Thursday, March 26, 2015

Perlindungan anak di dunia Hak asasi tiada tara,



PERLINDUNGAN ANAK YANG EFEKTIF 


Catatan M.Rakib Pekanbaru Riau Indonesia 2015
   
Perlindungan anak di dunia
Hak asasi tiada  tara,
Anak-anak harapan bangsa
Selamatkan fisik dan mentalnya

Sistem perlindungan anak yang efektif mensyarakatkan adanya komponen-komponen yang
saling terkait. Komponen-komponen ini meliputi  sistem kesejahteraan sosial bagi anak-anak dan
keluarga, sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional, dan mekanisme untuk mendorong perilaku yang tepat dalam masyarakat. Selain itu,  juga diperlukan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung serta sistem data dan informasi untuk perlindungan anak. Di tingkat masyarakat, berbagai komponen tersebut harus disatukan dalam rangkaian kesatuan pelayanan perlindungan anak yang mendorong kesejahteraan dan perlindungan anak dan
meningkatkan kapasitas keluarga untuk memenuhi tanggung jawab mereka.


Pendidikan dengan adat kebiasaan           وفرقوا بـيـنهم فى الـمضاج

Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah.


عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مامن مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه وينصّرانه ويمجّسـانه         –(رواه مســلم)–

Artinya   :  “Dari Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Muslim)


Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoritis dari orang tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan.


Pada umur kanak-kanak kecenderungannya adalah meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, baik saudara famili terdekatnya ataupun bapak ibunya. Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan menyandang kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari Ayyub bin Musa.

حدثنا ايوب ابن موسى عن ابى عن جده أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: ما نحل والد ولدا من نحل أفضل من أدب حسن             –(رواه الترمذى)–

Artinya :    “Diceritakan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda : Tidak ada pemberian yang lebih utama dari seorang ayah kepada anaknya kecuali budi pekerti yang baik”. (H.R At-Tirmidzi)

Bentuk hukuman yang bersifat psikologis adalah :
a.  Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
b.  Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.
c.  Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.
Hukuman bentuk psikologis ini diberikan kepada anak dibawah umur 10 tahun. Apabila hukuman psikologis tidak mampu merubah perilaku anak, maka hukuman biologislah yang dijatuhkan tatkala anak sampai umur 10 tahun tidak ada perubahan pada sikapnya. Hal ini dilakukan supaya anak jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk. Sesuai sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal bin Hisyam.

حدثنا مأمل بن هشام قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مروا اولادكم بالصلاة وهم ابـناء سبع سـنـين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرقوا بـيـنهم فى الـمضاجع –(رواه ابو داود)-

Artinya   :  “Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun, dan pukulilah mereka itu karena shalat ini, sedang mereka berumut sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidu mereka”. (HR. Abu Daud)

[1]Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, Terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, “Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak”, Bandung : Remaja Rosdakarya, Cetakan kedua, 1992, hlm. 5.
[2]Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil-Islam, terj. Saifullah Kamalie dan Hery Noer Ali, “Pedoman Pendidikan anak dalam Islam”, Semarang : Asy-Syifa’, Jilid II, t.th, hlm. 542.
[3]Ibid., Jilid I,  hlm. xviii.
[4]Ibid., Jilid II,  hlm.542-543 .
[5]Ibid., Jilid I,  hlm. xvi-xvii.
[6]Ibid., Jilid II, hlm. i.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook