Monday, August 3, 2015

METAKOGNISI MAFHUM MUKHALAFAH



METAKOGNISI MAFHUM MUKHALAFAH

 

M.RAKIB JL.CIPTAKARYA PEKANBARU RIAU INDONESIA 2015


      Sangat pentingnya metakognisi dengan menyatakan: “There is also growing support for the view that purely cognitive analyses of mathematical performance are inadequate because they overlook metacognitive actions.” Artinya, terdapat dukungan pada pendapat bahwa hanya menggunakan analisis kognitif pada kemampuan matematis adalah tidak atau kurang memadai karena mereka kurang memperhatikan prosedur yang berkaitan  dengan metakonitif. Itulah sebabnya, salah satu kelebihan Kurikulum 2013 adalah pencantuman istilah metakognisi dalam dukumennya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012:43)
      Hal ini menunjukkan bahwa unjuk kerja (performance) seorang siswa dengan hanya melihat pada aspek kognitifnya saja, dan dengan mengacuhkan aspek metakognitifnya adalah belum cukup. Diperlukan kepaduan analisis, baik kognitif maupun metakognitif yang berkaitan dengan unjuk kerja seseorang. Alasannya, keberhasilan unjuk kerja kognitif sangat ditentukan juga oleh pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya itu. Pertanyaan yang dapat dimunculkan: Apa yang dimaksud dengan metakognitif itu? Bagaimana metakognitif dapat dikembangkan di kelas?
     Dalam bahasa Arab, metakognitif itu bisa berarti mafhum mukhalafah.        Di dalam ayat 130 surah Ali Imran ada larangan memakan riba yang berlipat ganda. Nah, berlipat ganda itu adalah sifat dari riba yang dilarang, pemahaman terbaliknya kalau tidak berlipat ganda maka tak dilarang. Pemahaman ini betul tapi berhubung ada dalil lain yang mengatakan bahwa riba sekecil apapun meski tidak berlipat ganda tetap dilarang maka mafhum (pemahaman) terbalik dari ayat ini tidak berlaku.
         Intinya mafhum shifah itu berlaku pemahaman terbaliknya bila tidak bertentangan dengan manthuq. Ini menurut mayoritas ulama, berbeda dgn madzhab Hanafi yang memang tidak mengakui kehujjahan mafhum mukhalafah.
Mengapa madzhab Hanafi tidak mengakui kehujjahan mafhum mukhalafah?
       Alasan utama mereka karena banyak nash dalam Al Quran maupun hadits mengandung mafhum mukhalafah (dalil khithab) tapi mafhum mukhalafahnya tidak berlaku. Antara lain ayat 130 surah Ali Imran, ayat 24 surah An-Nisa tentang kemahraman anak tiri yang “dalam pengasuhanmu”. Padahal andai tidak “dalam pengasuhanmu” juga tetap haram, dan lain-lain.
Jumhur menjawabnya dengan mengatakan bahwa mafhum pada kasus-kasus itu tidak terpakai karena adanya dalil lain berbentuk manthuq yang menyelisihinya sehingga dia kalah dengan manthuq ataupun dengan mafhum muwafaqah.
Manfaat dari memahami mafhum mukhalafah adalah kita menetapkan hukum berdasarkan mafhum mukhalafah, misalnya tidak menetapkan zakat pada hewan yang dikandangkan seumur hidupnya dan tidak digembala mengambil dari mafhum mukhalafah

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook