Monday, September 14, 2015

INGIN TAHU PERBEDAAN TEORI DAN KONSEP



INGIN TAHU PERBEDAAN TEORI DAN KONSEP



 perenungan’
 
Tentang Teori       By     M.Rakib Pekanbaru Riau Indonesia 2015


Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak. Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse.

Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999).

           Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse). empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse).

         ‘Teori’ – berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti ‘perenungan’, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa Yunani yang berarti ‘cara atau hasil pandang— adalah suatu konstruksi di alam ide imajinatif manusia tentang realitas-realitas yang ia jumpai dalam pengalaman hidupnya.  Adapun yang disebut pengalaman ini tidaklah hanya pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia dari alam kehidupannya yang indrawi, tetapi juga diperoleh dari alam kontemplatif-imajinatifnya, khususnya dalam ilmu pengetahuan yang berobjek manusia dalam kehidupan bermasyarakatnya.

          Apapun sumbernya, apakah pengalamannya yang indrawi ataukah pengalamannya yang kontemplatif-imajinatif murni, teori itu adalah suatu himpunan konstruksi yang dibangun oleh konsep-konsep yang berada di alam ide imajinatif manusia, 
Berada di alam imajinatif, teori adalah gambaran atau hasil penggambaran  secara reflektif fenomena yang dijumpai dalam alam pengalaman indrawi manusia, dibangun dengan bahan-bahan pembangun yang sebagaimana kita ketahui disebut konsep. Betullah apa yang dikatakan secara ringkas dalam kepustakaan berbahasa Inggris, bahwa concepts is the building blocks of theories.  Didefinisikan dalam rumusan yang demikian, berbicara tentang ‘teori’, tak pelak lagi orang niscaya akan diperjumpakan dengan dua macam realitas.  Yang pertama adalah realitas in abstracto yang berada di alam idea yang imajinatif, dan yang kedua adalah padanannya yang berupa realitas in concreto yang berada di alam pengalaman yang indrawi.  Di dalam bahasa falsafati, sementara orang mengatakan bahwa realitas pertama disebut ‘realitas nomenon’ (atau ‘nomena’ apabila jamak), sedangkan yang tersebut kedua disebut ‘realtas fenomenon’ (atau ‘fenomena’ apabila jamak).
          ‘Konsep’ Itu Ialah Simbol Tertentu Yang Digunakan Sebagai Representasi objek yang diketahui dan/atau dialami oleh manusia dalam kehidupan bermsyarakatnya.  Sebagai simbol bermakna, setiap konsep bermukim di alam numenon, ialah alam ide yang imajinatif, sedangkan objek yang diwakili berada di alam phenomenon, ialah alam fakta-aktual yang indrawi.
Dalam ilmu pengetahuan sosial, objek-objek yang terjumpai dalam kehidupan sosial pun harus dibataskan secara definitif kedalam konsep-konsep, dan persoalan yang berkenaan dengan taraf abstraksinya akan pula mesti diperhatikan.  Hanya saja, cukup berbeda dari kajian-kajian ilmu hayat dengan objek hewan atau tumbuh-tumbuhan yang lebih kasat mata, kajian-kajian ilmu pengetahuan sosial akan lebih banyak berkenaan dengan objek-objek yang tak secara langsung berkategori kasat mata.  Kelas sosial (yang atas, yang tengah atau yang bawah, misalnya adalah konsep yang tak bisa dibataskan berdasarkan kerja “sekali amatan yang direk”, melainkan mesti dikerjakan dengan memperhatikan tengara-tengaranya (the signs) yang manifes di alam indrawi, yang oleh sebab itu dapat didatakan; misalnya tingkat pendapatannya, tingkat pendidikan dan keterpelajarannya, tingkat kekayaannya, dan apapun lainnya lagi.  
        Berbeda dengan ilmu hayat atau ilmu alam kodrat lainnya, yang seabstrak apapun simbol-simbol yang dipakai sebagai konsep, selalu saja konsep-konsep itu gampang menunjukkan objek-objek rujukannya dengan sekali amatan, tidaklah demikian halnya dengan kajian ilmiah yang berobjek manusia berikut masyarakatnya.  Akan diketahui nanti bagaimana dalam kajian dengan objek manusia dan/atau masyarakatnya ini baik yang dikenali sebagai ilmu pengetahuan sosial maupun yang dikenali sebagai ilmu hukum.
       KONSEP-KONSEP YANG DIKEMBANGKAN AKAN CONDONG LEBIH BERSIFAT ABSTRAK, imajinatif, dan merupakan konstruksi-konstruksi rasional dalam alam pikiran daripada lebih bersifat hasil abstraksi yang berpadanan langsung dengan objek yang terjumpai sebagai fenomenon/na di alam indrawi ini.  Dengan demikian, ilmu pengetahuan sosial dan ilmu hukum itu boleh dikatakan lebih gampang dicenderungkan ke gambarannya yang ideal dengan blue-sky concepts-nya daripada kajian-kajian ilmu alam kodrat (natural and life sciences) yang nyata lebih down to earth, punya padanannya yang nyata dan direk di alam indrawi.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook