukum dan menghina anak yang malas. Hal ini menimbulkan rasa kurang puas pada anak, sang anak akan kehilangan kepercayaan diri dan runtuh kepribadiannya. Padahal kemalasan itu amat membutuhkan simpati, kasih sayang dan penanganan yang tepat. Untuk itu upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi anak malas belajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:



1. Memberikan paksaan ringan.
2. Memberi Sentuhan pada Titik Peka Anak

Sebagai orang tua sekaligus sebagai pendidik bagi anak harus memiliki kesabaran untuk memulai menyentuh titik peka anak dengan memberi perhatian khusus pada hal-hal yang amat menarik perhatian anak. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan perhatian anak. Dengan demikian anak tentunya akan terbuka menerima pendapat dengan perasaan senang dan gembira, bebas dari perasaan tertekan, takut dan terpaksa. Pada akhirnya anak akan menerima pemahaman, betapa penting dan dibutuhkan proses belajar untuk mencapai tujuan (memperoleh keperkasaan menurut daya nalarnya). Dalam hatinya pun tergerak untuk melakukan dan merencanakan kegiatan belajarnya. Hanya saja di sini dibutuhkan kesabaran anda untuk melakukan pendekatan kepada anak.


3. Membangkitkan bakat dan Nilai Plus pada Anak

Satu pengharapan orang tua tentunya menginginkan anak itu terpacu semangatnya untuk belajar. Anak belajar atas inisiatif, kesadaran sendiri dan proses belajar itu sudah menjadi suatu kesadaran kebutuhannya untuk mencapai suatu kecakapan khusus serta ingin menonjolkan kelebihan-kelebihannya lebih dari yang lainnya.

Untuk menyentuh perasaan atau keinginan bawah sadar anak agar dirinya merasa “tertantang” untuk berbuat sesuatu/melakukan sesuatu yang positif, anda dapat mengambil contoh dari tokoh film herois dan tokoh dunia yang sukses. Anda dapat mengungkapkan, bahwa untuk menjadi orang yang sukses dibutuhkan perencanaan belajar, cara-cara belajar yang baik, tahu apa yang hendak dipelajari dan tahu menerapkan apa yang dipelajari, sehingga tertanam pemahaman belajar yang bukan asal belajar.


4. Mengembangkan Cita-Cita Anak

Anda harus berperan aktif untuk mendorong anak agar memiliki cita-cita hidup sesuai dengan taraf perkembangan daya nalarnya dan usianya. Cita-cita anak selalu berubah sesuai dengan perkembangan usia dan daya nalar anak. Anda dapat memberi contoh agar anak mau mengembangkan imajinasi dirinya atau mengidentifikasikan dirinya jika sudah dewasa ingin menjadi apa dirinya. Dengan terpatrinya sebuah cita-cita hidup dalam hati nurani anak, akan menumbuhkan motivasi instrinsik pada diri anak untuk lebih giat belajar dan lebih terbuka untuk mengembangkan perencanaan belajarnya


5. Menentukan Waktu Belajar Anak yang Tepat
Jika anak anda telah sadar dan tergerak hatinya untuk melakukan kegiatan belajar kesempatan yang baik ini jangan anda sia-siakan. Anda dapat mengarahkan dan menentukan kapan waktu belajar anak. Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam menentukan waktu belajar anak di rumah, antara lain:

- Sesuai dengan keinginan anak

- Jangan berbenturan dengan waktu keinginan-keinginan lain yang dominan pada anak, seperti permainan kesukaannya dan sebagainya.

- Kondisi fisik dan psikis anak dalam keadaan fresh (segar) bebas dari rasa lelah,
mengantuk,gangguan penyakit, rasa marah dan sebagainya.


6. Mengembangkan Tujuan Belajar

Agar anak mengetahui mafaat dan arah yang dipelajarinya, biasakan akan belajar dengan bertujuan. Dengan adanya tujuan belajar akan lebih bermakna, karena anak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dipelajari dan apa yang dikuasainya. Anak pun akan mudah memusatkan perhatian pada pelajarannya.


7.Mengembangkan Cara-Cara Belajar yang Baik pada Anak

Gairah belajar anak akan tumbuh jika dirinya mengetahui bagaimana cara belajar yang efektif dan efesien. Untuk mencapai tujuan belajar anak, anda perlu membekali anak bagaimana cara-cara belajar yang efektif dan efesien. Ana dapat mananamkan pengertian pada anak bahwa dalam belajar juga sangat dibutuhkan teknik belajar yang bai, agar belajar itu lebih bermakna dan memudahkan pencapaian tujuan belajar.


8.Mengembangkan rasa percaya diri anak

Sudah tentu menjadi suatu keharusan bagi anda untuk bisa membangkitkan dan memupuk rasa percaya diri anak sedini mungkin. Rasa percaya diri adalah sumber motivasi yang besar bagi anak untuk memusatkan perhatian pada pelajarannya. Dengan adanya percaya diri pada anak, akan tumbuh semangat “dia mampu berbuat atau melakukan”. Sesuatu yang sulit dalam pelajaran mejadi tantangan untuk ditaklukkan dan utnuk dikuasai. Anak punya keyakinan mampu melakukan tidak akan gampang menyerah dalam menghadapi kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kreativitas dan imajinasi berpikir akan berkembang untuk mencari cara-cara mengatasi kesulitan.
Diposkan oleh madrasah di 18.41
Label: Psikologi
Bolehkah Mengusir Anak yang Menyukai Sesama Jenis?
Saya seorang anak 13 tahun yang tinggal bersama orang tua saya. Saya gay dan sexual preference saya tidak diterima oleh orang tua saya. Saya belum memberitahu orang tua saya karena takut orang tua saya akan mengusir saya. Apakah orang tua berhak mengusir dan memutuskan bantuan finansial kepada anaknya yang di bawah umur? Dan jika sang anak sudah mencapai umur dewasa apakah orang tua sudah boleh mengusir anaknya? Terima kasih sebelumnya. Dan mohon pengertiannya.
Chance

Jawaban:
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.
http://images.hukumonline.com/frontend/lt5165540a9b53c/lt5450c0bd5a9b0.jpg
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan mendefinisikan terlebih dahulu istilah gay seperti yang Anda sebutkan. Berdasarkan laman kamuskesehatan.com, gay adalah istilah awam untuk laki-laki homoseksual. Adapun arti homoseksual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman resmi Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan RI adalah keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama. Di samping itu, mengusir mengandung arti menyuruh pergi dengan paksa; menyuruh (orang lain) meninggalkan tempat.


Selain itu, dalam artikel 12 Jenis Penyimpangan Seksual yang Perlu Anda Ketahui yang kami akses dari laman www.seksualitas.net disebutkan bahwa homoseksualitas adalah aktifitas seks yang terjadi akibat perubahan orientasi pasangan seks, pelakunya disebut gay atau homo untuk pria dan lesbian untuk penyuka sesama jenis wanita. Beberapa ahli tidak memasukkan homoseksualitas sebagai penyakit melainkan rasa keterkaitan atau romantisme biasa terhadap sesama jenis.


Terkait dengan kondisi seperti ini, jika dilihat dari segi hukum, Anda masih tergolong anak sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) berbunyi:


“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”


Orang tua Anda tidak dibenarkan untuk mengusir Anda, terlebih usia Anda saat ini adalah 13 tahun dan masih menjadi tanggung jawab orang tua untuk mengasuh dan memelihara Anda (Pasal 26 ayat (1) UU Perlindungan Anak).


Selain itu, apabila benar orang tua Anda mengusir Anda, menurut hemat kami hal tersebut merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga.


Tindakan orang tua Anda yang mengusir dan memutuskan kebutuhan finansial Anda bisa jadi dikategorikan sebagai penelantaran anak karena menyangkut kewajibannya sebagai orang tua. Mengenai hal ini kita mengacu pada definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga (“KDRT”) yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”):


“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”


Hal ini juga diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT yang mengatakan bahwa setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.


Mengacu pada hal-hal di atas, menurut hemat kami, tindakan orang tua yang menyuruh seorang anak pergi dengan paksa dan memutuskan bantuan finansial merupakan KDRT. Oleh karena itu, tindakan tersebut dapat diancam pidana.


Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT berdasarkan Pasal 49 huruf a UU PKDRT adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).


Lalu bagaimana jika Anda telah dewasa secara hukum? Melihat dari definisi anak dalam UU Perlindungan Anak, maka seseorang telah dikatakan dewasa setelah ia mencapai usia 18 tahun. Dilihat dari segi usia, memang sudah dewasa. Akan tetapi, apabila Anda telah mencapai usia 18 tahun namun Anda masih berada di lingkup rumah tangga dengan orang tua Anda, tidak serta merta menjadi “alasan” dibolehkannya Anda untuk diusir dari rumah. Kewajiban orang tua Anda tetap ada selama Anda masih tinggal bersama orang tua Anda.

Adapun lingkup rumah tangga dalam UU PKDRT ini meliputi:
a.    suami, isteri, dan anak;

b.    orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

c.    orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.


Contoh kasus dapat kita lihat dalam Pengadilan Negeri Masohi Nomor: 02/Pid.Sus/2013/PN.MSH. Dalam putusan diketahui bahwa terdakwa selaku suami (ayah) dari anaknya mengusir istri dan anaknya pergi dari rumahnya. Kemudian istri dan anaknya itu kembali ke rumah orang tuanya dan selama itu pula terdakwa tidak menafkahi keluarganya. Atas dasar perbuatannya itu, hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 49 huruf a UU PKDRT, yakni melakukan tindak pidana penelantaran dalam lingkup rumah tangga.


Namun begitu, menurut kami, sebaiknya Anda membicarakan baik-baik terlebih dulu dengan orang tua tentang ketertarikan Anda terhadap orang dari jenis kelamin yang sama. Anda jangan merasa takut untuk menceritakannya ke orang tua Anda karena hal ini akan berdampak pada beban psikologis Anda. Barangkali Anda dan orang tua bisa membicarakan jalan keluar terbaik dalam kasus Anda tersebut.


Walau demikian, sekedar catatan, ada persoalan hukum yang mungkin dapat menimpa pelaku homoseksual di Indonesia. Misalnya adalah legalitas perkawinan pelaku homoseksual. Lebih lanjut silakan baca artikel berikut:

1.    Keabsahan Perkawinan Pasangan WNI Sesama Jenis di Luar Negeri

2.    Tindak Pidana yang Terkait Hubungan Pasangan Sesama Jenis

3.    Hukum Perkawinan Sesama Jenis di Indonesia

4.    Sodomi, Tindak Pidana atau Bukan? 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

2.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Putusan:

Pengadilan Negeri Masohi Nomor: 02/Pid.Sus/2013/PN.MSH.

Referensi:

1.    kamuskesehatan.com, diakses pada 2 September 2014 pukul 13.55 WIB;

2.    http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada 2 September 2014 pukul 13.56 WIB;

3.    http://www.seksualitas.net/jenis-jenis-penyimpangan-seksual.htm#_, diakses pada 2 September 2014 pukul 15.46 WIB.

1 comment:

Komentar Facebook