Sunday, March 22, 2015

BAGIAN 23 KARYA M.RAKIB PEKANBARU RIAU INDONESIA 2015 TIPUAN ATAS NAMA HUTANG



BAGIAN 23 KARYA M.RAKIB PEKANBARU RIAU INDONESIA 2015

 
TIPUAN  ATAS  NAMA  HUTANG

Sang penyair                  :  Istriku masih mengingat kisah dosen killer yang dibacanya di koran Kompas. Tiba-tiba datang  Ibuk Ernasari pedagang kain  asal Aceh yang lama tinggal di Ranah Minang, tapi kini, tinggal di Pekanbaru. Buk Ertna ini ahli dalam memanfaatkan air matanya, untuk menguras rasa iba si pemberi hutang.

Siti Syari                        :  Sebagai istri, aku selalu ingat bahwa jika ada orang mau meminajm uangku, aku harus meminta izin dahulu kepada suami. Tapi Buk Ernasar bilang, jangan kasi tahu suami. Itu sebanya  aku diam saja.

Sang Penyair              : Di mana rumahnya, aku mau meminta tandantangannya, dan perjaniannya dibuat sebagai titipan yang diketahuai RT dan RW, dan ditambah dua orang saksi . Titipan itu, sanksinya penjara lho. Apalagi uang yang dipinma itu Rp 10 juta. Maaf, KTP Buk Sari akan kutahan.Kalu tidak dibuat demikian, hutangnya tidak akan dibayar, sedangkan sewa tokonya Ciptasport  itu saja belum dibayar.

Siti Syari  merasa malu kepada suaminya, karena tidak meminta izin kepadanya, sehingga hutang Buk Ernasari yang Rp.10 juta, disebutnya Rp 8 juta saja, di awal tahun 2015. Siti sari sebenarnya sudah kena tipu  dan terkena ilmu mirip hipnotis. Anenya Siti Syari, meminjamkan lagi uang Rp.8 juta kepada Ernasari untuk dibayarkan didepan Sang Penyair, agar Ernasari tidak dilaporkan ke Polisi, persis tanggal 28 Oktober. Tapi malangnya, hutang Ernasar yang sebenarnya tidak juga dibayarnya , walaupun sudah 6 bulan. Beruntunglah Ernasari, terelak dari dilaporkan ke Polisi dan hutangnya dianggapnya hilang begitu saja.  Lama kejadian ini kemudian barulah Siti Sari tahu bahwa, pada prinsipnya suatu perjanjian hutang piutang adalah hubungan keperdataan antara debitur dengan kreditur. Dalam hal pihak yang berhutang kemudian melanggar janji pengembalian uang, maka hal tersebut merupakan peristiwa ingkar janji (wanprestasi).
Wanprestasi ini pada dasarnya dapat terjadi karena 3 hal:
  1. Melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan perjanjian;
  2. Terlambat memenuhi kewajiban;
  3. Melakukan kewajiban (misalnya pembayaran) namun masih kurang atau baru sebagian; atau
  4. Tidak memenuhi kewajiban sama sekali.
Sedangkan, penipuan adalah perbuatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog). Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah:
  1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum;
  2. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang;
  3. Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan)
Unsur poin 3 di atas yaitu mengenai upaya/cara adalah unsur utama untuk menentukan apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penipuan. Hal ini sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 yang menyebutkan:
Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.
Dalam kasus yang terkait dengan adanya perjanjian, maka harus diketahui apakah niat untuk melakukan kejahatan dengan menggunakan suatu nama palsu, tipu daya atau rangkaian kebohongan, sudah ada sejak awal, sebelum dibuatnya perjanjian (atau diserahkannya uang tersebut). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban dalam perjanjian setelah dibuatnya perjanjian, maka hal tersebut merupakan wanprestasi.

Beberapa contoh kasus Perdata jadi Pidana

1.    Pinjaman modal usaha digunakan untuk membeli mobil
Praktik penyalahgunaan uang yang dipinjam namun tidak sesuai dengan peruntukannya, dapat juga dituntut dengan tindak pidana penggelapan. Misalnya, jika kesepakatan awal pinjaman uang untuk modal usaha, namun ternyata digunakan untuk membeli mobil pribadi, maka si penerima uang yang membeli mobil tersebut dapat dituntut atas dasar dugaan tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP).
2.    Pengurusan Izin Tidak Dilakukan, Uang tidak dikembalikan
Dalam beberapa kasus, suatu kewajiban dalam perjanjian yang tidak berhasil dipenuhi, namun uang pembayaran tidak dikembalikan juga dapat menjadi perkara dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan. Sebagai contoh, apabila ada pihak yang berjanji akan mengurus suatu izin usaha, namun hingga waktu yang telah ditetapkan ternyata izin usaha yang dijanjikan tidak kunjung terbit, dan ternyata uang pembayaran izin tersebut tidak dikembalikan, hal tersebut juga dapat diajukan tuntutan dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan.
3.    Memberikan Cek kosong, yang sejak awal diketahui tidak ada dananya.
Misalnya Allen memberikan pinjaman dana kepada Brodi, kemudian Brodi akan melakukan pengembalian dana berikut bunganya dengan menerbitkan cek dengan tanggal yang telah disepakati (tanggal mundur) antara Allen dan Brodi.
Apabila Brodi menerbitkan cek yang disadari olehnya bahwa cek tersebut tidak akan pernah ada dananya, padahal dia telah menjanjikan kepada Allen bahwa cek tersebut ada dananya, maka perbuatan Brodi dapat dikategorikan sebagai perbuatan penipuan dengan cara tipu muslihat.
Hal tersebut tidak akan sampai ke ranah pidana, apabila Brodi tahu cek tersebut memang ada dananya pada saat diterbitkan. Namun pada saat tanggal jatuh tempo dananya tidak ada, maka perbuatan Brodi dapat dikategorikan sebagai wanprestasi.
Dari uraian kasus-kasus di atas, peristiwa perdata yang kemudian dipidanakan, selalu berawal dari niat jahat dan itikad tidak baik dari si pelaku. Hal ini tentu akan berbeda dengan suatu pihak yang menjadi berhutang karena adanya kegagalan dalam bisnisnya, yang membuatnya tidak mampu mengembalikan hutang. Namun demikian, apabila si pihak berhutang beritikad baik untuk membayar hutangnya tersebut, maka sangat disarankan untuk membuat kesepakatan penyelesaian pembayaran hutang dan jangan malah menghindari atau melarikan diri. Karena itikad tidak baik tersebut, sangat berpotensi menjadi persoalan pidana.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook