Wednesday, November 18, 2015

Peringatan maulid adalah siasat, Menghadapi musuh, yang amat kuat




Peringatan maulid adalah siasat,
      Menghadapi musuh, yang amat kuat
                 Karena itu, Yahudi menganggapnya sesat,
Ulama-yang kaku, mereka gugat.

       Menyanyi itu boleh, dengan ukuran,
           Mecela kebodohan, memuji kecerdasan
Atas ucapan yang diridoi Tuhan,
            Mereka disebut, penyair yang berimana.



M.Rakib Jamari Riau
Ksesatan yang baik itu ada dua, pertama, salat tarawih berjama’ah. Kedua peringatan hari-hari bersejarah dalam Islam
Saya Doktor M.Rakib Jamari S.H., M.Ag dari Pekanbaru Riau ingin bertanya, apakah Al-Bani dan Bin Baz tidak pernah belajar Al-Siyasah Al-Syari’ah ?

       Perayaan dan peringatan Mauwlid adalah bagian dari al-siyasah al-syari’ah. Saya ingin menantang ulama sedunia, jika ulama sedunia tidak setuju bahwa semua peringatan hari besar Islam itu bagian dari siasat, strategi menanamkan rasa cinta Allah dan rasul, bukan bagaian ibadah mahdhoh yang dihinakan oleh Wahabi yang tidak punya siyasat menghadapi Yahudi..Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.
       Dikutip dari tulisan Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat :
“ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM…”, yang artinya “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”,
Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi
memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam, Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll,
berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yang baik boleh boleh saja.
Hei  sipekak tuli
Siyasah Syar’iyah diartikan sebagai ketentuan kebijaksanaan pengurusan masalah kenegaraan yang berdasarkan syariat.
Khallaf merumuskan siyasah syar’iyah dengan:
Pengelolaan masalah-masalah umum bagi pemerintah islam yang menjamin terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemudharatan dari masyarakat islam,dengan tidak bertentangan dengan ketentuan syariat islam dan prinsip-prinsip umumnya, meskipun tidak sejalan dengen pendapat para ulama mujtahid.[1][1]
            Definisi ini lebih dipertegas oleh Abdurrahman taj yang merumuskan siyasah syariyah sebagai hukum-hukum yang mengatur kepentingan Negara, mengorganisasi permasalahan umat sesuai dengan jiwa (semangat) syariat dan dasar-dasarnya yang universal demi terciptanya tujuan-tujuan kemasyarakatan, walaupun pengaturan tersebut tidak ditegaskan baik oleh Al-Qur’an maupun al-sunah.[2][2]
            Bahansi merumuskan bahwa siyasah syar’iyah adalah pengaturan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan tuntutan syara. Sementara para fuqaha, sebagaimana di kutip khallaf, mendefinisikan siysah syariyah sebagai kewenangan penguasa/pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan politik yang mengacu kepada kemaslahatan melalui peraturan yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama, walaupun tidak terdapat dalil yang khusus untuk hal itu.
            Dengan menganalisis definisi-definisi yang di kemukakan para ahli di atas dapat ditemukan hakikat siyasah syar’iyah, yaitu:
1.      Bahwa siyasah syar’iyah berhubungan dengan pengurusan dan pengaturan kehidupan manusia.
2.      Bahwa pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan (ulu ai-amr)
3.      Tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
4.      Pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan ddengan syariat islam.
Berdasarkan hakikat siyasah syar’iyah ini dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber pokok siyasah syar’iyah  adalah al quran dan ai sunnah. Kedua sumber inilah yang menjadi acuan bagi pemegang pemerintahan untuk menciptakan peraturan-peraturan perundang-undangan dan mengatur kehidupan bernegara.





 

Jawaban M.Rakib UIN Suska Riau
Judul                           
Judul disertasi saya
KONSEP KEKERASAN PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PERLIDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM
PERTAMA,  rumusan masalah/isu yang diangkat.
Rumusan masalah:
1.Apa pentingnya membahas hukuman fisik?
    Pentingnya ialah untuk menjawab problema yang dihadapi guru-guru di sekolah yang ada di antaranya terancam masuk penjara, akibat memberikan hukuman fisik kepada muridnya. Menurut Pasal 80 UU Perlindungan anak, guru yang memberikanm hukuman fisik, dapat dikenakan hukuman penjara atau denda Rp.60 juta.
UU 23 th 2002. Pasal 80 ayat (1) menyatakan, Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”
 
1.A. Mengapa masalah/isu tersebut merasa perlu untuk diteliti?
Karena korban di kalangan anak, terus saja berjatuhan, dan guru-guru terus saja terjerat  kasus hukuman fisik, dengan alasan sudah konvensional, tradisi dan hukum agama membolehkannya, dengan menggunakan analogi memukul anak yang lalai salat.
Jawaban :  Issu sejauh mana masalah/isu tersebut relevan dan signifikan untuk diteliti lebih lanjut?
Signifikannya masalah ini, ialah aapapila anak tidak diberikan hukuman fisik, cenderung menjadi nakal dan mengulangi kenakalannya, bahkan meremehkan guru-gurunya. Tapi kalau guru memberikan hukuman fisik, justru guru tersebut bisa masuk penjara.
        UU. No 35 th 2014. Pasal 82 UU Perlindungan Anak berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”


Sedangkan, Pasal 80 ayat (1) menyatakan, Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).” 
 Bagaimana penelitian-penelitian sebelumnya (kalau ada) terkait dengan masalah/isu tersebut? Apa saja yang masih belum tereksplor terkait dengan masalah/isu tersebut pada penelitian-penelitian sebelumnya?
Jawaban.Penelitian sebelumnya hanya meninjau dari hukum perlindungan anak saja, tidak perbandingannya dengan Hukum Islam,

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook