Saturday, April 15, 2017

KUTIPAN M.RAKIB PEKANBARU RIAU INDONESIA UNTUK KULIAH SUBUH MASJID NURUL JANNAH JL.CIPTAKARYA PANAM PEKANBARU Kata -kata Agung Pling Top Kun Fayakun… Dikutip dari Cahyo...October 4, 2008 by cahyo82


KUTIPAN M.RAKIB PEKANBARU RIAU INDONESIA

UNTUK KULIAH SUBUH MASJID NURUL JANNAH JL.CIPTAKARYA PANAM PEKANBARU

Kata -kata Agung Pling Top Kun Fayakun…

Dalam Al-Qur’an setidaknya ada 6 ayat dalam 6 surat berbeda yang menyisipkan kalimat “kun fayakun” secara umum diterjemahkan dengan “Jadilah, (maka) jadilah ia !”. Berturut-turut ke-enam ayat tersebut dari depan adalah : QS 2 : 117; QS 6 : 73; QS : 16 : 40; QS 19:35; QS 36:82; dan QS 40:68. Meski dari keenam surat tersebut yang paling populer di masyarakat hanyalah “kun fayakun” dalam Surat Yasin ayat 82, tetapi semua sudah mafhum bahwa kata ini selalu menyertai firman Allah yang terkait dengan proses cipta menciptakan. Dan dalam konteks proses penciptaan itu pula, tafsiran “kun fayakun” ramai diperbincangkan. Apakah sama artinya dengan “sim salabim?” seperti halnya pesulap “menghadirkan” sesuatu ? Perdebatan tafsiran makin bergeser dan masuk ke dalam ranah ilmu pengetahuan karena sebagian pihak menggunakannya untuk membenturkan agama dan sains, misal : (lagi-lagi) ketidak sesuaian teori evolusi dan kun fayakun. Bagaimana kita sejatinya menempatkan tafsiran ini ?
Kita harus mulai bergerak dulu dari pandangan umum mengenai “kun fayakun” dalam proses penciptaan. Banyak pihak memaknai kalimat ini dengan “proses penciptaan yang seketika”. Artinya, ketika Allah menciptakan bumi, maka serta merta bumi itu muncul. Begitupun ketika menciptakan manusia, tanpa tempo lama manusia akan selesai dari proses penciptaan dan muncul dalam kehidupan. Saya sebut saja ini sebagai tafsiran “fundamentalis” đź™‚ Dari tafsiran ini pula-lah, wajar jika kemudian teori Darwin mengenai evolusi dibantah keras (misal oleh kelompok Harun Yahya). Karena tidak mungkin penciptaan makhluk A melalui proses panjang sehingga melibatkan bentuk-bentuk intermediate seperti di-propose oleh kaum evolusionist. Kun Fayakun menjadi “tidak berbunyi” jika madzah evolusi diyakini oleh kelompok tafsiran ini.
Sekilas sepertinya tafsiran tersebut “pro” dengan konsep teologi peciptaan dalam Al-Qur’an. Akan tetapi, jika kita menelisik beberapa ayat lain yang bercerita mengenai proses penciptaan itu sendiri, maka tafsiran tersebut menjadi kontradiktif. Misal dalam hal proses penciptaan bumi atau alam semesta. Jelas-jelas penciptaan tersebut dipaparkan “proses-proses”-nya. Mulai dari rentang waktu penciptaan bumi selama 6 masa (QS 7: 54, QS 10:3, dll), atau proses pemisahan bumi dan langit yang dulunya satu dan juga awal alam semesta ini berbentuk asap (QS 41: 11). Lebih jelas lagi proses penciptaan bisa merujuk pada rentetan proses penciptaan manusia dalam QS 23:14. Prosesnya dengan jelas disebutkan bahwa penciptaan manusia melalui mani (nuthfah), zygote yang melekat (‘alaqah), segumpal daging/embryo (mudhghah), dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘idhama), tulang tersebut dibalut oleh otot dan daging (lahma).
Alhasil, jika kita menggunakan “tafsiran fundamentalis” tersebut, ayat “kun fayakun” akan bertabrakan dengan ayat-ayat lainnya. Jika “kun fayakun” dimaknai sebuah penciptaan tanpa proses ataupun tempo, maka ayat-ayat yang menerangkan proses-proses penciptaan alam semesta ataupun manusia akan salah. Padahal tidak mungkin antara surat atau ayat di dalam Al-qur’an saling bertentangan. Sehingga, dalam konteks ini yang perlu dikoreksi bukanlah ayat itu sendiri, melainkan tafsiran mengenai “kun fayakun” itu sendiri.
Untuk mencari “tafsiran jalan tengah” tersebut, maka saya lebih cenderung memaknai “kun fayakun” sebagai sebuah “kuasa Allah baik berproses maupun tidak ber-proses”. Meskipun memang, kekuasan dan kebesaran Allah akan sangat tampak lebih riil jika segala penciptaan itu tidak ber-proses (langsung jreng…munculah manusia, bumi, hewan dst). Akan tetapi, bagi saya, jikapun benar bahwa proses penciptaan segala sesuatu itu ber-proses, esensi kebesaran dan kekuasan Allah tidak berkurang sedikitpun. Karena disinilah Allah begitu Maha Sempurna dalam mendesain sesuatu. Alam begitu rumit untuk dirumuskan dalam tafsiran-tafsiran rasional, tapi Allah Maha Kuasa merumuskan dalam sebuah desain yang begitu indah dan memuaskan akal umatnya.
Saya ambil kasus dalam proses replikasi DNA yang merupakan bagian dari proses penciptaan manusia (perkembang biakan). Dalam proses replikasi DNA, tidak serta merta sebuah DNA baru muncul, tetapi harus melalui mekanisme seluler yang rumit. Dalam proses pertumbuhan sel, satu DNA bereplikasi menjadi dua DNA yang kemudian bermigrasi ke sel yang baru. Proses ini sejatinya hanya proses “kopi paste”, dimana DNA induk menjadi “template” untuk dikopi, lalu DNA baru dihasilkan dari kopian tersebut. 




No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook