Saturday, June 13, 2015

Tiba-tiba terjadi dialog sengit



ILMU PERBANDINGAN AGAMA


By M.Rakib   LPMP  Riau 2015

Pada auatu  hari M.Rakib  dan  H.Zukirman, semobil berdua, menuju Desa Kampar untuk menyebarkan angket dari kantor mereka. Tiba-tiba terjadi  dialog sengit
Zukirman                 :  Apakah anda masih mendalami ilmu perbandingan agama?
M.Rakib                  :  Al-hamdu  lillah, masih teruslah, agar jumlah mu’allaf makin banyak.
Zukirman                 :  Apakah agama anda masih Islam sampai saat ini?
M.Rakib           :  Masya Allah, masihlah, sudah 6 orang mahasisawa saya jadi mjualaf, sembenjak saya memegang mata kuliah ini.
Zukirman               :  Mengapa demikian?
M.Rakib          : Karena, akhirnya mereka tahu bahwa dari 10 firman Tuhan, yang pertamanya menyatakan “Jangan Allah lain di sisiku, karena aku adalah Tuhan  yang cemburu” (Kitab Keluaran 20 : 2-17)
Pak Kirman, perlu anda tahu bahwa  kewajiban memakai Jilbab, ada juga di dalam Injil, misalnya kitab I Korintus : 11 ayat 5-6, ilmu perbandingan agama, bermanfaat Pak untuk selain menghadapi serangan sekularisme, pluralisme dan liberalisme, Indonesia juga menghadapi bahaya " Westernisasi". Tidak bisa dinafikan bahwa umat Islam Indonesia sedang menghadapi ‘serangan akidah’ yang luar biasa. Indonesia benar-benar mendapat ‘prioritas utama’ sebagai lahan ‘Injilisasi dunia’. Syeikh Muhammad al-Ghazali, dalam bukunya Shaihah at-Tahdzîr min Du‘ât at-Tanshîr, mengutip satu tulisan di koran ar-Râyah (Qatar) dengan judul: "مـــاذا فى إنـــدونيسيا..؟"

Artikel tersebut ditulis dalam bahasa Inggris oleh Ahmed Deedat yang dimuat dalam edisi X dalam koran al-Burhân pada tahun 1410 H/Juni 1990 M yang dikeluarkan oleh Pusat Dakwah Islam di Afrika Selatan. Artikel tersebut diterjemahkan oleh Dr. Darwisy Musthafa al-Fârr, direktur Museum Nasional di Qatar.


Tulisan Ahmed Deedat di atas mengupas fenomena Kristenisasi yang terjadi di Indonesia. Salam satu pernyataan Deedat adalah, agama Katolik yang mencapai 5 milyar di Indonesia menganggap kunjungan Paulus ke Indonesia merupakan sebuah kesempatan besar untuk merayakan ‘Perkumpulan Gereja Indonesia‘ pada tanggal 31 September 1979. Dalam kesempatan itu, umat Kristen menandatangani satu kesepakatan: yang menggambarkan satu strategi yang ingin merubah Indonesia sampai tahun 2029 menjadi Kristen seluruhnya. Gerakan ini mereka sebut dengan ‘Amaliyah al-Isti'shâl (Operasi Pembasmian).


Menurut Muhammad ‘Abd al-Halîm ‘Abd al-Fattâh, bukan rahasia bahwa negara terbesar berpenduduk muslim di dunia, Indonesia –200.000.000 (Dua ratus juta)lebih dari 90 % muslimin –sekarang ini menjadi sasaran ‘invasi Westernisasi’.... Dua pandangan di atas berasal dari luar (outsider) di atas, mengindikasikan bahwa Indonesia benar-benar dalam kondisi ‘bahaya akidah’. Pandangan dari dalam (insider) tidak perlu disebutkan, karena sudah jelas dan konkret. Berbagai buku, koran, majalah, berita, dsb. sudah banyak yang berbicara tentang JIL lisasi, westernisasi. Bukankah itu merupakan bukti konkret dari gerakan Kristenisasi di sana?


Dalam bukunya Sejarah Gereja, seperti yang dikutip oleh Hussein Umar, Dr. Berkhof menggambarkan Indonesia sebagai berikut:
"Boleh kita simpulkan, bahwa Indonesia adalah suatu daerah Pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit Firman Tuhan. Jumlah orang Kristen Protestan sudah 13 juta lebih, akan tetapi jangan kita lupa....di tengah-tengah 150 juta penduduk! Jadi tugas zending gereja-gereja muda di benua ini masih amat luas dan berat. Bukan saja sisa kaum kafir yang tidak seberapa banyak itu, yang perlu mendengar kabar kesukaan, tetapi juga kaum muslimin yang besar, yang merupakan benteng agama yang sukar sekali dikalahkan oleh pahlawan-pahlawan Injil. Apalagi bukan saja rakyat jelata, palisan bawah, yang harus ditaklukkan untuk Kristus, tetapi juga dan terutama para pemimpin masyarakat, kaum cendikiawan, golongan atas dan tengah."


Itulah Indonesia dalam deskripsi Dr. Berkhof. Ia merupakan ‘sasaran empuk’ para Evanglist (‘Penginjil’): tempat ‘berjuang’ para pahlawan Injil dalam menanamkan Injil di tengah-tengah umat Islam. Misi Kristenisasi di Indonesi bukan hanya ‘isapan jempol’ belaka. Ia sudah berjalan sejak kedatangan Belanda. Mengutip Encyclopaedie van Nederlandsche Indie I, hal. 67, Deliar Noer mencatat, sebagai pihak yang ingin berkuasa di Indonesia, ada dua pandangan yang dapat diungkapkan untuk melestarikan kekuasaan kolonial.


Pertama, adalah "asosiasi", yakni bagaimana mengembangkan kebudayaan barat sehingga diterima sebagai kebudayaan rakyat Indonesia, walaupun tanpa mengesampingkan kebudayaan lokal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengikat "jajahan itu lebih erat pada penjajah dengan menyediakan bagi penduduk jajahan itu manfaat-manfaat yang terkandung dalam kebudayaan asal (penduduk)". Pandangan ini dipromosikan oleh Hurgronje, yang melalui karangannya, Nederland en de Islam, mengatakan, "Pemecahan masalah yang sebenarnya dan satu-satunya yang merupakan pemecahan tentang masalah Islam itu terletak pada asosiasi Islam (yang terdapat dalam jajahan Belanda) dengan orang-orang Belanda." Menurut Hurgronje, pada akhirnya, politik asosiasi itu akan memudahkan kerjaan misi Kristen.

Kedua, adalah "Kristenisasi", yakni bagaimana mengubah agama penduduk, yang Islam maupun yang bukan Islam, menjadi Kristen. Misi (Kristen) itu sendiri berpendapat bahwa bila pandangan pertama (asosiasi) tadi dapat dipenuhi, maka mereka sendiri pun "akan lebih dapat mengusahakan agar mereka lebih diterima penduduk yang dari segi kebudayaan itu telah berasimilasi". Sebaliknya, pertukaran agama penduduk menjadi Kristen, menguntungkan tanah air (negeri) Belanda pula oleh karena penduduk pribumi, yang mengenal eratnya hubungan agama dengan pemerintahan, setelah masuk Kristen akan menjadi warga-warga loyal lahir batin bagi kompeni, sebutan yang diberikan kepada administrasi Belanda itu.Masyarakat Misi Belanda (Dutch Mission Society) yang berdiri tahun 1847 memprioritaskan kerja missionaris ke Indonesia, karena negara yang masyarakatnya sangat bersahabat itu terbukti sulit "ditembus" misi Kristen. Faktor Islam dituding sebagai penyebab kesulitan masuknya misi Injil ke Indonesia.

Hendrik Kraemer, seorang missionaris yang ditugaskan Masyarkat Al Kitab Belanda (Dutch Biblical Society) untuk bekerja di Indonesia tahun 1921, menggambarkan kesulitan mengkristenkan kaum muslim, melalui ungkapannya:"Islam sebagai masalah misi: tidak ada agama yang untuk (mengkonversi)-nya misi harus membanting tulang dengan hasil yang minimal, dan untuk menghadapinya misi harus mengais-ngaiskan jemarinya hingga berdarah dan terluka, selain Islam. (Dia lanjutkan lagi) Yang menjadi dari Islam adalah: meskipun sebagai agama kandungannya sangat dangkal dan miskin, Islam melampaui semua agama di dunia dalam hal kekuasaan yang dimiliki, yang dengan itu agama tersebut mencengkeram erat semua yang memeluknya."
Samuel M. Zwemmer dalam bukunya The Law of Apostasy in Islam, memandang bahwa alasan terpenting sulitnya mengkonversi seorang muslim menjadi Kristen adalah adanya hukum murtad (riddah). Islam, katanya, adalah "seperti sebuah jebakan yang licik, mempermudah siapa saja yang masuk ke dalam persaudaraan kaum muslim, dan sangat sulit bagi siapa saja yang sudah menyatakan memeluknya untuk menemukan jalan keluar."


Oleh sebab itu, upaya pengkristenan itu dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) memasukkan orang ke agama Kristen, dan (2) mengeluarkan orang Islam dari agamanya, walaupun dia menjadi atheis. ‘‘Tujuan kita tidak langsung mengkristenkan umat Islam, karena hal ini tidak akan sanggup kita laksanakan. Tetapi tujuan kita adalah menjauhkan kaum muslimin dari ajaran Islam. Ini yang harus kita capai walaupun mereka tidak bergabung dengan kita,’’ kata Zwemmer.

Pesan Paulus untuk Kristenisasi DuniaPaus John Paul II, merupakan Paulus yang cukup benci terhadap Islam. Dalam sebuah imbauan bertajuk: "POPE CALLS ON CATHOLICS TO SPREAD CHRISTIANITY", ia mengeluarkan fatwa gerejani agar kaum Katolik mengambil tindakan untuk menyerbarkan ajaran Katolik. Ia menegaskan pentingnya melakukan Kristenisasi terhadap semua bagian dunia (to evangelise in all parts of the world), termasuk negeri-negeri dimana hukum Islam melarang perpindahan agama. Sri Paus menekankan agar negeri-negeri Islam, demikian juga negara-negara lainnya, segera mencabut peraturan-peraturan yang melarang orang Islam memeluk agama lain. Tanpa menyebut nama negara secara langsung, Sri Paus menyinggung negara-negara di kawasan Timur Tengah, Afrika dan Asia dimana para missionaris ditolak kehadirannya. Kepada mereka Paus menyerukan: "Bukalah pintu untuk Kristus!" (Open the doors to Christ!).

Paulus beralasan bahwa gereja Katolik merupakan satu-satunya yang dapat memimpin seluruh bangsa. Hal ini ia sampaikan dalam sebuah imbauan Rasuli-nya yang berjudul ‘Tuhan Yesus’ yang dikeluarkan pada 6 Agustus 2000 ia menyatakan: "Universalitas Yesus merupakan sebuah kemestian dan hanya Gereja Katolik yang dapat memimpin seluruh bangsa."

Oleh karena itu, dalam imbauan keenamnya untuk para uskup Perancis pada tanggal 7 Februari 2004, dia menyatakan: "Merupakan satu kewajiban bagi setiap jemaah keuskupan untuk melakukan misi Kristenisasi dengan Injil dan dengan berbagai rutinitas ritual dalam melayaninya – Kristenisasi."

Peran politik yang dimainkan oleh Paus John Palulus II merupakan rahasia umum. Tidak seorangpun yang tidak mengetahui hal ini. Bahkan sebagian orang menggambarkannya sebagai ‘politik khusus Gereja Katolik’ yang perangkatnya adalah ‘‘Taktik Rasuli’’ yang diringkas oleh Paus dalam satu kata singkat: ‘La Reevangelisation du Monde’, (‘Rekristenisansi Dunia’). Inilah yang dia proklamirkan pada tahun 1982 di Camp Steel, di kota Shant Jacob, di Barat Laut Spanyol.

Metode Kristenisasi, Harus Diwaspadai!
Bahaya yang sedang ‘merongrong’ umat Islam – di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia –memang masalah murtad ini. Berbagai aksi dan operasi Kristenisasi dilakukan di mana-mana. Umat Kristen sangat berambisi untuk ‘menyebarkan Injil’ kepada umat Islam. Umat Islam menurut mereka adalah ‘domba-domba yang hilang dan tersesat’, maka ia harus dicari dan dikembalikan kepada ‘kandangnya’: Kristen. Sehingga, untuk menangkap para ‘domba tersesat’ itu, mereka menggunakan dan menghalalkan segala cara. Prinsip mereka adalah al-ghâyah tubarrir al-wasîlah. Hemat penulis, umat Islam harus waspada dengan cara-cara Kristenisasi, agar tidak ‘terjebak’ dan ‘tertipu’. Sekarang, cara-cara mereka sangat ‘canggih dan berbahaya’. Mereka tidak lagi menggunakan iming-iming ‘satu bungkus Supermie atau satu kilo beras plus ikan asin dan minyak goreng’. Tidak! Cara mereka sekarang semakin canggih. Di bawah ini, penulis hanya memaparkan beberapa contoh secara ringkas dan sederhana. Diantara metode Kristenisasi itu adalah sebagai berikut:

1. Membangun Berbagai Proyek Kristenisasi;
Di Indonesia sendiri, proyek Kristenisasi sejak lama sudah berjalan secara diam-diam, seperti Yayasan Doulos. Lama-kelamaan, kedok yayasan yang bergerak dalam aksi Kristenisasi ini pun terbongkar. Karena penduduk merasa resah dengan aktivitasnya, akhirnya diserbu dan dihancurkan.
Pada tataran dunia, organisasi Kristenisasi Dunia memiliki satu proyek yang disebut dengan Joshua Project 2000.
Joshua Project 2000 ini ditenggarai sebagai induk dari Doulos
Project 2000, umat Islam wajib mewaspadainya. Doulos 2000 Project = 10 Missionary Project =
• The Jericho 2000 Project – West Java
• The Karapan 2000 (Race 2000) Project – East Java
• The Mandau 2000 Project – West Borneo
• The Bajau-Bungku 2000 Project – South East Celebes
• The Cendrawasih 200 (Bird of Paradise) Project–
West New Guinea
• The Andalas 2000 Project – North Sumatra
• The Sriwijaya 2000 Project – Riau, Sumatera
• The Construction Project for House of Worship in.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook