Sunday, April 5, 2015

Hukuman Bukan Penganiayaan 0823 9038 1888 Oleh M.Rakib JL.Cipyakarya



Hukuman Bukan Penganiayaan

 0823 9038 1888
Oleh M.Rakib  JL.Cipyakarya Pekanbaru Riau Indonesia 2015
 
Hukuman bukan penganiayaan
Itulah Hukum Islam punya pendirian
Di situlah anak, dapat perlindungan
Tidak melanggar HAM kemanusiaan

         Menurut penulis, ada sedikit kekeliruan dalam UU Perlindungan Anak, berkaitan dengan kata “penganiayaan” dan kekerasan. Kategori penganiayaan adalah kekerasan yang bertubi-tubi, mirip dengan penyiksaan. Misalnya, memukul atau menempeleng berkali-kali, sekalipun murid sudah minta ampun. Tapi jika cuma sekali, itu bukan penganiayaan. Kalau dikatakan kekerasan, seperti kasus IPDN, penganiayaan memang kejam, karena bertubi-tubi. Misalnya, dipukul lalu ditendang berkali-kali. Karena itu ada yang cacat dan bahkan sampai tewas.
           Penulis  tidak setuju jika menempeleng, satu kali saja masuk kategori kekejaman (pasal 13 ayat 1) tidak manusiawi (pasal 16 ayat 1). Dalam kasus-kasus penganiayaan  di sekolah, dilakukan oknum guru sebenarnya tidak masuk kategori kekerasan, yang bukan kekejaman, penganiayaan yang tidak manusiawi.
Yang menjadi persoalan, haruskah kekerasan itu dihukum, jika bertujuan baik,  menyadarkan murid akan kesalahannya. Untuk bisa sadar,  sering menyakitkan. Tapi itulah shock therapy. Harus juga diperhatikan kewajiban anak. Dalam UU Perlindungan Anak, khususnya soal hak dan kewajiban anak dan pasal lain yang berkaitan dengan hak anak (18 pasal), sementara kewajiban hanya satu pasal saja (pasal 19). bunyi pasal 19 UU Perlindungan Anak ini:
Setiap anak berkewajiban untuk :
1. menghormati orang tua, wali, dan guru;
2. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
3. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
4. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

          Jika anak tidak melaksanakan kewajibannya, sanksi apa yang dapat diberikan UU RI no.23 th 2002? Tidak ada yang melihat hal ini. Orang hanya  melihat hak anak, mengabaikan hak guru. Kasus ini punya daya tarik bagi polisi dan pengacara? Tidak tentang  bagaimana kewajiban anak? Apakah anak yang tidak melakukan kewajibannya, seperti yang tertera dalam UU Perlindungan Anak, juga dapat ditindak?
          Kasus anak SD Harmoni  diberitakan mengganggu temannya yang sedang latihan menari, berarti tidak melakukan kewajiban no. 2 dalam pasal (19) UU Perlindungan Anak. Kasus SMK Gajah Mungkur, siswa tidak melaksanakan kewajiban no. 3 dan 5. Guru punya wewenang melaporkan siswa  ke polisi? Dan apa sanksi buat anak tersebut? Hak dan kewajiban mesti seimbang. Orang tidak bisa menuntut hak tanpa melaksanakan kewajibannya, karena  berkaitan dengan UU Perlindungan Anak. Kritik penulis ialah perlu  ditinjau soal keseimbangan hak dan kewajiban bagi anak itu sendiri. Jangan hanya membebani kesalahan pada guru.


No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook