Friday, June 23, 2017

HADITS SHAHIH BERTENTANGAN ..TELAAH M.RAKIB JAMARI

Rakib Jamari menambahkan 4 foto baru.
6 jam
APABILA HADITS SHAHIH BERTENTANGAN DENGAN AL-QUR’AN
Saya tertarik pada kajian yang disampaikan oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Ada sebagian orang yang berkata bahwa apabila terdapat sebuah hadits yang bertentangan dengan ayat Al-Qur’an maka hadits tersebut harus kita tolak walaupun derajatnya shahih. Mereka mencontohkan sebuah hadits.

إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
“Sesungguhnya mayit akan disiksa disebabkan tangisan dari keluarganya”
Mereka berkata bahwa hadits tersebut ditolak oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha dengan sebuah ayat dalam al-Qur’an surat Fathir/35: 18.
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain”
Bagaimana kita membantah pendapat mereka itu ?
Jawaban.
Mengatakan ada hadits shahih yang bertentangan dengan al-Qur’an adalah kesalahan yang sangat fatal. Sebab tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah memberikan keterangan yang bertentangan dengan keterangan Allah yang mengutus beliau.
Dari segi riwayat/sanad, hadits di atas sudah tidak terbantahkan lagi ke shahih-annya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Umar bin Khaththab, dan Mughirah bin Syu’bah, yang terdapat dalam kitab hadits shahih (Bukhari dan Muslim).
Adapun dari segi tafsir, hadits tersebut sudah ditafsirkan oleh para ulama dengan dua tafsiran sebagai berikut.
1. Hadits tersebut berlaku bagi mayit yang ketika hidupnya dia mengetahui bahwa keluarganya (anak dan istrinya) pasti akan meronta-ronta (nihayah [2]) apabila dia mati. Kemudian dia tidak mau menasihati keluarganya dan tidak berwasiat agar mereka tidak menangisi kematiannya. Orang seperti inilah yang mayitnya akan disiksa apabila ditangisi oleh keluarganya.
Adapun orang yang sudah menasihati keluarganya dan berpesan agar tidak berbuat nihayah, tapi kemudian ketika dia mati keluarganya masih tetap meratapi dan menangisinya, maka orang-orang seperti ini tidak terkena ancaman dari hadits tadi.
Dalam hadits tersebut, kata الْمَيِّتُ menggunakan huruf alif lam (isim ma’rifat). Dalam kaidah bahasa Arab kalau ada isim (kata benda) yang dibagian depannya memakai huruf alif lam, maka benda tersebut tidak bersifat umum (bukan arti dari benda yang dimaksud). Oleh karena itu kata “mayit” dalam hadits di atas adalah tidak semua mayit, tapi mayit tertentu (khusus). Yaitu mayit orang yang sewaktu hidupnya tidak memberi nasihat kepada keluarganya tentang haramnya nihayah.
Demikianlah, ketika kita memahami tafsir hadits di atas jelaslah bagi kita bahwa hadits shahih tersebut tidak bertentangan dengan bunyi ayat.
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain”.
Karena pada hakikatnya siksaan yang dia terima adalah akibat kesalahan/dosa dia sendiri yaitu tidak mau menasihati dan berdakwah kepada keluarga. Inilah penafsiran dari para ulama terkenal, di antaranya Imam An-Nawawi.
2. Adapun tafsiran kedua adalah tafsiran yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Raimahullah di beberapa tulisan beliau bahwa yang dimaksud dengan azab (siksaan) dalam hadits tersebut adalah bukan azab kubur atau azab akhirat. Tapi maksud azab tersebut hanyalah rasa sedih dan duka cita. Yaitu rasa sedih dan duka ketika mayit tersebut mendengar ratap tangis dari keluarganya.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook