Sunday, November 16, 2014

EMPAT KEJAHATAN IBU-IBU TERHADAP ANAKNYA



EMPAT KEJAHATAN IBU-IBU TERHADAP ANAKNYA


M.Rakib LPMP Riau Indonesia.2014
Memanjakan berarti ibu-ibu membunuh,
Kepercayaan diri anakmu Buk, jadi runtuh
Tidak cekatan, anakmu dalam beraruh
Cita-citanya yang tinggi itu Ya Buk, jadi rapuh

          Betapa banyaknya orang tua yang telah menjadi pembunuh. Penulis tertarik dengan yang ditulis oleh Yulia Alimudin ibu rumah tangga di http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/03/pendidikan-yang-menjerumuskan-426812.html, bahwa memanjakan anak tidak bergantung pada kaya atau miskinnya suatu keluarga, tetapi lebih dipengaruhi oleh sedikit banyaknya pengetahuan orang tua akan ilmu mendidik anak. Ketidaktahuan pola mendidik anak membuat mereka salah kaprah. Niat hati sayang pada anaknya, justru membuat anak itu celaka, tidak berdaya dan kehilangan masa depan mereka. Sejak kecil, anak telah dibiasakan dituruti kemauannya, apa yang dikehendaki nya selalu diaada- adakan.
          Seorang anak manja seolah- olah raja didalam rumahnya ; orang - orang seisi rumah harus tunduk dan takluk kepadanya. Ia hidup menuruti kemuan sendiri saja, hawa nafsu dan tingkah laku anak itu makin merajalela . Oleh karena itu tidak mengherankan jika sudah besar ia akan bersifat pembantah, keras hati atau keras kepala, tidak inisiatif dan selalu bergantung kepada orang tuanya. Banyak sekali orang tua yang memanjakan anaknya dengan berbagai cara seperti :
Pertama, memproteksi anak  dengan seribu satu macam perlindungan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berusaha menyingkirkan segala kesulitan baginya. Misalnnya memperlakukan anak seperti seorang raja, selalu membela anaknya ketika bertengkar dengan temannya meskipun anaknya yang salah.
Kedua, memenuhi segala keinginan si anak, apa saja yang menjadi kehendak dan keinginan anak, biarpun akan merugi atau menggangu kesehatan dan pertumbuhnnnya dituruti saja. Tidak bisa berkata tidak kepada anak, selalu mengalah pada anak, takut pada anak, sehingga menjadikan kita sebagai orang tua tidak mempunyai wibawa lagi.
Ketiga, Membiarkan dan membolehkan si anak berbuat sekehendak hatinya. Ini menjadikan dia jauh dari ketertiban, kepatuhan, peraturan, dan kebiasaan- kebiasaan baik lainnya. Biasanya orangtua segan untuk mendidik anak agar segara membereskan tempat tidurnya dan merapihkan mainan ketika sudah selesai main.
Karena saking sayangnya, beberapa orangtua mendidik anak dengan cara memanjakannya. Hal tersebut dalam jangka pendek seakan tak ada masalah, namun dalam jangka panjang akan mempunyai dampak yang sangat signifikan.
Biasanya, memanjakan anak secara berlebihan berhubungan dengan situasi-situasi di bawah ini :
1. Anak tunggal, jadi semua kasih sayang dicurahkan kepadanya karena dia merupakan harapan satu- satunya dikeluarga
2. Anak sulung adiknya belum lahir, disebabkan karena dia anak yang pertama lahir, maka orangtuanya sangat memanjakkan anak tersebut
3. Anak bungsu, karena dia merupakan anak yang paling kecil
4. Anak yang termanis atau terpandai diantara saudara- saudaranya
5. Anak yang sering sakit
6. Anak yang cacat
7. Seorang anak laki- laki yang saudarannya perempuan semuanya
8. Seorang anak perempuan yang saudara- saudaranya laki- laki semuanya
9. Anak yang diasuh oleh neneknya, karena nenek biasanya menyayangi melebihi rasa sayang pada anaknya sendiri, sehingga jika cucunya berbuat nakal tidak berani memukul atau menegurnya.(Betul kata Yulia)
10. Anak angkat, karena tidak mempunyai anak, maka menyayangi anak angkat secara berlebihan
Hal-hal yang menyebabkan orang tua atau pengasuh - pengasuh lain memanjakan seorang anak adalah :
1. Karena ketakutan yang berlebih - lebihan akan bahaya yang mungkin akan mengancam si anak . Dalam hal ini orang tua akan selalu berusaha melindungi anaknya dari segala sesuatu yang mengandung bahaya, seperti melarang anaknya berlari- larian, bermain dipanas matahari, dibelanya jika ia berkelahi atau bertengkar dengan temannya.
2. Keinginan yang tidak disadari untuk selalu menolong dan memudahkan kehidupan si anak karena mereka berfikir semua pekerjaan yang dilakukannya semata - mata untuk kepentingan si anak akibatnya orang tua memberi pertolongan yang berlebih- lebihanpada anak dan memanjakannya.
3. Karena orang tua sendiri takut akan kesukaran, segan bersusah- susah , ingin mudah dan enaknya saja. Orang tua takut kalau si anak bertindak membandel dan terus merengek-rengek jika keinginannnya tidak terpenuhi, mereka merasa lebih mudah berbuat untuk menuruti kehendak anaknya dari pada berlaku sabar dan menahan nafsu amarahnya. Tapi mereka lupa bahwa dengan perbuatan itu anak akan lebih menyukarkan dan menuntut lebih banyak lagi . Itulah sebabnya seorang pengasuh sering memanjakan anak majikannya, ia takut akan kesukaran ; kesukaran yang timbul dari si anak dan kemarahan majikannya
4. Karena ketdaktahuan orang tua, kebanyakan orang tua, baik yang tidak terpelajar sekalipun, mengetahui apa yag dapat diperbolehkan dan apa yang harus dilarang bagi anak- anaknya , tetapi ada pula orang tua yang memang sama sekali tidak tahu cara mengasuh anaknya , mereka tidak tahu bahwa anak harus dibiasakan akan ketertiban, berlaku menurut peraturan - peraturan yang baik untuk bekal hidupnya nanti dalam masyarakat. Ketidaktahuan ini juga sering terdapat pada pengasuh - pengasuh anak kita, maka hati- hatilah memilih seorang pembantu sebagai pengasuh anak- anak.
Anak yang dimanjakan akan menderita akibat- akibat buruk seperti :
1. Anak akan mempunyai sifat mementingkan dirinya sendiri , anak yang dimanja merasa dari kecilnya bahwa orang lain selalu menolongnya, selalu memandang dirinya lebih penting dari pada yang lain. Akibatnya , setelah anak menjadi besar, akan menjadi orang yang selalu ingin di pandang, ingin ditolong, merasa kepentingannya sendiri lebih penting dari pada kepentingan orang lain, ia selalu ingin dipuji, ingin menang sendiri, sehingga akhirnya dapat menjadi orang yang congkak dan tamak; perasaan sosialnya kurang.
2. Kurang mempunyai rasa tanggung jawab. Anak yang dimanjakan selalu mendapat pertolongan, segala kehendaknya diturut, tidak boleh dan tidak pernah menderita susah dan kesukaran. Hal ini akan menjadikan anak itu orang yang selalu minta pertolongan dan mengharapkan belas kasihan orang lain, ia tidak sanggup berikhtiar dan inisiatif sendiri. Meskipun ia telah berkeluarga masih selalu mengharapkan bantuan orang tuanya baik secara moril maupun materil . Sehingga orang tuanya telah tiada ia tidak bisa bekerja keras sehingga banyak kejadian anak yang dimanja sering mengalami penceraian.
3. Memanjakan dapat mengakibatkan anak menjadi tidak percaya diri. Kebiasaan menerima pertolongan dan selalu mendapat bantuan akibatnya anak itu menjafi orang yang selalu tidak dapat mengerjakan atau memecahkan suatu masalah dalam kehidupannya ia merasa bodoh, tidak sanggup , merasa harga diri kurang dan meyebabkan anak itu lekas putus asa dan keras kepala.
4. Di sekolah anak yang manja selalu berusaha menarik perhatian guru atau teman- temannya, perhatian teman - temannya dipikatnya dengan pakaian indah, dengan alat- alat permainan, dengan membagi- bagikan makanan, dengan bercerita yang bukan- bukan atau dengan pura- pura sakit.
5. Karena tidak ada kemauan dan inisiatif ; di sekolah anak yang manja itu bersifat pemalas. Ia enggan bersusah- susah mengerjakan soal pelajarannya ia suka mencontoh pekerjaan temannya, suka mencontek , ia sering tidak disenangi dan dijauhi sehingga anak yang manja itu terasing dari teman- temannya.
Sebenarnya kesalahan bukan mutlak terletak pada anaknya. Akan tetapi karena perlakuan orang tua sendiri, yang tidak tahu akibat memanjakan anak. Orang tua tidak menyadari bahwa anaknya nanti akan tumbuh besar dan tidak akan hidup selamanya dengan orang tua, mereka harus sekolah (kost) jauh dari rumah, akan tinggal dengan orang lain, akan memasuki dunia luar yang keras, dimana orang yang bekerja keras akan berani menghadapi hidup yang penuh tantangan, akan menikah dan membangun rumah tangganya sendiri. Oleh karena itu untuk menolong anak itu agar tidak terjerumus dan membahayakan masa depannya kita sebagai pendidik (orang tua) adalah :
1. Jangan mengindahkan anak yang manja itu lebih dari pada anak - anak lain. Pendidik ( orang tua ) harus berusaha agar anak yang manja menginsafi bahwa ia tidak berbeda dengan anak- anak yang lain.
2. Didiklah mereka itu ke arah percaya kepada kemampuan dirinya sendiri , dalam hal ini kita jangan memberi pertolongan kepadanya, jika ia tidak perlu benar
3. Besarkan hatinya terhadap hasil- hasil usahanya yang telah dikerjakannya sendiri, kalau perlu pujilah mereka, jagalah agar mereka jangan bertambah kecil hati.
4. Kembangkan perasaan sosial anak itu, biasakan ia bekerja sama, bantu membantu dengan temannya
5. Yang paling penting adalah menyadarkan orang tua bahwa perbuatan mereka memanjakan anak itu keliru dan harus di ubah.
Mudah-mudahan, kita sebagai orang tua bisa mendidik anak-anak kita dengan pendidikan yang tepat dan memandu mereka menjadi generasi-generasi yang hebat di masa yang akan datang.
"MENGAPA FASE PENDISIPLINAN ANAK DIMULAI PADA USIA 7 TAHUN? "
berkait dengan perintah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam (SAW). Beliau bersabda, ”Apabila anak telah mencapai usia tujuh tahun, perintahkanlah dia untuk melaksanakan shalat. Dan pada saat usianya mencapai sepuluh tahun, pukullah dia apabila meninggalkannya.” (Riwayat Abu Dawud).
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, ”Ajarkanlah anakmu tata cara shalat ketika telah berusia tujuh tahun. Dan pukullah dia pada saat berusia sepuluh tahun (apabila meninggalkannya).” (Riwayat Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas kepada kita bahwa mendisiplinkan anak shalat dimulai pada usia tujuh tahun. Bukan usia sebelumnya. Kita perlu memberi pendidikan iman, akhlak dan ibadah sedini mungkin. Tetapi ada prinsip lain yang harus kita perhatikan: berikanlah pendidikan tepat pada waktunya. Sesungguhnya, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW dan sebaik-baik perkataan adalah firman Allah ’Azza wa Jalla, yakni kitabullah al-Qur’anul Kariim.
Al-’Alqami dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi dalam syarah Al-Jami’ush Shaghir berkata “Hen-daklah mengajarkan mereka hal-hal yg diperlukan mengenai shalat di antaranya tentang syarat-syarat dan rukun shalat. Dan memerintahkan mereka utk mengerjakan shalat setelah belajar.” Dia katakan juga bahwa “Diperintah-kannya memukul itu hanyalah terhadap yg telah berumur sepuluh tahun krn saat itu ia telah mampu menahan derita pukulan pada umumnya. Dan yg dimaksud dgn memukul itu pukulan yg tidak mem-bahayakan dan hendaknya menghindari wajah dalam memukul.”
Kejahatan pertama: memaki dan menghina bawahannya
Kejahatan kedua: melebihkan bawahan yang  satu  dari yang lain
Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi bawhannya yang mengkritik
Kejahatan keempat: tidak memberi teguran yang bersifat mendidik.
Kadang-kadang ada bawahan  yang bertanya apakah aku seimbang haknya di kantor ini dengan saudara yang lain? Karena ada atasan/ kepala yang melebihkan kasih sayang kepada pegawai yang lain. Ada atasan yang melebihkan perhatian kepada bawahan yang lain. Nah pertanyaan apakah saya pantas dicintai dasarnya adalah sense of self worth – rasa bernilai. Pegawai yang asalnya tumbuh dari keluarga yang baik, rasa nilai dirinya baik. Itu sebabnya mudah percaya diri. Yang menjadikan masalah dalam hubungan cinta sesama sekantor  itu memang akan ada perbedaan. Sebagai kekuatan untuk menumbuhkan. Karena tidak ada kekasih yang tidak mengatur.
Kepala/ aatasan jika terasa semakin mengatur. Karena tidak ada orang dalam hubungan baik atau dicintai itu yang tidak dituntut menjadi orang seperti yang diharapakan oleh orang yang mencintainya. Itu sebabnya mulai ada konflik. Perbedaan antara orang yang dicintai dengan perilkaunya membuat kita mencintai orangnya dan membenci perilakunya. Itu yang menjadikan hubungan kita adalah cinta dan benci. Jangan sampai kita dibenci oleh orang yang tadinya mencintai kita karena kita menolak berlaku seperti yang diharapkan oleh orang yang mencintai kita. Itu.
Menarik tulisan dakwatuna.com - Rasulullah saw. sangat penyayang terhadap  bawahannya, maaf sahabatnya, bahkan anak-anak, baik terhadap keturunan beliau sendiri ataupun anak orang lain. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nomor 5538).
Bahkan dalam shalat pun Rasulullah saw. tidak melarang anak-anak dekat dengan beliau. Hal ini kita dapat dari cerita Abi Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah saw. mendatangi kami bersama Umamah binti Abil Ash –anak Zainab, putri Rasulullah saw.—Beliau meletakkannya di atas bahunya. Beliau kemudian shalat dan ketika rukuk, Beliau meletakkannya dan saat bangkit dari sujud, Beliau mengangkat kembali.” (HR. Muslim dalam Kitab Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, hadits nomor 840).
Peristiwa itu bukan kejadian satu-satunya yang terekam dalam sejarah. Abdullah bin Syaddad juga meriwayatkan dari ayahnya bahwa, “Ketika waktu datang shalat Isya, Rasulullah saw. datang sambil membawa Hasan dan Husain. Beliau kemudian maju (sebagai imam) dan meletakkan cucunya. Beliau kemudian takbir untuk shalat. Ketika sujud, Beliau pun memanjangkan sujudnya. Ayahku berkata, ‘Saya kemudian mengangkat kepalaku dan melihat anak kecil itu berada di atas punggung Rasulullah saw. yang sedang bersujud. Saya kemudian sujud kembali.’ Setelah selesai shalat, orang-orang pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat sedang sujud di antara dua sujudmu tadi, engkau melakukannya sangat lama, sehingga kami mengira telah terjadi sebuha peristiwa besar, atau telah turun wahyu kepadamu.’ Beliau kemudian berkata, ‘Semua yang engkau katakan itu tidak terjadi, tapi cucuku sedang bersenang-senang denganku, dan aku tidak suka menghentikannya sampai dia menyelesaikan keinginannya.” (HR. An-Nasai dalam Kitab At-Thathbiq, hadits nomor 1129).
Usamah bin Zaid ketika masih kecil punya kenangan manis dalam pangkuan Rasulullah saw. “Rasulullah saw. pernah mengambil dan mendudukkanku di atas pahanya, dan meletakkan Hasan di atas pahanya yang lain, kemudian memeluk kami berdua, dan berkata, ‘Ya Allah, kasihanilah keduanya, karena sesungguhnya aku mengasihi keduanya.’” (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5544).
Begitulah Rasulullah saw. bersikap kepada anak-anak. Secara halus Beliau mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan anak-anaknya. Beliau juga mencontohkan dalam praktik bagaimana bersikap kepada anak dengan penuh cinta, kasih, dan kelemahlembutan.
Karena itu, setiap sikap yang bertolak belakang dengan apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., adalah bentuk kejahatan kepada anak-anak. Setidak ada ada empat jenis kejahatan yang kerap dilakukan orang tua terhadap anaknya.
Kejahatan pertama: memaki dan menghina anak
Bagaimana orang tua dikatakan menghina anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai kekurangan anaknya dan memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika itu dilakukan di hadapan teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini adalah memberi nama kepada si anak dengan nama yang buruk.
Seorang lelaki penah mendatangi Umar bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Rasulullah saw. sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).
Karena itu Rasulullah saw. kerap mengganti nama seseorang yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau, mengganti julukan-julukan yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik dan bermakna positif. Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang sedih) menjadi Sahlun (mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani Rusyd (yang diberi petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama kecil Aisy untuk memberi kesan lembut dan sayang.
Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan bila kita memberi dan memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan bermakna menghinakan dirinya.
Kejahatan kedua: melebihkan seorang anak dari yang lain
Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada anaknya. Sikap ini adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orang tuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.
Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).
Dan puncak kezaliman kepada anak adalah ketika orang tua tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada anak perempuan yang kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota tubuhnya. Padahal, tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi tidak pintar pun itu bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan anak adalah pemacu bagi orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya. Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi, semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR. Ibnu Hibban)
Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi si anak
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu da’awaatin mustajaabaatun: da’watu al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu waalidin ‘ala walidihi; Ada tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa (keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1828)
Entah apa alasan yang membuat seseorang begitu membenci anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang hari lidahnya tidak kering mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki anaknya. Sungguh, ibu itu adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang buruk, setiap ucapan laknat yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang diucapkannya bisa terkabul lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua amal lisannya yang tak terkendali.
Coba simak kisah ini. Seseorang pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”
Na’udzubillah! Semoga kita tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada orang tuanya.
Kejahatan keempat: tidak memberi pendidikan kepada anak
Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”
Perhatian. Itulah kata kuncinya. Dan bentuk perhatian yang tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah bentuk kejahatan orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah ancaman yang buruk bagi pelakunya.
Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nomor 372).
Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min nahlin afdhala min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)
Semoga kita tidak termasuk orang tua yang melakukan empat kejahatan itu kepada anak-anak kita. Amin.
Mochamad Bugi
Tentang Mochamad Bugi
Mochamad Bugi lahir di Jakarta, 15 Mei 1970. Setelah lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta, ia pernah mengecap pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta, di Jurusan… [Profil Selengkapnya]
  • http://www.dakwatuna.com/wp-content/plugins/wp-biographia/images/wordpress.png
Redaktur:

Beri Nilai Naskah Ini:
Nilai 1Nilai 2Nilai 3Nilai 4Nilai 5Nilai 6Nilai 7Nilai 8Nilai 9Nilai 10(169 orang menilai, rata-rata: 9,45 dalam skala 10)


Konten Terkait Sebelumnya:

Akses http://m.dakwatuna.com/ dimana saja melalui ponsel atau smartphone Anda.
  • 68.168 Hits
  •  
  •  
  • Email59 email
Konten Terkait Sebelumnya:
Top of Form
Daftarlah untuk mendapatkan update dakwatuna.com ke e-mail Anda
Bottom of Form
http://statis.dakwatuna.com/wp-content/themes/dakwatuna8/images/radio.gif
Radio Elnury 918 AM Indonesia
8.      Teruntuk Seorang Istri 01/07 16:22
9.      Membangun Mimpi-Mimpi Anak Negeri 01/07 16:15
                        Polling
Top of Form
Siapakah Capres-Cawapres yang akan Anda pilih pada Pilpres 2014 nanti?
o    1. Prabowo Subianto - M Hatta Rajasa
o    2. Joko Widodo - M Jusuf Kalla
Bottom of Form
dakwatuna.com | 2007 - 2013 | Right to copy | Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. Powered by Wordpress.
79 queries in 1,578 seconds.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook