Saturday, June 20, 2015

ISA MENGIKUTI SYARI’AT NABI MUSA




NABI ISA MENGIKUTI
SYARI’AT NABI MUSA

 
Syari’at Nabi Musa berlaku di zaman Nabi Isa (Yesus), misalnya syari’at tentang pengharaman babi. Babi haram dalam injil...Imamat 11:7-8
וְאֶת - הַחֲזִיר כִּי - מַפְרִיס פַּרְסָה הוּא,
וְשֹׁסַע שֶׁסַע פַּרְסָה , וְהוּא , גֵּרָה לֹא - יִגָּר;
טָמֵא הוּא , לָכֶם
We eth hazir kimaphres persahu
weshosa’ shesa’ persah we hu gerah
loyigar thame hu lakhem”
Demikian juga babi walaupun berkuku
belah, yaitu kukunya bersela panjang,
haram ia bagimu
מִבְּשָׂרָם לֹא תֹאכֵלוּ, וּבְנִבְלָתָם לֹא
תִגָּעוּ ; טְמֵאִים הֵם , לָכֶם

“Mibsoram lo thokhelu ukhnikhlatam lo
thiga-u theme im hem lakhem”
Dari dagingnya janganlah engkau
makan dan jangan pula tersentuh
bangkainya, haram semuanya itu
bagimu.
Kata yang digunakan dalam ayat ini adalah
הַחֲזִיר (hazir) yang berarti babi. Coba
paste kata הַחֲזִיר ke Google Translate
(Hebrew to English), maka akan muncul
kata: pig, pork, swine, hog.
Bila kita artikan dalam bahasa Indonesia
maka itu berarti Babi atau daging Babi.
Dengan adanya ayat alkitab tersebut
diatas yang telah menghalangi mereka
untuk makan daging babi, maka mereka
mengadakan perubahan dalam
terjemahan bahasa Indonesia pada tahun
1996 dengan mengubah kata Babi
menjadi Babi Hutan kecuali dalam Alkitab
versi Indonesian Literal Translation edisi
2006, 2008 tetap tertulis Babi. Padahal
bila kita lihat bahasa asli alkitab ibrani
tertulis הַחֲזִיר (hazir) yang artinya babi
dan bukan tertulis
חזיר בר (hazir ver) atau בר חזירים (ver
hazirim) yang artinya babi-babi liar / babi
hutan.
Menjadi pertanyaan, mengapa umat
Kristiani tidak mengharamkan makan babi,
justru malah mereka menghalalkannya??
Ternyata tanpa mereka sadari, mereka
telah mengikuti paham Paulus yang
mengatakan bahwa segala sesuatu itu
halal. Perhatikan ucapan Paulus sbb:
1 Korintus 6:12
Πάντα μοι ἔξεστιν, ἀλλ’ οὐ πάντα
συμφέρει· πάντα μοι ἔξεστιν, ἀλλ’ οὐκ
ἐγὼ ἐξουσιασθήσομαι ὑπό τινος.
“Panta moi exestin all ou panta sumtherel
panta moi exestin all ouk ego
exousiasthesomai upo tinos”
Semuanya halal bagiku namun tidak
semuanya berguna, semuanya halal
bagiku namun aku tidak diperbudak suatu
apapun
Ayat tersebut adalah Surat Kiriman Paulus
kepada jemaatnya didaerah Korintus.
Pendapat Paulus yang menghalalkan
sesuatu, seperti daging babi dan lain-lain,
bertolak belakang dengan firman Allah
yang mengharamkan babi.
Sebagai umat beragama yang taat,
semestinya yang diikuti adalah firman
Allah, bukan pendapat Paulus yang hanya
manusia biasa.
Seandainya umat Krsitiani mengikuti
firman Allah tentang haramnya babi dll,
dan bagaimana cara menyembelih hewan,
rasanya dalam hal makanan, tidak terlalu
diragukan lagi antara Islam dan Kristan
bila menghadapi jamuan atau sejenisnya.
Lalu…
1 Timotius 4:4-5
ὅτι πᾶν κτίσμα Θεοῦ καλόν, καὶ οὐδὲν
ἀπόβλητον μετὰ εὐχαριστίας
λαμβανόμενον·
ἁγιάζεται γὰρ διὰ λόγου Θεοῦ καὶ
ἐντεύξεως.
“Oti pan ktisma theou kalon kai ouden
apobleton meta eucharistias
laubanomenon”
“Agiazetai gar dia logou theou kai
evteuxeos”
Karena semua yang diciptakan Allah itu
baik dan suatupun tidak ada yang haram,
jika diterima dengan ucapan syukur,
Sebab semua itu dikuduskan oleh firman
Allah dan doa.
Mari kita lihat ayat buatan Paulus pada
Timotius diatas, dengan dalih ini maka
bukan hanya babi yang halal tapi
semuanya, segala sesuatu yang bisa
masuk ke dalam mulut adalah halal jika
dibacakan doa dan dengan rasa syukur.
Oleh karena itu dengan dalih ini maka
penginjil yang taatpun seperti aktor
evangelis kawakan RMS masuk bui sampai
dua kali dengan kasus yang sama, karena
sebelum mengkonsumsi shabu dan
narkoba mungkin membaca doa terlebih
dahulu, sehingga shabu tersebut sudah
dikuduskan oleh doa. Mungkin masih
banyak Kristen taat yang lain menjadi
korban yang sama dengan ayat diatas.
Sangat tidak relevan bila ayat ini
diterapkan di zaman sekarang yang sudah
banyak jenis Khamar/Nabidz serta semua
barang konsumsi yang tidak baik bagi
kesehatan, jiwa, dan raga.
Oke, inilah dia alasan-alasan kenapa babi
diharamkan, tidak baik dan tidak layak
konsumsi. Karena tidaklah sesuatu hal
diharamkan kecuali karena keburukannya.
          Istilah, syariat islam adalah semua aturan yang Allah turunkan untuk para hamba-Nya, baik terkait masalah aqidah, ibadah, muamalah, adab, maupun akhlak. Baik terkait hubungan makhluk dengan Allah, maupun hubungan antar-sesama makhluk. (Tarikh Tasyri’ Al-Islami, Manna’ Qathan, hlm. 13).
Allah berfirman,
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا
“Kemudian Aku jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu…” (QS. Al-Jatsiyah: 18)
Makna ayat,
“Aku jadikan kamu berada di atas manhaj (jalan hidup) yang jelas dalam urusan agama, yang akan mengantarkanmu menuju kebenaran.” (Tafsir Al-Qurthubi, 16/163).
Rincian Syariat Para Nabi Berbeda-beda
Allah tegaskan dalam Al-Quran,
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (QS. Al-Maidah: 48)
Rincian syariat yang Allah turunkan, berbeda-beda antara satu umat dengan umat lainnya, disesuaikan dengan perbedaan waktu dan keadaan masing-masing umat. Dan semua syariat ini adalah adil ketika dia diturunkan. Meskipun demikian, bagian prinsip dalam syariat, tidak berbeda antara satu umat satu nabi dengan umat nabi lainnya.
(Tafsir As-Sa’di, hlm. 234)
Keistimewaan Syariat Islam
1. Bersumber dari Sang Pencipta, Tuhan semesta alam. Sehingga mutlak benar
2. Terjaga dari perubahan, karena Allah menjaga sumbernya
3. Mencakup semua aspek kehidupan
4. Menjadi keputusan adil untuk setiap kasus sengketa manusia
5. Layak diterapkan di setiap zaman dan tempat.
Keterangan di atas, terlepas dari pro-kontra manusia terhadap aturan yang Allah turunkan. Dan dalam hidup pasti ada aturan. Bisa jadi sejalan, bisa jadi berbenturan. Antara syariat Allah dan syariat hawa nafsu manusia.
Orang yang saat ini tidak sedang mengikuti syariat Allah, berarti dia sedang mengikuti syariat hawa nafsunya. Karena hidup tidak akan pernah lepas dari aturan dan syariat, an semua akan dipertanggung jawabkan. Tinggal satu pertanyaan, kemanakah kita hendak memilih?
Dipetik dari Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook